Sentani, Jubi – Sekitar 11 anak masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Ilaga, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, karena terkena penyakit campak atau morbili. Bupati Puncak, Willem Wandik menyatakan penularan campak di Puncak telah berstatus Kejadian Luar Biasa, dan meminta jajarannya mencegah penularan yang lebih luas.
Saat berkunjung ke RSUD Ilaga pada Kamis (2/3/2023), Wandik didampingi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Puncak Demus Wonda dan Direktur Utama RSUD Ilaga, Elpina Kogoya. Ia meminta Dinas Kesehatan Puncak mengambil langkah penanganan yang lebih serius, agar penularan penyakit campak tidak semakin meluas.
“Tadi saya sudah cek ke rumah sakit, dan cek kondisi pasien, berapa jumlah pasien, dan penanganan bagaimana. Ini sudah Kejadian Luar Biasa, sehingga perlu ada penanganan serius. Kepala Dinas sudah membentuk tim untuk menangani kasus itu,” ujar Wandik melalui keterangan pers tertulis yang diterima Jubi pada Sabtu (4/3/2023).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Puncak Demus Wonda, menjelaskan kasus campak awalnya ditemukan di Distrik Beoga, salah satu distrik yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Intan Jaya. Kasus morbili kemudian juga ditemukan di Ilaga.
“Pasien tersebut [mendapat] tindakan [medis] di Puskemas Beoga, dan sudah sembuh, kami suruh pulang. Kemudian ada empat kasus lain yang dirawat di Puskemas Ilaga. Mereka itu datang dari daerah-daerah di pinggiran Ilaga, sudah dirawat dan sudah sembuh. Sampai kini sudah 11 kasus yang ditangani RSUD Ilaga, dan 3 kasus sudah sembuh. Jumlah yang dirawat sampai saat ini ada delapan pasien,” kata Wonda.
Wonda menyatakan pihaknya mengikuti arahan Bupati Puncak dan membentuk tim yang akan turun ke delapan distrik induk untuk melakukan sosialisasi dan penanganan kasus campak. Karena situasi keamanan Puncak yang rawan oleh konflik bersenjata, Dinas Kesehatan Puncak meminta bantuan para hamba Tuhan agar mengumumkan kesiapan setiap puskesmas di Puncak memberikan imunisasi ataupun merawat pasien campak.
“Kami sudah siap logistik dan [sarana] pendukung untuk membantu petugas melakukan vaksinasi dan penanganan pasien jika ditemukan [kasus campak] di lapangan. Mereka sudah siap, termasuk [untuk melakukan] sosialisasi kepada masyarakat, sehingga KLB campak bisa segera ditekan,” tambahnya.
Wonda menyatakan kasus campak tidak hanya muncul di Kabupaten Puncak, namun juga ditemukan di Kabupaten Nabire, Deiyai, Dogiyai, Puncak Jaya, Mimika, dan Intan Jaya. Wonda mengakui imunisasi di Puncak tidak berjalan dengan lancar sejak tahun 2021, gara-gara pandemi COVID-19. Selain itu, eskalasi konflik bersenjata di Puncak juga menghambat pergerakan tenaga medis untuk aktif mendatangi sasaran imunisasi.
Wonda menyatakan data kasus menunjukkan kebanyakan pasien campak itu datang dari wilayah konflik bersenjata, dengan situasi keamanan yang rawan. Hal itu pula yang menyebabkan banyak ibu tidak membawa anaknya mengikuti imunisasi.
“Penyebab KLB morbili itu karena para ibu tidak rajin imunisasi sejak mengandung hingga melahirkan. Padahal seharusnya mereka [mendapat] imunisasi lengkap, terutama saat program [Bulan Imunisasi Anak Sekolah atau] BIAS. [Jika mereka telah diimunisasi, mereka] pasti terhindar dari penyakit campak,” kata Wonda. (*)
