Sentani, Jubi – Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua Gustaf R. Kawer berharap praperadilan terhadap tindakan penghentian penyidikan tidak sah dugaan ledakan bom di rumah Jurnalis Senior Papua Victor Mambor hakim bertindak berani dan independen dalam memutuskan perkara dan mengabulkan permohonan pemohon.
Dia mengatakan praperadilan merupakan sarana kontrol terhadap kinerja kepolisian yang berkaitan dengan penetapan tersangka tidak sah, penangkapan dan penahanan tidak sah, penggeledahan dan penyitaan tidak sah serta penghentian penyidikan tidak sah.
“Praperadilan terhadap tindakan penghentian penyidikan tidak sah dugaan ledakan bom di rumah Jurnalis Senior Papua Victor Mambor itu kami sangat harapkan keberanian dan independensi Hakim dalam memutuskan perkara ini dan mengabulkan Permohonan Pemohon,” kata Gustaf melalui telepon di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Minggu (7/7/2024) malam.
Gustaf Kawer mengatakan bahwa putusan hakim kelak menjadi hal penting. Karena itu ia berharap hakim mengabulkan permohonan pemohon dengan membatalkan SP3 pihak kepolisian dan selanjutnya memerintahkan penyidik untuk melakukan penyidikan lanjutan.
“Dan melimpahkan perkara dan tersangka/pelakunya ke kejaksaan dan selanjutnya dari kejaksaan ke pengadilan,” katanya.
Direktur PAHAM Papua menyatakan pihaknya mendukung praperadilan yang dilakukan jurnalis senior Papua Viktor Mambor melalui kuasa hukumnya. Dan SP3 terhadap kasus dugaan teror bom menunjukan bahwa pihak kepolisian tidak mampu mengungkap kasus teror bom atau teror lainnya, yang berulang-ulang dialami oleh Viktor Mambor serta rekan-rekan pers dan pegiat HAM di Tanah Papua.
“Pelaku teror bom perlu diadili dan divonis maksimal, agar kedepan ada efek jera terhadap yang bersangkutan, untuk meminimalisir tindakan-tindakan teror terhadap pers dan pegiat HAM serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian,” katanya.
Kawer menjelaskan bahwa polisi mempunyai kewajiban sesuai dengan UU Kepolisian dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap perismenemuk guna menemukan pelaku tindak pidana. Tenggang waktu yang lama untuk mengungkap kasus teror bom ini serta terbitnya SP3 itu menimbulkan berbagai pertanyaan dan kecurigaan terhadap kepolisian.
“Mengapa polisi sulit sekali mengungkap kasus ini? Padahal mereka punya kemampuan jitu, ilmu dan dilatih secara khusus untuk mengungkap kasus-kasus. Apakah pelakunya adalah aparat keamanan sehingga sangat sulit diungkap dalam proses penyelidikan dan penyidikan ini?” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sebenarnya institusi kepolisian itu hadir untuk melindungi dan mengayomi masyarakat, termasuk insan pers.
“Bukan hadir untuk melindungi dan memberi impunitas terhadap pelaku kejahatan atau pelaku teror bom seperti ini,” kata direktur PAHAM Papua itu.
Seperti yang telah diberitakan Jubi, menurut saksi fakta penyidik Polsek Jayapura Utara, Amil Saleh mengatakan bahwa pihaknya telah meminta keterangan dari lima saksi, minta keterangan ahli, dan melakukan uji forensik terhadap bahan peledak. Amil mengatakan semua saksi yang diperiksa menjelaskan bahwa mereka hanya mendengar ledakan, melihat percikan api, melihat asap, dan menyatakan ledakan itu terjadi di jalan raya umum.
“Sementara dalam BAP ahli menjelaskan sebagian bahan bukanlah bahan peledak. Saya kurang tahu ada unsur bahan peledak,” ujar Amil saat memberi kesaksian dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (3/7/2024).
Amil mengatakan kepolisian menghentikan penyidikan karena tidak memiliki cukup bukti. Ia mengatakan SP3 diterbitkan hanya satu kali pada 1 Maret 2024 yang merupakan hari pemeriksaan pemohon Victor Mambor.
“SP3 hanya satu kali. [Dasarnya karena kami menilai] tidak cukup bukti, saksi tidak melihat langsung, hanya saksi yang mendengar. [Selain itu] alat bukti [berupa] rekaman CCTV [juga] minim,” katanya.
Ahli hukum pidana Dr Ahmad Sofian SH MA menyatakan peledakan benda dugaan bom di dekat rumah jurnalis Jubi, Victor Mambor pada 23 Januari 2023 adalah tindak pidana. Hal itu disampaikan Ahmad Sofian selaku saksi ahli pihak pemohon Pra Peradilan atas penghentian penyidikan dugaan teror bom terhadap Victor Mambor yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (3/7/2024).
Ahmad menuturkan bahwa pelapor mengatakan penyidik punya alat bukti, sedangkan penyidik mengatakan tidak punya cukup bukti maka alat bukti itu diversifikasi. Penyidik tidak berwenang menilai kualitas dari alat bukti, tapi yaang berwenang untuk menilai kualitas alat bukti itu ada pada majelis hakim yang memeriksa pokok perkara.
“Makanya ada pra peradilan, supaya alasan penghentian penyidikan itu bisa dipertanggungjawabkan di depan hukum, karena dikhawatirkan penghentian penyidikan itu subjektif. Penyidik tidak bisa menilai kualitas alat bukti itu. Kualitas alat bukti itu diperiksa dalam sidang pokok perkara oleh majelis hakim. Yang penting penyidik menemukan dua alat bukti yang melihat, mendengar peristiwa pidananya,” ujarnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!