Jayapura, Jubi- Pelanggaran HAM di Tanah Papua sampai saat ini tidak kunjung diselesaikan. Eskalasi konflik justru semakin meningkat. Hal itu menghawatirkan karena tanpa penyelesaian, konflik akan terus berkepanjangan.
Meningkatnya gejolak konflik horizontal ditengah masyarakat ditandai dengan adanya kelompok-kelompok Orang Asli Papua atau OAP dan Non OAP yang masing-masing memperkuat diri untuk bersaing.
Anton Ibra, Staf Aliansi Demokrasi Untuk Papua atau ALDP dalam diskusi yang digagas oleh ALDP di Jayapura, Provinsi Papua, pada Rabu (29/05/2024), membahas situasi HAM di Tanah Papua periode Januari sampai April 2024. Menurut Ibra terutama pasca meninggalnya mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, eskalasi konflik horizontal meningkat.
“Gejolak konflik horizontal ditengah masyarakat semakin meningkat, dimana mulai ada kelompok antara Orang Asli Papua, Non Orang Asli Papua yang semakin menguat dan itu semua semakin bertambah lagi dengan kematian Lukas Enembe, masing-masing kelompok memperkuat diri untuk bersaing,” katanya.
Ia juga mengatakan situasi HAM di Tanah Papua pada periode empat bulan ini ditandai oleh konflik bersenjata yang dilakukan TNI/POLRI dengan TPNPB yang telah menempatkan masyarakat sipil menjadi korban utama dan terbanyak. Konflik itu juga menyebabkan macetnya penyelenggaraan pembangunan yang sebenarnya menjadi hak rakyat, kata Ibra.
Selain itu, menurutnya, kebijakan yang dilakukan pemerintah juga menempatkan rakyat bukan lagi sebagai subjek tapi sebagai objek dari arogansi kekuasaan. “Perbedaan cara pandang permasalahan di Papua diperburuk dengan mekanisme penyelesaian masalah yang masih bersifat sentralistis. Akibatnya kebijakan yang dilakukan negara tidak memberikan jaminan penyelesaian permasalahan HAM dan perlindungan bagi masyarakat sipil,” katanya.
Ia juga menyampaikan pasca gelaran Pemilihan Umum pada 14 Februari 2024 lalu, sejumlah permasalahan kepemiluan mendorong sejumlah tokoh pemerintah di tingkat lokal, baik eksekutif dan legislatif sibuk hingga kehilangan fokus dan perhatian terhadap tanggung jawabnya. Hampir tidak terlihat kebijakan kongkrit untuk menunjukan keberpihakan pada permasalahan HAM dan solusinya di Tanah Papua, kata Ibra.
“Demikian juga kekuatan masyarakat sipil turut dilumpuhkan dengan sejumlah agenda, ancaman tapi juga stigma yang dilontarkan pada mereka,” lanjutnya.
Ibra juga menyebut persaingan kelompok masyarakat OAP dengan Non OAP ini tampak lewat pemilu kemarin dan sekarang akan berhadapan lagi dengan pemilukada. “Dari sini masing-masing komunitas mulai memperkuat diri mendukung seseorang untuk memangku jabatan. Dan orang itu bisa membawa dampak bagi kelompok-kelompok itu, dan semua ini tidak terlepas dari persoalan HAM yang akan menimbulkan masalah di Papua. Sekarang bicara pelanggaran HAM apakah pelanggaran HAM karena ada konflik ataukah sebaliknya?”, ujar Ibra.
Apakah pelanggaran HAM hanya sebatas aksi kekerasan yang ditimbulkan TPNPB dengan TNI/POLRI atau juga dari aspek sipol dan ekosob soal perebutan tanah ulayat dan investasi. “Sebenarnya masih banyak pelanggaran HAM yang sampai sekarang belum diselesaikan tapi malah ada yang baru lagi,” katanya.
Prof Dr Drs Avelinus Lefaan MS, seorang dosen Fisip Uncen berpendapat masalah HAM itu bukan saja tanggung jawab pemerintah atau dari TNI/Polri atau dari siapapun tapi masalah HAM adalah tanggung jawab bersama masyarakat Papua. Lefaan menekankan ada aturan main dan mekanisme HAM yang harus diterapkan dan bagaimana dapat dijalankan ditengah masyarakat.
Menurutnya sosialisasi Hak Asasi Manusia kepada masyarakat dan aparat keamanan itu penting sehingga konsep HAM itu dipahami masyarakat dan aparat keamanan. “Sehingga tidak terjadi pertentangan-pertentangan di masyarakat, itu yang penting,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!