Jayapura, Jubi – Dinas Pendidikan atau Disdik Kota Jayapura, terus bergerak mensosialisasikan Pelestarian atau revitalisasi Bahasa Daerah, melalui program sekolah kampung pada delapan kampung di wilayah itu.
Hal itu dikatakan Kepala bidang atau Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Grace Linda Yoku kepada Jubi saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (10/6/2024).
Pihaknya masih melakukan tahapan sosisalisasi kepada masyarakat dan delapan pemerintah kampung di Kota Jayapura, terkait Peraturan Daerah atau Perda Kota Jayapura nomor 15 tahun 2022 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Perda tersebut, merupakan turunan dari UU nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.“Semua yang ada di dalam UU itu, Pemkot [Kota Jayapura] adopsi sebagai turunannya. Terutama di Bab V (lima) yang menjelaskan tentang sekolah kampung. Itu yang menjadi inovasi Pemkot Jayapura dalam pelestarian bahasa,” kata Yoku.
Sebagai langkah awal, ada tiga bahasa masyarakat suku asli Jayapura yang akan direvitalisasi . “Kami akan mulai pada bahasa Tobati, yang digunakan masyarakat Kampung Tobati, Enggros, dan Holtekamp. Kemudian Bahasa bahasa Skouw yang digunakan masyarakat kampung Skouw Mabo, Skouw Yambe, dan Skow Sae, dan bahasa Sentani yang digunakan dua kampung di wilayah kota yaitu Waena dan Yoka,” urainya.
Pelestarian tiga bahasa itu akan diupayakan berjalan dengan maksimal, agar jadi sampel melestarikan bahasa-bahasa dari kampung lain kemudian.
Yoku menyebutkan di Jayapura sebenarnya ada delapan bahasa. Tiga bahasa di antaranya akan diupayakan jadi sampel pelestarian bahasa daerah, dalam program sekolah kampung. Ketiga bahasa tersebut juga telah dikamuskan. Sehingga akan menjadi bahan ajar yang memudahkan pengajar dan murid.
“Bahasa yang kami pakai untuk jadi contoh itu bahasa Skouw karena sudah ada kamus juga bahasa Tobati yang juga kami tuliskan kamusnya tahun ini, dan bahasa Sentani yang sudah ditulis oleh Dosen Unipa, Almarhum Andrias Deda. Jadi tiga bahasa yang kami jadikan contoh,”kata Yoku.
Adapun pengajarnya, adalah orang yang fasih terhadap bahasa setempat. Murid yang ditargetkan adalah para anak dari suku dan pemilik bahasa setempat. Meski domisili murid tersebut jauh dari kampung asalnya, tetapi dia wajib diikutkan dalam sekolah kampung. Demi revitalisasi bahasa.
Yoku mengatakan sesuai aturan pada Perda tersebut, sumber biaya program sekolah kampung bersumber dari dana otonomi khusus (Otsus) dan anggaran dana desa (ADD) . Pembagian tanggungan Pemkot dan Pemerintah Kampung, disesuaikan dengan mekanisme Perda.
“Pemkot Jayapura dari dana Otsus akan keluarkan biaya untuk bikin bahan ajar [bahasa], konsumsi setiap proses belajar dilakukan, biaya seragam jika dibutuhkan. Sementara untuk masing-masing pemerintah kampung, menyiapkan lokasi atau tempat belajar, dan menggaji tenaga pengajar bahasa,” katanya .
Yoku menambahkan, pengangkatan para guru pengajar bahasa daerah akan disahkan melalui surat keputusan (SK) kerja sebagai pengajar, oleh kepala kampung setempat. Murid yang belajar bahasa daerahnya dan tamat dari sekolah kampung, nantinya akan diberikan sertifikat tanda lulus.
“Kami berpikir, mereka [setelah tamat] harus mendapat sertifikat. Supaya menjadi ukuran, sudah berapa banyak anak-anak yang diselamatkan untuk menjadi penutur bahasanya sendiri,” .
Kepala Kampung Waena, Dominggus Modouw mengatakan, pihaknya siap berkontribusi dan berpartisipasi dalam program sekolah kampung. Pihaknya siap menyediakan dana dari ADD Kampung Waena.
“Kami akan menyediakan dana untuk membayar tenaga pengajar. Kami juga akan menyiapkan orang-orang tua penutur aktif bahasa Sentani, untuk mengajarkan bahasa kepada generasi kami. Hal ini penting, jika ditinjau kembali fenomena pudarnya bahasa daerah saat ini,” katanya.
Menurutnya, program pengembangan bahasa oleh Pemkot Jayapura tersebut, searah dengan program pengembangan budaya yang dirancang pihaknya sejak menjabat kepala kampung Waena, 2023 lalu. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!