Jayapura, Jubi – Memperingati Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Suu Bin Tedei (Noken Perempuan Papua) menggelar diskusi bagi perempuan Papua untuk berbagi kisah yang menginspirasi dan saling menguatkan satu sama lain.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Suu Bin Tedei (Noken Perempuan Papua), Ester Haluk, di Gedung Sophie P3W Padang Bulan, Kota Jayapura, Papua, Jumat (29/11/2024) usai kegiatan.
Haluk mengatakan melalui tema Women to Women: Share 2 Inspire mereka hendak membuka ruang bagi perempuan untuk saling berbagi, menginspirasi, dan menguatkan antar sesama perempuan. Hal itu juga didasarkan pada pengalamannya, dimana ada perempuan-perempuan hebat yang mendorongnya hingga berada di titik seperti sekarang.
“Kami memulai kegiatan dengan membuka ruang bahwa ketika perempuan berbagi, kami berbagi untuk saling menguatkan [karena] persoalan yang kita hadapi hampir sama. Itu sebabnya [disebut] women to women,” ujarnya.
Menurut Haluk, terlebih di Papua, budaya patriarki masih kuat tumbuh dalam kehidupan bermasyarakat. Kekerasan yang dialami perempuan setiap tahun meningkat baik dalam ruang privat atau domestik. Juga kekerasan secara struktural yang sangat masif di Tanah Papua.
Seperti yang disampaikan sejumlah peserta perempuan maupun laki-laki di dalam acara tersebut, mereka bertumbuh besar menyaksikan kekerasan di rumahnya sehingga menimbulkan dampak psikologis. Bahkan, ada juga peserta yang sampai trauma untuk membangun relasi lawan jenis karenanya.
“Kami menciptakan ruang seperti ini untuk bisa membantu mereka. Meskipun sederhana dan biasa, saya percaya walaupun yang dilakukan kecil tapi kalau konsisten bisa berdampak. Ini juga sebagai bagian dari healing process. Kami mau masyarakat memiliki mental yang sehat,” katanya.
Sementara itu, Theresia Korain, Pengacara Pos Bantuan Hukum Pengadilan Negeri Jayapura berbagi peran perempuan mengantisipasi kekerasan domestik, termasuk seksual, mulai dari lingkungan rumah.
Ia mencontohkan dirinya yang memiliki sejumlah keponakan di rumahnya, baik perempuan atau laki-laki, semua mengambil peran dalam urusan rumah tangga.
“Sehingga masa datang, mereka sudah terbiasa pembagian tugas domestik (masak, menyapu). Termasuk juga pendidikan dini tentang apa saja yang bisa disentuh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain,” katanya.
Ia menambahkan untuk mengkampanyekan isu ini dibutuhkan kemampuan berkomunikasi disesuaikan kategori usianya, seperti anak-anak, remaja, maupun dewasa. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!