Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua menyatakan pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk terkait polemik Proyek Strategis Nasional atau PSN Merauke telah mengabaikan imbauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM. LBH Papua meminta Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk mencabut pernyataannya tentang PSN Merauke, dan meminta maaf kepada publik.
Hal itu disampaikan Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay melalui keterangan pers tertulisnya pada Minggu (22/12/2024). Keterangan pers tertulis itu terkait dengan pernyataan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk kepada sejumlah wartawan di Jakarta yang menyebut PSN Merauke dilaksanakan pemerintah untuk kebaikan warga, dan menanggapi polemik PSN itu sebagai hal yang “… sudah biasa lah. Puas atau tidak puas pasti berlanjut seperti itu. Tapi pengerjaannya sudah berjalan dan juga ada keterlibatan masyarakat adat di sana.”
LBH Papua menilai pernyataan Haluk itu telah mengabaikan eksistensi Komnas HAM yang telah mengimbau agar PSN Merauke ditunda. Komnas HAM meminta PSN Merauke ditunda karena proses perencanaan pembangungan PSN tidak melibatkan masyarakat setempat dan tidak menerapkan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC).
LBH Papua mengingatkan seharusnya pemerintah pusat, termasuk Wamendagri, memperhatian imbauan Komnas HAM itu. “Semestinya Wamendagri sebagai pejabat publik tidak mengeluarkan pernyataan demikian, karena terkesan tidak menghargai eksistensi Komnas HAM sebagai Lembaga Tinggi Negara yang melakukan tugas mengembangkan kondisi yang konduksif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,” kata Gobay, sebagaimana dikutip dari keterangan pers itu.
Gobay menegaskan pernyataan Ribka Haluk itu juga mengabaikan ketentuan Pasal 43 ayat (4) dan (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua). Ketentuan itu menyatakan “penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apa pun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya”, dan mengatur kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten untuk memediasi penyediaan tanah ulayat itu.
“Wamendagri sebagai pejabat publik dalam mendukung PSN di Merauke … telah melanggar ketentuan Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan asas pelindungan terhadap Hak Asasi Manusia sebagimana diatur Pasal 5 huruf b Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kami sebagai kuasa hukum Masyarakat Hukum Adat Malind, Maklew, Khimaima, Yei, serta marga Gebze, Moiwend, Balagaize, Basikbasik, dan Kwipalo menegaskan Wamendagri [harus] segera cabut pernyataan … yang bertentangan dengan asas pelindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Wamendagri [harus] segera menyatakan permohonan maaf kepada Masyarakat Adat Marind Maklew, Khimaima, [dan] Yei yang menjadi korban PSN Merauke,” demikian keterangan pers LBH Papua itu.
LBH Papua juga meminta Presiden segera menghentikan seluruh aktifitas PSN di Merauke, dan mengelar dialog dengan masyarakat adat sesuai rekomendasi Komnas HAM. Menteri Pertahanan, Menteri Pertanian, maupun Menteri HAM juga diminta menghentikan seluruh aktifitas PSN Merauke, dan mengelar dialog dengan masyarakat adat sesuai rekomendasi Komnas HAM sebagai bentuk pemenuhan asas pelindungan terhadap hak asasi manusia.
“Ombudsman Republik Indonesia segera mengawasi pemerintah dalam melakukan rekomendasi Komnas HAM RI terkait PSN Merauke sesuai komitmen asas pelindungan terhadap Hak Asasi Manusia,” demikian keterangan pers LBH Papua. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!