Jayapura, Jubi – Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Tanah Papua.
Ia mengatakan, diperlukan pengungkapan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu, dengan dimasukannya ayat tentang KKR di Provinsi Papua dan Pengadilan HAM dalam Perpres.
“Namun sampai hari ini [KKR] belum dibentuk. Beberapa tahun silam, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) KKR segera masuk ke Program Legislasi Nasional 2020,” kata John Gobai, Kamis (22/09/2022).
Menurutnya, Mahfud MD ingin RUU bisa lolos, agar pembahasan materinya bisa segera dilakukan. Pihaknya pun mengapresiasi langkah lolitik itu, karena dinilai sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Namun disayangkan, hingga kini belum ada Perpres untuk membentuk tim, yang tentunya berbeda dengan maksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46 UU No 21 tahun 2001.
“Mungkin tepat jika tim ini berlaku di luar Papua. Penegakan HAM dan KKR sangat terkait dengan teori negara hukum. Dalam kepentingan warga negara sebagai pemegang hak yang dilanggar oleh aparat negara, maka negara dalam konsepsi negara hukum akan kehilangan karakteristiknya sehingga perlindungan HAM merupakan bagian yang inheren dari teori negara hukum,” ujarnya.
Katanya, KKR adalah sebuah komisi yang ditugasi menemukan dan mengungkapkan pelanggaran HAM yang dilakukan pada masa lampau, dengan harapan menyelesaikan konflik dan mewujudkan rekonsiliasi nasional.
Gobai mengatakan, di beberapa negara pernah membentuk komisi seperti ini. Antarlain, di Afrika Selatan dan Timor Leste.
Di indonesia lanjut Gobai, pascareformasi pengakuan terhadap HAM menjadi semakin kuat dengan diaturnya HAM dalam Amardemen UUD 1945 dan Tap MPR XVII/MPR/1998 tentang HAM yang melampirkan sebuah Piagam HAM.
Kemudian diikuti pembentukan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, serta pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tingkat nasional melalui UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR dan telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
“Padahal banyak pelanggaran HAM yang terjadi dibawah tahun 2000 yang harus diselesaikan dengan KKR, sebut saja, Kasus PKI 1965, Kasus Talangsari dan Kasus Papua,” kata Gobai.
Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPR Papua itu mengatakan, dalam paripurna pembahasan APBD Perubahan Provinsi Papua Tahun Anggaran 2019, lembaga dewan mestinya telah mengesahkan Raperdasus tentang KKR.
Raperdasus itu telah dibahas bersama Biro Hukum Pemerintah Provinsi Papua, dilakukan konsultasi publik di lima wilayah adat, sesuai Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Produk Hukum Daerah.
“Namun pengesahan itu ditunda karena aturan KKR merupakan kewenangan pemerintah pusat, Gubernur Papua, Lukas Enembe, juga telah menugaskan Uncen mengkajian tentang KKR di Papua sebagai negara hukum, untuk menyelesaikan permasalahan distorsi sejarah dan pelanggaran HAM sejak integrasi Papua kedalam Negara Indonesia hingga hingga masa sekarang,” ucap John Gobai. (*)