Jayapura, Jubi – Seiring hadirnya empat Daerah Otonomi Baru atau DOB di Tanah Papua di 2022 yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, serta Provinsi Papua Barat Daya, kini ada enam Majelis Rakyat Papua di Tanah Papua. Keberadaan enam lembaga representasi kultural Orang Asli Papua itu dinilai akan memperkuat upaya melindungi hak dasar Orang Asli Papua.
Majelis Rakyat Papua adalah lembaga representasi kultur Orang Asli Papua yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua). UU Otsus Papua menyatakan Majelis Rakyat Papua dibentuk dengan wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Pembentukan empat provinsi baru di Tanah Papua yang diikuti dengan pembentukan empat Majelis Rakyat Papua sempat dikhawatirkan akan membuat lembaga representasi Orang Asli Papua itu melemah dan terframentasi, antara lain karena potensi perbedaan pandangan di antara mereka. Namun para pimpinan Majelis Rakyat Papua dari sejumlah provinsi baru justru yakin keenam lembaga itu akan padu menjalankan tugas dan fungsinya di seluruh Tanah Papua.
Ketua Majelis Rakyat Papua Tengah, Agustinus Anggaibak mengatakan hadirnya MRP di empat provinsi baru tidak akan menimbulkan masalah, karena koordinasi tetap berjalan seperti biasa, terutama hal-hal bagi kepentingan Orang Asli Papua atau OAP. “Saya tidak tahu [bagaimana MRP bekerja] selama MRP masih [terbatas] di dua provinsi [induk]. Tetapi sekarang MRP di Tanah Papua betul-betul bersatu menjalankan visi-misi,” kata Anggaibak saat dihubungi, Jumat (12/7/2024).
Agustinus Anggaibak yang kini terpilih sebagai Ketua Asosiasi MRP se-Tanah Papua menyebut koordinasi di antara lembaga MRP di enam provinsi Tanah Papua semakin meningkat pasca terbentuknya Asosiasi MRP. Asosiasi itu terbentuk di Timika, Ibu Kota Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, pada pertengahan April 2024 lalu.
Anggaibak menyatakan salah satu pokok pikiran yang mendasari dibentuknya Asosiasi MRP se-Tanah Papua adalah masukan dan aspirasi Orang Asli Papua yang ingin setiap MRP terus memperjuangkan hak-hak dasar OAP yang belum diproteksi dalam UU Otsus Papua.
Kondisi itu memotivasi para pimpinan dan anggota MRP se-Tanah Papua untuk membentuk asosiasi pimpinan MRP sebagai sarana untuk memperjuangkan hak-hak dasar OAP. Asosiasi MRP se-Tanah Papua langsung menggagas penyempurnaan UU Otsus Papua demi meningkatkan perlindungan OAP. “Dipandang perlu adanya pokok-pokok pikiran baru yang berpihak terhadap OAP dalam rangka penyempurnaan UU Otsus Papua dan dan peraturan pelaksanaannya,” katanya.
Asosiasi MRP se-Tanah Papua juga mendorong perluasan kebijakan afirmasi dalam rekrutmen politik di Tanah Papua. Mereka ingin persyaratan hanya OAP yang dapat dicalonkan menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Tanah Papua diperluas, sehingga hanya OAP yang dapat dicalonkan sebagai Bupati/Wakil Bupati/Wali Kota/Wakil Wali Kota di Tanah Papua.
Aspirasi itu telah disampaikan ke berbagai lembaga negara. Kini, Asosiasi MRP se-Tanah Papua menunggu jawaban Presiden Joko Widodo.
“Sekarang kita tunggu hasil dari Presiden. Sesuai aspirasi yang telah disampaikan, Bupati maupun Wali Kota se-Tanah Papua harus orang asli Papua. MRP sudah berjuang maksimal, semua aspirasi masyarakat telah disampaikan ke sasaran-sasaran yang dapat menjawab. Kita tunggu saja keputusan Presiden RI,” ujarnya.
Kian padu
Sama halnya disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Nerlince Wamuar Rollo. Ia menyebut lemah atau tidaknya lembaga yang ia pimpin itu kembali kepada pemerintah dalam memberikan dukungan kepada MRP.
“Kita mau kuat, bergerak dengan program kita, kembali kepada anggaran yang diberikan pemerintah. Kalau pemerintah tidak memperhatikan MRP, ya akan lemah,” kata Rollo usai menghadiri HUT Bhayangkara ke-78 di Stadion Mandala, Kota Jayapura, baru-baru ini.
