Jayapura, Jubi – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kota Jayapura bersama mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi damai menolak program transmigrasi di Papua, di lingkaran Abepura, Kota Jayapura, Papua pada Senin (04/11/2024).
Para mahasiswa menentang rencana transmigrasi yang diusulkan pemerintah Indonesia, khususnya oleh Kementerian Transmigrasi, karena dinilai dapat mengancam keberadaan penduduk asli Papua.
Para peserta aksi menyampaikan kekhawatiran dan kegelisahannya terhadap rencana pemerintah yang akan kembali menjalankan program transmigrasi di Tanah Papua. Menurut mahasiswa program yang diklaim pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk, namun justru mengancam kehidupan masyarakat adat Papua, terutama dari segi penguasaan lahan, identitas budaya, dan hak atas tanah adat.
Dalam aksi itu mahasiswa membawa spanduk dan pamflet yang bertuliskan “Tolak Transmigrasi di Papua” dan “Papua bukan tanah kosong ”.
Salah satu Orator, Maksi You menyatakan program ini tidak membawa kesejahteraan, program transmigrasi hanya mempersempit ruang hidup masyarakat asli Papua.
“Pemerintah seharusnya memprioritaskan peningkatan sumber daya manusia Papua melalui pendidikan, kesehatan, dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal,” katanya.
Dikatakan, masyarakat asli Papua sudah memiliki potensi besar untuk membangun tanah kelahirannya sendiri. Sedangkan dengan adanya program ini dapat memperuncing konflik sosial di Papua.
“Kehadiran transmigrasi membuat masyarakat adat terpinggirkan di tanah mereka sendiri, yang menyebabkan hilangnya hutan dan tanah adat, serta mengancam keberlangsungan hidup dan budaya mereka,” katanya
Eli Suhun Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau FKIP dalam orasinya meminta agar Orang Papua tidak diam dan tidak membiarkan hal ini sampai terjadi, karena Papua bukan tanah kosong, ada orang Papua di atas tanah ini.
“Stop Rampas hak orang asli Papua di atas tanah ini, untuk itu mari sama-sama tolak transmigrasi ke tanah Papua kami makan di tanah kami sendiri, kita berdiri di atas tanah kita sendiri. Kami tidak butuh orang lain datang untuk mengambil tanah kami,”katanya
Ia menyebut program transmigrasi pada hakikat bukan penyetaraan pembangunan dan kesejahteraan bagi orang Papua. Namun, transmigrasi menambah penderitaan dan persoalan baru, serta marginalisasi orang asli Papua atau OAP.
“Masyarakat harus sadar kita saat ini menjadi minoritas di atas tanah adat kita sendiri. Itu karena transmigrasi sudah dimulai di zaman kolonial Presiden Soeharto. Dan program tersebut mengecil setelah Soeharto dilengserkan, namun Prabowo ingin menghidupkan kembali dalam skala besar. Mari kawan-kawan satu kata lawan,” katanya dalam orasinya.(*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!