Jayapura, Jubi – Mahasiswa Katolik Tauboria, di Kota Jayapura, Papua mengadakan seminar sehari bertajuk “Buat Ko dan Sa, Apakah penting makan siang bergizi gratis di Papua?“
“Tema Buat Ko dan Sa, Apakah penting makan siang bergizi gratis di Papua ini untuk melihat, dan menggali bagaimana kinerja Presiden Prabowo Subianto. Kami melihat program ini tidak sesuai kondisi Papua,” ujar ketua Panitia seminar sehari, Thomas Navigo Taa, di Asrama Mahasiswa Katolik Tauboria, di distrik Abepura, Kota Jayapura Papua pada Sabtu (1/3/2025).
Menurutnya, mereka mengritisi program tersebut sebab masyarakat di Papua lebih membutuhkan pendidikan gratis ketimbang makan bergizi gratis. Atas dasar itu pula pihaknya menggelar seminar tersebut agar menjadi suatu pegangan pemahaman dalam melihat penerapan program MBG.

“Target seminar untuk mengajak teman-teman lain menyuarakan penolakan terhadap MBG, agar program ini diganti pendidikan gratis di Papua,” ujarnya.
Ia mengatakan seminar tersebut baru kali pertama diadakan, sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun ke-49 Asrama Mahasiswa Katolik Tauboria, yang berkedudukan di Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua.
“Dengan menghadirkan lima narasumber yaitu perwakilan aktivis Papua, Nelius Wenda, Anggota DPR Papua Tengah John NR Gobai, perwakilan gereja, FR Siorus Degei, perwakilan akademisi Robert Yewen, dan koordinator Badan Gizi Nasional Provinsi Papua, Rama Irjayanto Putra Sukoco Borotian,” ujarnya.
Ketua Koordinator Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau (SPPG) Badan Gizi Nasional di Provinsi Papua, Rama Irjayanto Putra Sukoco Borotian mengapresiasi kegiatan tersebut. Melalui kegiatan ini, mahasiswa bisa mendapatkan informasi mengenai program MBG, ujarnya.
“Kami dari Badan Gizi Nasional atau BGN harap untuk mendapat manfaat dari nol usia hingga Ibu hamil, Ibu menyusui, balita, dan anak Paud /TK, SD, SMP, serta SMA/SMK,” ujarnya.
Menurut Borotian untuk memperbaikinya, BGN akan bekerja memaksimalkan mungkin. “apakah itu berarti di Papua kekurangan makanan? Tidak, di Papua masih bisa menemukan makanan di mana saja. Tapi apakah makanan bergizi? Nah, untuk itu kami hadir agar anak-anak di Papua terjamin makanan bergizi gratis,” ujarnya.
“Harapan kami sangat tinggi, banyak isu yang beredar [menolak program Makan Bergizi Gratis] tapi kami akan memperbaiki komunikasi kami, dan kami terbuka untuk umum dan dievaluasi bahkan dikritik,” ujarnya.
Anggota DPR Papua Tengah mekanisme pengangkatan, John NR Gobai yang juga menjadi narasumber di seminar tersebut mengatakan kebijakan pemerintah memberikan makan terhadap anak sekolah bukanlah program yang baru. Makan merupakan kebutuhan dasar manusia, dan pendidikan juga penting.
“Pada waktu lalu ada program pemberian makanan Tambahan Anak Sekolah atau (PMTAS), dasarnya Permendagri No 18 tahun 2011 tentang pedoman PMTAS penyediaan makanan tambahan,” ujarnya.
Menurutnya, dulu program gizi anak sekolah dikerjakan secara nasional oleh Kemdikbud pada 2014-2019 bekerjasama dengan World Food Program (WFP) di 300 Kabupaten/Kota dan 600 SD daerah terluar se- Indonesia. Dapurnya ditangani oleh orang tua dan masyarakat kampung sendiri.
“Kini Presiden Prabowo meluncurkan program Makanan Bergizi Gratis atau MBG. Pengalaman pelibatan masyarakat jauh lebih cocok, seperti dalam program PMTAS dan (Program Makanan Tambahan Anak Sekolah),” katanya.
Gobai menyoroti skema kerja yang perlu ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional dalam program MBG di Tanah Papua. Sehingga BGN perlu melakukan sosialiasi kepada Pemda, Yayasan dan Sekolah. BGN diperlukan untuk merumuskan juknis bersama mengingat situasi di daerah di Papua berbeda beda.
“Pendidikan Gratis dan Makan Gratis sama sama penting,” ujarnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!