Ia juga menyebut pembentukan Asosiasi MRP se-Tanah Papua membuat kerja enam MRP di Tanah Papua lebih padu. “[Dengan] dibentuknya Asosiasi MRP [se-Tanah Papua], tingkat koordinasi berjalan baik dan kerja MRP di seluruh Tanah Papua mulai terlihat. Untuk hasilnya, kembali kepada negara,” Rollo menambahkan.
Rollo menyatakan MRP periode ini telah membentuk alat kelengkapan lembaga, termasuk Panitia Khusus atau Pansus Pilkada dan DPRK, serta Pansus Afirmasi. Menurutnya, pansus yang dibentuk telah bekerja, dan ia berharap adanya dukungan dari pemerintah daerah untuk menindaklanjuti temuan MRP.
“Pansus sudah bekerja di mana banyak aspirasi masyarakat yang diterima dan dilanjutkan ke pemerintah, diharapkan pemerintah bijaksana melihat kebutuhan masyarakat,” katanya.
Rollo pun mengakui dukungan pemerintah daerah yang sangat memperhatikan hak-hak dari pada anggota MRP. “Harapan kami ke depan, Gubernur terpilih akan ada kerja sama yang lebih baik dengan MRP,” katanya.
Bersinergi dengan DPR Provinsi
Agustinus Anggaibak selaku Ketua Asosiasi MRP se-Tanah Papua menyatakan efektivitas Majelis Rakyat Papua menjalankan wewenangnya untuk melindungi hak dasar OAP juga ditentukan keberhasilan MRP bekerja sama dengan pemangku kepentingan yang lain, termasuk para gubernur, DPR provinsi, dan DPR kabupaten/kota. Ia berharap kerja sama antar lembaga itu semakin baik, agar semua pemangku kepentingan dapat bersama-sama menjaga Papua dengan baik.
“Pemerintah daerah harus mendukung kelembagaan MRP. Presiden saja memberikan apresiasi terhadap Asosiasi MRP karena kekompakan, dan bagaimana asosiasi bisa menjangkau keinginan masyarakat. Di Papua Tengah, dukungan [Penjabat] Gubernur [Papua Tengah] sejauh ini bagus. Harapan kami, baik gubernur maupun DPR provinsi terpilih dapat terus kerja sama [dengan] baik,” kata Agustinus Anggaibak.
Harapan itu juga disampaikan kepada pemerintah pusat agar berbagai hal yang diperjuangkan MRP se-Tanah Papua dapat direspon secara baik dalam memproteksi hak OAP sesuai dengan aspirasi masyarakat.
“Jangan bentuk MRP tetapi tidak pernah mendengar [kami] yang banyak bicara mengenai masyarakat adat, agama, juga perempuan. Pemerintah pusat jangan hanya melihat dari satu sisi, tetapi harus dilihat terobosan-terobosan yang dilakukan MRP se-Tanah Papua, bagaimana Papua bisa dijaga baik dalam bingkai NKRI,” kata Anggaibak.
MRP Pegunungan terkendala anggaran
Ketua Majelis Rakyat Papua Pegunungan, Agus Nikilik Huby juga menilai kehadiran MRP di enam provinsi justru memperkuat upaya untuk mengangkat hak-hak dasar Orang Asli Papua.
“Salah satu yang MRP se-Tanah Papua perjuangkan ialah soal hak dalam politik, di mana Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota [haruslah] Orang Asli Papua. [Aspirasi itu] telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo,” kata Huby.
Meskipun bisa bersinergi dengan MRP di provinsi lain, Huby menyatakan Majelis Rakyat Papua Pegunungan terkendala oleh terbatasnya dukungan pemerintah kepada mereka. Hingga kini Majelis Rakyat Papua Pegunungan belum memiliki kantor tetap.
Agenda atau program-program yang akan dan telah disusun MRP Pegunungan belum didukung oleh anggaran yang memadai. Akibatnya, program tidak jalan, karena tidak ada dana. Apalagi, sumber anggaran MRPP hanya dari satu pos, yaitu Dana Otonomi Khusus.
“Program kerja kami sudah banyak, seperti membentuk panitia khusus atau pansus maupun tim untuk seleksi para bakal calon kepala daerah nanti, namun belum diplenokan terbentur soal dana,” kata Huby. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!