Jayapura, Jubi – Sejumlah mahasiswa Papua yang berkuliah di Rusia dan Australia meminta pemerintah menghormati hak kesehatan Gubernur Papua, Lukas Enembe yang telah ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi senilai Rp1 miliar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka meminta Lukas Enembe diizinkan berobat ke luar negeri.
Presiden Ikatan Mahasiswa Papua se-Federasi Rusia, Yosep Iyai menyatakan akses pelayanan kesehatan bagi Gubernur Papua, Lukas Enembe merupakan hak fundamental. Ia menegaskan Enembe berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Iyai mengatakan Gubernur Papua harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala di rumah sakit yang selama ini merawatnya di Singapura. Iyai menyatakan proses perawatan itu akan berbeda jika perawatan ditangani oleh dokter baru.
“Kita sudah punya banyak pengalaman, ketika pejabat Papua berobat di dalam negeri, rata-rata, walau tidak semua, mereka tidak selamat. Ada semacam kecurigaan bahwa ketika Orang Asli Papua berobat di rumah sakit dalam negeri, rata-rata mereka tidak selamat. Ketakutan itu merupakan akumulasi sederetan pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya,” kata Iyai melalui layanan pesan WhatsApp kepada Jubi pada Kamis (29/9/2022).
Iyai juga menyatakan pemerintah harus menghentikan segala bentuk diskriminasi kepada Gubernur Papua. Menurut Iyai, penetapan Gubernur Papua sebagai tersangka penerimaan gratifikasi senilai Rp1 miliar harus dibuktikan dengan data yang akurat.
“Nyatanya gratifikasi itu kan masih belum dibuktikan, masih dalam tahap penyelidikan. Belum lagi, Dana Otonomi Khusus yang penyebutan nilainya berbeda-beda. Kami melihat dari sisi keterbukaan informasi, pusat tidak mau langsung bongkar. [Kasih] pernyataan duluan, bukti dan data untuk menperkuat statement tersebut jadi lambat. Nampaknya pusat masih mencari data-data tersebut untuk memperkuat statement,” ujarnya.
Iyai menegaskan pemerintah harus bisa mempertanggungjawabkan segala macam tuduhan kepada Lukas Enembe dengan memberikan data yang aktual, akurat, dan berimbang kepada publik. Hal itu penting untuk menghindari kegaduhan, baik secara vertikal maupun horisontal.
“Gratifikasi Rp1 miliar itu kan menurut KPK, belum ada data yang aktual, akurat, dan berimbang, [sehingga] menimbulkan kecurigaan bahwa gratifikasi itu temuan awal. Sementara belum ada respon dari Gubernur Papua, di media beredar video beliau, berita yang tidak faktual, dibuat, dan akhirnya beliau tampak di mata publik seakan memang terbukti menerima gratifikasi,” kata Iyai.
Iyai berharap penetakan Gubernur Papua sebagai tersangka penerimaan gratifikasi tidak akan mengganggu program beasiswa yang didanai dengan Dana Otsus Papua. Ia berharap situasi itu tidak menghambat kucuran beasiswa bagi mahasiswa Papua di Rusia maupun negara lainnya.
Di Australia, sejumlah mahasiswa asal Papua menggelar demonstrasi di depan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Perth pada Rabu (28/9/2022). Dalam unjuk rasa itu, mereka memprotes langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka penerimaan gratifikasi. Para mahasiswa itu membawa sejumlah poster berbahasa Inggris yang meminta KPK tidak mengkriminalisasi Lukas Enembe, dan mengizinkan Enembe berobat ke luar negeri.
Para mahasiswa itu melakukan aksi diam di sana selama empat setengah jam. “[Kami] tidak pakai pelantang atau berorasi. Kami hanya bawa poster saja, berdiri di depan KJRI Perth, dengan tujuan pihak KJRI mendengar tuntutan kami dan menindaklanjuti,” kata Frans Biniluk saat dihubungi Jubi melalui layanan pesan WhatsApp pada Rabu (28/9/2022).
Para mahasiswa asal Papua di Australia itu meminta pemerintah menghentikan segala bentuk diskriminasi kepada Gubernur Papua. “KPK membeberkan isu tanpa fakta yang jelas. Kami memandang itu sangat merusak nama baik dan citra Gubernur Lukas Enembe yang juga tokoh orang Papua. Kami juga merasa pemberitaan media cetak dan elektronik tanpa bukti yang solid, dan itu salah satu langkah kriminalisasi terhadap karakter pejabat Papua, khususnya Gubernur Papua,” kata Biniluk.
Biniluk menyatakan KPK seharusnya mengizinkan Enembe berobat ke luar negeri. “Terlepas dari itu, kami juga mengerti dan paham bahwa salah satu persyaratan KPK terhadap tersangka korupsi harus mempunyai kesehatan yang baik,” ujarnya. (*)