Jayapura, Jubi – Pemerintah Kabupaten Sarmi di Provinsi Papua menganggarkan Rp44,95 miliar untuk menangani stunting pada 2024. Anggaran yang besar itu diharapkan dapat mencegah kasus stunting di Kabupaten Sarmi.
Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Sarmi, Agus Festus Moar mengatakan anggaran itu diperuntukkan bagi 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten Sarmi. Diantaranya, Dinas Perumahan dan Permukiman (Rp13,5 miliar), Dinas Kesehatan (Rp6,2 miliar), Dinas Perikanan (Rp3,7 miliar), Dinas Pertanian (Rp3,683 miliar), dan Dinas Ketahanan Pangan (Rp3,5 miliar). Sisa anggaran lainnya dikucurkan melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Rp3,47 miliar), Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (Rp3,44 miliar).
Anggaran penanganan stunting juga disediakan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM (Rp2 miliar), Dinas Pekerjaan Umum (Rp1,7 miliar), Dinas Sosial (Rp1,43 miliar), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Rp900 juta). Penanganan stunting juga dianggarkan untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Rp450 juta), Dinas Perencanaan Pembangunan Daerah (Rp400,785 juta), Sekretariat Daerah (Rp299.997 juta), dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Rp200 juta).
“Anggaran bervariasi. Setiap tahun kita [menganggarkan] biaya [penanganan stunting di] 15 OPD,” katanya.
Moar mengatakan penurunan stunting menjadi program prioritas nasional yang diatur Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Aturan itu ditindaklanjuti Peraturan Bupati Sarmi Nomor 52 Tahun 2023 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan Pencegahan Stunting Terintegrasi pada 2023/2024.
Moar meminta agar OPD Pemerintah Kabupaten Sarmi bersinergi melakukan pencegahan stunting. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua per Juni 2024, ada 587 balita yang diukur di Kabupaten Sarmi. Dari jumlah itu, terdapat 137 balita yang mengalami stunting
“Kitong melakukan program penurunan stunting [dengan] sinergi antara OPD,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sarmi, Dorlina R L Haay SKep mengatakan pihaknya akan fokus kepada upaya pemulihan gizi balita yang mengalami stunting. Dinas Kesehatan akan memberikan tambahan makanan selama 90 hari bagi balita yang mengalami stunting.
“Upaya pemberian makanan tambahan [untuk] pemulihan 90 hari. Setiap hari dikasih makan pangan lokal [bergizi]. Kami akan memperkuat [program itu dengan memberikan] tiga kali makan sehari,” katanya.
Haay mengatakan ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronis juga menjadi sasaran program pemulihan gizi. Ia berharap ibu hamil memperhatikan asupan gizinya.
Setiap orangtua juga diharapkan memperhatikan anak remajanya, untuk mengurangi terjadi perkawinan dini. “Perkawinan dini/kehamilan yang tidak diinginkan [berisiko mengalami] pola asuh yang kurang,” ujarnya.
Petugas Gizi Puskesmas Sarmi, Risliati mengatakan ada 315 balita yang diukur di Puskesmas Sarmi. Dari jumlah itu, ada 79 balita yang mengalami stunting dan tengah ditangani Puskesmas Sarmi. Ia mengatakan balita yang mengalami stunting berumur paling rendah enam bulan, dan yang tertua berumur empat tahun.
“Kami mengukur balita hingga umur 5 tahun, setelah itu dieliminasi [atau dikeluarkan dari daftar pemantauan]. Pendampingan lanjutan dilakukan oleh orangtua asuh,” kata Risliati saat ditemui di Puskesmas Sarmi pada Jumat (21/06/2024).
Risliati mengatakan pihaknya melakukan pemberian makanan tambahan pemulihan dan penyuluhan makanan tambahan. Makanan tambahan untuk pemulihan itu berupa pemberian susu bubuk, sedangkan pemberian makanan tambahan penyuluhan berupa bubur kacang ijo dan bubur ayam.
“Program pemberian makanan tambahan pemulihan itu dibantu Dinas Kesehatan. Sementara pemberian makanan tambahan penyuluhan memakai anggaran Dana Desa dan [anggaran] Dinas Kesehatan,” ujarnya.
Risliati mengatakan juga ada pemberian makanan tambahan lokal yang memakai sumber dana operasional kesehatan Kementerian Kesehatan. Menurutnya, intervensi pemberian makanan tambahan selama 90 hari itu akan dimulai di Juni 2024.
“Tahap pertama menu lengkap nasi, ayam, ikan sayur selama 90 hari baru mau dijalankan Juni 2024,” katanya.
Risliati juga mengatakan pihaknya juga memberikan tablet tambah darah bagi 81 ibu hamil. Selain, tablet tambah darah juga diberikan bagi remaja SMP dan SMA secara berkala setiap tiga bulan. “Ada lima SMP dan dua SMA di wilayah kerja Puskesmas Sarmi. [Pemberian tablet tambah darah] telah dimulai sejak Januari 2024,” katanya.
Makanan harus bervariasi
Dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih, Cenderawasih, Dr Rosmin M Tingginehe Spt MSi mengatakan salah satu perilaku yang berisiko menimbulkan stunting adalah pola konsumsi makanan yang sama secara berulang dalam jangka waktu yang lama. Menurut Rosmin, makanan yang dikonsumsi harus bervariasi, sehingga asupan gizi tercukupi.
“Beberapa keluarga yang kami tanyai hanya makan papeda, ikan kuah sayur, itu saja. Seorang anak seharusnya makan [makanan] berbeda dari orang tuanya, [karena kebutuhan] proteinnya agak tinggi. Ibu hamil seharusnya [mengonsumsi makanan dengan] vitamin tinggi, supaya tidak anemia dan sebagainya. Yang terjadi adalah makan [makanan] yang [sama] dari hari ke hari. Pola makan yang tidak beragam kan tidak harus mahal, tetapi keberagaman jenis makanan itu penting,” katanya.
Rosmin mengatakan program pemberian makanan tambahan bagi anak-anak yang mengalami stunting sangat bagus. Namun, Rosmin mengingatkan bahwa makanan tambahan seharusnya tidak hanya diberikan saat anak-anak sudah mengalami stunting.
“Kalau mau intervensi yang benar, harus ada jangka waktu untuk khusus memperbaiki status gizi pada anak-anak. Jangan menunggu anak sudah kurang gizi, atau masuk gizi buruk [baru diberikan makanan tambahan],” ujarnya.
Rosmin mengatakan pihaknya sedang melakukan pengembangan dan pemanfaatan bahan makanan lokal sebagai bahan pangan pencegahan stunting. Menurut Rosmin, penelitian itu meliputi pengembangan susu dari ulat sagu, daun kelor menjadi tepung, dan biskuit dari tepung ubi, tepung kelor, tepung sagu, tepung tulang ikan tuna, minyak buah merah, dan virgin coconut oil.
“Saya mulai mencoba membuat susu dari ulat sagu, suplemen [vitamin cair] dari ulat sagu. Kami sebagai akademisi berupaya untuk melakukan yang terbaik membantu pemerintah,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!