Jayapura, Jubi – Mahasiswa Nduga di Kota Studi Jayapura kembali menggelar demonstrasi pada Selasa (4/10/2022) di Kota Jayapura. Mereka mendesak 6 prajurit TNI yang terlibat kasus pembunuhan dan mutilasi harus tetap diadili di Pengadilan Negeri Kota Mimika. Pihak kepolisian maupun TNI juga dituntut mencari tubuh korban yang belum ditemukan.
Demonstrasi yang berlangsung sejak pukul 08.00 WP itu digelar di beberapa titik, yakni Pos 7 Sentani, Expo, Perumnas 3 Waena, Kampus Uncen bawah dan lingkaran Abepura. Demonstrasi dijaga ketat aparat keamanan. Sejumlah polisi tampak memegang rotan, senjata api, pelontar gas air mata, mobil water canon tampak disiagakan.
Penanggung jawab aksi, Warnus Tabuni menyatakan itu merupakan aksi damaidan kemanusiaan, menuntut keadilan bagi keluarga korban. “Aksi hari ini kami damai bukan anarkis. Negara harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Pihaknya meminta enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo harus segera dihukum dan dipecat. Pihaknya meminta enam prajurit harus menjalani persidangan di Pengadilan Kota Mimika.
“Tuntutan kami jelas enam prajurit tersangka mutilasi segera diproses hukum dan dipecat, (mereka) harus disidangkan di peradilan umum bukan di peradilan militer,” kata Tabuni kepada Jubi.
Tabuni menyatakan enam tersangka prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo harus diadili di Pengadilan Negeri Kota Mimika, supaya keluarga korban bisa menyaksikan dan merasa puas. Tabuni menyatakan masyarakat Papua tidak mempercayai peradilan militer.
“Harus sidang di Timika supaya kita (keluarga korban) bisa menyaksikan. Jika dibawa ke luar Timika, maka tidak ada keadilan bagi masyarakat Papua,” ujarnya.
Tabuni menyatakan enam prajurit tersangka prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo harus mendapatkan hukum yang berat. Pihaknya juga meminta agar pihak kepolisian maupun TNI melakukan pencarian terakhir tubuh korban yang belum ditemukan.
“Mayat yang diserahkan ke keluarga itu tidak punya kepala, tangan dan kaki. (Kepolisian dan TNI) segera mencari bagian tubuh yang masih hilang hingga dapat,” ujarnya.
Mahasiswa lainnya, Kamus Bayage menyatakan pembunuhan dan mutilasi di Mimika merupakan tindakan tidak manusiawi. “Mutilasi di Timika ada watak predator, Kita tidak sama dengan binatang, kita manusia,” kata Bayage.
Bayage menyatakan kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika merupakan pelanggaran HAM. Ia mengajak semua pihak terutama mahasiswa wajib bersuara tentang kekerasan yang berulang-ulang terjadi di Papua.
“Jadi mahasiswa jangan pasif. Jika mahasiswa diam maka pelanggaran HAM terus terjadi. Jadi mahasiswa jangan takut bicara. Mari bicara bicara tentang pelanggaran HAM yang terjadi di Papua,” ujarnya.
Pantuan Jubi hingga pukul 12.20 WP mahasiswa masih berorasi di lingkaran Abepura. Sejumlah anggota DPR Papua juga sudah berada di lokasi aksi untuk mendengarkan aspirasi mahasiswa.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo sebagai kasus kasus itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementara penyidikan Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH yang hingga saat ini masih menjadi buronan.
Sebelumnya Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo menyatakan Kejaksaan Tinggi Papua tidak terlibat dalam penanganan kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Kabupaten Mimika. Hal itu dinyatakan Kondomo di Kota Jayapura, Senin (3/10/2022).
“Kejati Papua belum menangani [kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika],” kata Kondomo kepada wartawan yang meliput Asisten Pidana Militer Kejaksaan Tinggi Papua yang berlangsung di Kota Jayapura pada Senin (3/10/2022).
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Kondomo menyatakan kasus mutilasi terhadap empat warga asal Nduga itu masih ditangani penyidik Polisi dan penyidik Kepolisian Daerah Papua . “Masih [ditangani] teman-teman di TNI dan maupun di kepolisian,” katanya.
Kondomo juga menyatakan belum ada perkara koneksitas yang ditangani Kejaksaan Tinggi Papua . Ia menyatakan masih berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung terkait dengan perkara-perkara koneksitas yang melibatkan prajurit TNI dan warga sipil di Papua .
“Kami masih koordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung. Nanti petunjuk-petunjuk lanjut bagaimana, kami ikuti dari Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Pidana Militer Kejaksaan Tinggi Papua , Kolonel CHK Dasatriadi Andharu Harimurti Hartoko SH menyatakan belum ada petunjuk dari Jaksa Agung Muda Pidana Militer di Kejaksaan Agung untuk menangani perkara pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika. Ia juga menyatakan masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung mengenai penangan perkara pembunuhan dan mutilasi di Mimika itu.
“Dari Jaksa Agung Muda Pidana Militer belum ada petunjuk. masih menunggu. Untuk sementara belum ada,” kata Andharu kepada Jubi.
Sebelumnya, berbagai pihak juga telah melakukan tuntutan serupa. Desakan itu antara lain disampaikan Komnas HAM RI , DPR Papua, dan kuasa hukum keluarga korban.
Pengajar Sistem Peradilan Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi yang diwawancarai Jubi pada 15 September 2022 menyatakan Jaksa Agung Muda Pidana Militer atau Jampidmil, menjadi kunci memastikan enam prajurit TNI tersangka kasus itu, nantinya diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Kota Timika.
“Ini saatnya Jaksa Agung Muda Pidana Militer menjalankan tugasnya, dengan memastikan 6 prajurit TNI itu dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Timika,” kata Fachrizal kepada Jubi.
Menurut Fachrizal, akan jadi masalah jika penyidikan perkara pembunuhan dan mutilasi itu dijalankan secara terpisah oleh Pomdam XVII/Cenderawasih dan penyidik Polda Papua.
“Karena pembunuhan itu dilakukan bersama-sama oleh prajurit TNI bersama warga sipil, perkara itu mutlak harus ditangani melalui mekanisme koneksitas. Itulah peran yang bisa dilakukan Jaksa Agung Muda Pidana Militer, memastikan pengadilan koneksitas digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Timika,” kata Fachrizal.
Fachrizal meminta Jaksa Agung Muda Pidana memerintahkan Oditurat, agar melimpahkan berkas perkara jasa TNI itu kepada Asisten Tindak Pidana Militer (Aspidmil) Kejaksaan Tinggi Papua. Selanjutnya, Aspidmil Kejaksaan Tinggi Papua akan melimpahkan berkas perkara enam prajurit TNI dan empat warga sipil yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu kepada PN Kota Timika.
“Itu sesuai dengan semangat reformasi sistem peradilan pidana Indonesia untuk mengembalikan supremasi kekuasaan penegakan hukum dari militer kepada kekuasaan sipil. Itu sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 , yang secara tegas mengeliminir peran tentara dalam sistem pemerintahan sipil, termasuk juga dalam sistem peradilan pidana sipil,” kata Fachrizal. (*)