Jayapura, Jubi – Hari ini, Selasa (1/11/2022), warga Kota Jayapura dikagetkan dengan berita meninggalnya Filep Jacob Spenner Karma atau lebih dikenal sebagai Filep Karma dengan panggilan akrab Kaka Yopi atau Yafis.
Banyak kaget dan merasa tak percaya tentang peristiwa ini, sebab sebelum Filep Karma dikabarkan hilang tetapi akhirnya ditemukan selamat di pantai Skouw. Namun kali ini benar, FJS Karma telah dipanggil menghadap Sang Pencipta di Pantai Base G, Kota Jayapura.
Ia meninggalkan dua anak kandung, Audrine dan Vina, beserta cucu-cucunya. Sedangkan istrinya, Nina, masih di Jakarta menjadi dosen.
Filep Karma merupakan anak tertua pasangan almarhum Andreas Karma dan Mama Noriwari.
“Saya sejak SMP sudah tinggal sendiri di rumah Dok V Atas, karena bapak bertugas jadi Bupati di Kabupaten Jayawijaya dan juga di Yapen Waropen,” kata Filep Karma, kala itu kepada jubi.id.
Dia menambahkan ayah kandungnya, Andreas Karma, beserta adik-adiknya Penina Karma, Magriet Karma, Ketty Karma, Constant Karma, Sientje Karma, dan Sari Karma, semua selalu mengikuti kedua orang tuanya.
“Saya memang pernah ikut sekolah di Wamena tapi waktu itu pelajarannya sudah saya pelajari di Jayapura sehingga saya minta untuk pulang saja ke Jayapura dan bersekolah di SD Kristus Raja Dok V sampai ke SMP Negeri 1 Jayapura di Dok V,” katanya.
Selama masih di SMP, Filep Karma termasuk salah satu murid yang sangat aktif di pelajaran ekstrakuler terutama di Pramuka. Hingga tak heran pada 1973, dia terpilih mewakili Papua dalam Jambore Pramuka pertama di Cibubur Jakarta.
Bukan hanya sampai di Jakarta saja, ketika ada Jambore Pramuka Sedunia, dia juga terpilih mewakili Indonesia ke Filipina.
Aktivitasnya di dunia pramuka terus berlanjut sampai ke tingkat SMA sempat bersama dengan Pramuka Penggalang juga ke Jambore tingkat Penggalang di Sibolangit tahun 1977.
Setelah menyelesaikan pelajaran tingkat SLTA di SMA Negeri I Abepura pada 1979, Filep Karma langsung melanjutkan pendidikan ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.
“Saya dari Papua angkatan ketiga, angkatan pertama Kaka Frans Jasman dan angkatan kedua Kaka Boy Dumatubun,” katanya saat berbincang dengan Jubi dan alumnus UNS, Bernarda Meteray, penulis buku Nasionalisme Ganda Orang Papua.
Saat bertemu dengan penulis buku Nasionalisme Ganda Orang Papua, Bernarda Meteray, menuturkan bahwa Kaka Yafis Karma termasuk alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Bahkan Kaka Yafis sempat meminta buku berjudul Nasionalisme Ganda Orang Papua dari salah satu alumnus UNS dan juga penulis buku, Dr Bernarda Meteray.
Selesai pendidikan sarjana di UNS Solo, Filep Karma kembali ke Papua dan bekerja di Pemerintah Provinsi Irian Jaya, Bidang Pendidikan dan Latihan di Kotaraja Kota Jayapura.
Berkat ketekunan dan keahliannya, Filep Karma terus memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan di Filipina di Aisan Institute of Manajement, 1997-1997.
Sepulang dari Filipina, terjadi reformasi dan saat itu bendera Bintang Kejora berkibar di mana-mana. Ia langsung memimpin pengibaran bendera Bintang Kejora yang dikenal dengan peristiwa Biak Berdarah, 6 Juli 1998.
Filep Karma mengatakan Biak Berdarah merupakan bagian kisah pilu yang menyisakan catatan kelam dalam sejarah rakyat Papua.
Aksi damai rakyat Papua di bawah menara air Kota Biak, Kabupaten Biak Numfor menuntut referendum, disertai pengibaran Bintang Kejora, sejak 2 Juli 1998 hingga 6 Juli 1998, dijawab dengan tindakan refresif aparat keamanan.
Selanjutnya pada 2004, Filep Karma kembali masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Abepura setelah menaikan bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 2004. Setelah ditahan selama 15 tahun akhirnya putra mantan Bupati Jayawijaya dan Kepulauan Yapen Waropen itu bebas.
Bagi Filep Karma ia merasa dipaksa bebas dari penjara kecil ke ruang penjara yang jauh lebih besar. Selamat jalan Jacob Filep Spenner Karma. (*)