Jayapura, Jubi – Sekelompok massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Papua Anti Korupsi atau AMMPAK melakukan demonstrasi damai di Pengadilan Negeri Jayapura, pada Jumat (3/3/2023). Mereka mendukung pihak Pengadilan Negeri Jayapura memproses hukum tersangka dugaan korupsi, yakni Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Silvi Herawati.
Mereka juga menuntut agar Pengadilan Negeri menolak Pra Peradilan yang diajukan Johannes Rettob dan Silvi Herawati.
Para demonstran membentangkan baliho dan pamflet di halaman Pengadilan Negeri Jayapura yang berisi tuntutan antara lain, “Jangan lindungi korupsi; Hakim yang mulia tolak segala dalil pemohon; Stop pasang karpet merah untuk Johannes Rettob dan Kejaksaan Tinggi Papua segera tangkap dan tahan Johannes Rettob dan Silvi Herawati;”. Demonstran juga meletakan sebuah karangan bunga berukuran besar sebagai dukungan terhadap kerja hakim dalam memberantas korupsi.
”Korupsi adalah musuh bersama. Korupsi sangat merugikan masyarakat,” kata Koordinator aksi, Yops Itlay dalam orasinya.
Pada 26 Januari 2023 Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Direktur Asian One, Silvi Herawati sebagai tersangka korupsi kasus pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125. Akan tetapi Kejaksaan Tinggi tidak menahan keduanya.
“Pelaksana Tugas Bupati Mimika sudah ditetapkan sebagai tersangka tetapi sampai hari ini belum ditahan. Apakah tidak ada orang lain yang mampu menjalankan pemerintahan [sehingga Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob tidak ditahan],” ujar Itlay.
Koordinator aksi lainnya, Alfred Pabika menyatakan tujuan kehadiran mereka adalah memberikan dukungan terhadap Pengadilan Negeri Jayapura dalam memproses hukum tersangka dugaan korupsi Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Direktur Asian One, Silvi Herawati.
“Kami mendukung penuh kerja-kerja dari Pengadilan Negeri Jayapura dalam memproses tindak pidana korupsi [Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Direktur Asian One, Silvi Herawati]. Kami masyarakat selalu ada [memberikan dukungan] itu,” kata Pabika dalam orasinya.
Pabika menegaskan, hukum tidak boleh diskriminatif. Menurutnya, ada perlakuan berbeda terhadap tersangka korupsi di Papua, misalnya tersangka dugaan korupsi Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe, Bupati Nonaktif Mimika Eltinus Omaleng yang ditangkap ada ditahan. Sementara Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Direktur Asian One, Silvi Herawati yang sudah menjadi tersangka tetapi belum ditahan karena hanya alasan mereka kooperatif.
“Ini hukum yang sangat diskriminatif. Ketika pejabat-pejabat orang asli Papua yang melakukan korupsi itu langsung ditangkap,” ujarnya.
Pabika mendesak agar Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Direktur Asian One, Silvi Herawati harus ditahan dan menjalani proses hukum. Pabika khawatir apabila tidak ditahan nantinya mereka dapat menghilangkan barang bukti maupun melarikan diri.
Pabika menyatakan agar Pengadilan Negeri Jayapura menolak Pra Peradilan yang diajukan Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob dan Direktur Asian One, Silvi Herawati. Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara atau SIPP dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Jap tercatat pada 24 Februari 2023, Johannes Rettob dan Silvi Hermawati mengajukan pra peradilan atas penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Papua.
“Kami merasa pra peradilan ini salah satu upaya untuk menghindari dari jerat hukum. Bukti sudah lengkap. Majelis hakim harus menolak pra peradilan [yang diajukan Johannes Rettob dan Silvi Herawati] demi hukum,” ujarnya.
Anggaran pengadaan pesawat dan helikopter itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD Pemerintah Kabupaten Mimika 2015 senilai Rp79.208.991.200. Anggaran itu kemudian ditambah hingga mencapai Rp85.708.991.200.
Kejati Papua menemukan dugaan penyimpangan dan korupsi dalam proses pengadaan itu. Pengadaan Helikopter Airbus H125 senilai Rp43.890.000.000 misalnya, menggunakan izin impor sementara. Akibatnya, setiap tiga tahun sekali helikopter itu harus direekspor untuk kemudian diimpor ulang.
Dugaan penyimpangan dan korupsi juga ditemukan dalam pengelolaan dana operasional pesawat dan helikopter itu. Penyidikan Kejati Papua menemukan dugaan PT Asian One Air belum membayarkan hasil operasional kedua pesawat yang nilainya mencapai Rp21.848.875.000.
Penyidikan Kejati Papua telah merinci berbagai pengeluaran Dinas Perhubungan Mimika dalam pengadaan pesawat dan helikopter itu. Biaya pengadaan pesawat terbang Cessna Grand Caravan C 2088 EX mencapai Rp34.015.415.000. Sementara biaya pengadaan helikopter Airbus H125 termasuk mobilisasi (feery flight) Rp43.890.000.000.
Biaya mobilisasi pesawat terbang Cessna dari Wichita, Amerika Serikat, menuju Singapura menelan dana Rp530.670.000. Sementara biaya pengadaan dan pemasangan AP, STOL sesuai quete number 0615-2CS menelan dana Rp477.589.700. Biaya operasional kedua pesawat itu mencapai Rp295.316.500.
Selain itu, Dinas Perhubungan Mimika juga mengeluarkan penambahan biaya atau Adendum II senilai Rp6.500.000.000. Total nilai anggaran dalam pengadaan kedua pesawat itu mencapai Rp85.708.991.200.(*)