Asmat, Jubi – Sinergi Sehat Indonesia, sebuah lembaga independen yang fokus di bidang kesehatan, menemukan kasus tuberkulosis (TB) pada sejumlah anak di Kabupaten Asmat, Papua.
Temuan tersebut berdasarkan hasil penelitian Sinergi Sehat Indonesia bersama UNICEF di Kabupaten Asmat, Papua beberapa waktu yang lalu.
Peneliti Sinergi Sehat Indonesia, Nopryan Ekadinata kepada Jubi di Agats, Kamis (20/10/2022) menyatakan pengambilan data TB pada anak dilakukan pada Agustus hingga September 2022. Penilitian dilakukan di Distrik Agats, Atsy dan Akat.
Subyek penelitian berlangsung di Puskesmas Agats, Yousakor dan Ayam. Kajian tersebut melibatkan sejumlah peneliti yang berada di Kabupaten Asmat.
“Tujuannya itu untuk melihat karakteristik TB anak di sini seperti apa? Dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti apa? Dan yang kita lihat apakah ada peluang. Peluang dalam artian itu dari kader, dari tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat di sini apakah ada masukan,” kata Rian.
Rian menjelaskan, kasus TB anak menjadi fokus penelitian Sinergi Sehat Indonesia bersama Unicef, sebab perhatian terhadap penyakit yang menimpa anak-anak ini masih kecil dibandingkan dengan TB dewasa.
Rian juga menjelaskan, seorang anak yang menderita tuberkulosis sangat rentan terserang penyakit lainnya (komplikasi) seperti stunting. Bahkan menurut dia, anak yang menderita penyakit tuberkulosis beresiko lebih besar terkena stunting.
“Dan anak yang stunting memiliki imun yang lebih lemah, itu juga berisiko kena TB, jadi ada dua arah. Ada implikasi dari TB ini ke faktor kesehatan anak,” ujarnya.
“Seorang yang positif TB apabila punya anak, nah anaknya itu harusnya dikasih terapi pencegahan. Biar anak yang awalnya TBC laten itu tidak menjadi TBC aktif. Karena kalau TBC aktif, anak itu bisa menularkan ke orang lain. Jadi memang perlu terapi pencegahan untuk anak,” sambungnya.
Rian memang tidak menyebutkan seberapa banyak temuan kasus tuberkulosis anak di Kabupaten Asmat, hanya saja dia menekankan bahwa di Asmat ada kasus TBC pada anak yang sudah resisten (kebal) obat, karena mengonsumsi obat tidak secara rutin.
“Soal angkanya (jumlah kasus), saya khawatir salah. Tapi yang jelas yang perlu digarisbawahi di Asmat ini ada kasus TBC pada anak yang sudah resisten obat. Nah itu yang menjadi konsen kami. Kita harapkan jangan sampai anak atau pasien dewasa TBC putus obat. Kasusnya ada, dan perlu ditelisik lagi. Harus ada survei lagi untuk memastikan jumlah kasus,” tuturnya.
Dari kajian tersebut, Sinergi Sehat Indonesia bersama Unicef merekomendasikan kepada pemerintah untuk melibatkan berbagai unsur dalam penanganan penyakit TBC anak di Kabupaten Asmat. Terutama melibatkan lembaga pendidikan atau peran sekolah untuk ikut memantau kasus tuberkulosis anak melalui screening.
“Sekolah memantau kasus dengan melakukan screening terhadap siswanya. Hasilnya kemudian disampaikan atau dikomunikasikan ke dinas kesehatan kabupaten,” kata dia.
Selain itu, direkomendasikan juga kepada pemerintah daerah untuk mengefektifkan peran kader posyandu dalam upaya menemukan kasus TBC pada anak di Kabupaten Asmat. Kader posyandu bisa menjadi perpanjangan tangan tenaga medis untuk memantau kasus TBC, termasuk bisa membantu memantau pasien minum obat secara rutin.
“Ternyata posyandu di Asmat ini berjalan aktif. Masukan kita adalah mengaktifkan peran kader dalam hal menemukan kasus TB. Bukan mendiagnosis, tapi kader posyandu itu tahu gejala TB seperti anak batuk, di leher anak ada pembekakan dan sebagainya,” kata dia.
“Yang kami jumpai hasilnya adalah banyak pasien yang putus obat. Pasien TBC atau TB kalau putus obat itu dia berisiko resisten obat. Kalau dia kebal obat, dia membutuhkan obat lain lagi. Nah obat lain itu harganya lebih mahal (ratusan juta rupiah). Dan resikonya adalah perawatan minum obatnya itu lebih panjang lagi,” jelas Rian.
Rian menambahkan, penelitian yang dilakukan Sinergi Sehat Indonesia bersama Unicef hanya untuk melihat kasus TB pada anak, bukan penelitian yang menyiapkan program terus dijalankan kepada masyarakat.
“Jadi kami melihat atau survei kondisi kasus TB di masyarakat itu seperti apa. Asmat dipilih karena memang Asmat ini ada karakteristik yang khusus,” tutupnya. (*)