Jayapura, Jubi – Kepala Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan Provinsi Papua Yulianus Kuayo, mengatakan, salah satu masalah guru adalah persoalan kesejahteraan dan perlindungan guru .
Kuaiyo mengatakan, persoalan kesejahteraan itu berkaitan langsung dengan gaji profesi para guru .
‘Bagi guru-guru yang PNS wajib hukumnya untuk mendapatkan gaji. Sementara kalau guru PNS yang belum mendapatkan sertifikat profesi, wajib mendapatkannya apabila yang memang sudah terdaftar, ” katanya kepada Jubi saat ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (27/11/2022).
“Gaji dan profesi guru itu, kalau dapat sudah pegawai negeri itu wajib hukumnya harus dapat, kalau profesi guru harus memenuhi proses, untuk mendapatkan itu,” katanya.
Lanjut Kuaiyo bahwa pemerintah secara aturan sudah punya langkah meningkatkan kesejahteraan. Tapi di lapangan kadang kesejahteraan tidak sebanding dengan kebutuhan guru.
“Tetapi ketika dia dapat maka dia seperti gaji tidak akan hilang, melekat sampai dia pensiun ada tunjangan khusus dan fungsional itu diberikan oleh pemerintah. Lalu ada dua jadi fungsional itu diperuntukkan untuk guru guru PNS terutama guru Yayasan Kita, lalu khusus guru PNS yang ada di daerah-daerah terpencil, tidak semua dapat. Untuk mendapatkan itu banyak aturan regulasi yang harus dipenuhi,” katanya.
Kuaiyo menjelaskan, kebijakan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe terkait dengan TPP bagi guru SMA SMK harus menjadi atensi Bupati Walikota se-Papua.
“Dengan adanya undang undang Otonomi Khusus jadi kalau ada kesejahteraan semakin baik untuk PNS nanti untuk non PNS ada kebijakan khusus lagi, karena non PNS juga mereka mendidik anak anak Indonesia dan anak anak Papua,”katanya.
Lanjut Kuaiyo bahwa, selain masalah kesejahteraan, perlindungan guru di Papua perlu mengingat mereka mengajar di wilayah rawan konflik.
“Di hari guru ini pemerintah harus mengevaluasi untuk bisa menjadi hal yang yang harus diprioritaskan untuk guru,” katanya.
Masalah serius lain, adalah pendistribusian guru guru. Pasalnya yang ditetapkan itu terkesan asal-asalkan. Ditetapkan karena kepentingan politik, hubungan kekeluargan dan lain-lain.
“Jadi distribusi guru gurunya di kota, lalu ada banyak guru yang sudah mutasi ke struktural, karena distribusi tidak merata, tidak ada jam mengajar. Ada yang pindah karena politik, diangkat jadi kepala bidang kepala seksi camat dan lain lain,”katanya.
“Dalam Undang-Undang Otsus No. 2 Tahun 2022 dalam pasal PP 106 diberi ruang kepada Pemerintah Provinsi Papua bahwa lulusan SMA-SMK bisa menjadi guru TK dan PAUD untuk mengisi kekurangan gurunya, tapi kalau kita baca sebetulnya tidak memberikan dampak untuk mengejar tertinggal mutunya kompetensi kesejahteraan tidak akan menjawab,”katanya.
Kuaiyo mengatakan, untuk saat ini perlu ada solusi yang harus diambil. Pemerintah harus mampu merevitalisasi bangunan fisik dari semua satuan Pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, SMK sesuai dengan jumlah siswa. Jadi harus dikembangkan mana yang menjadi prioritas. Selama ini asal saja bangun gedung, asal bisa dianggarkan. Padahal anggaran itu bisa dialihkan kepada biaya guru.
“Kalau sudah direvitalisasi, bangunan fisik. Maka saat ini perlu didata jumlah siswa. Setelah itu kemudian kita bisa tahu kita akan butuh guru sekian, lalu bangunannya sekian. Kalau kemudian pemetaannya sudah clear, maka nanti pemerintah dengan data data itu tidak menganggarkan uang yang ada. Jadi uang yang tadinya ada untuk mau dibangun sekolah atau sekolah yang mau direvitalisasi sekian misalnya satu ruangan belajar saja, Gedung yang harus dibangun satu ruang, kalau satu ruang saja sudah dibangun mau dibangun apa lagi,”katanya.
Kuaiyo mengatakan, pemerintah harus fokus menganggarkan anggaran untuk membenahi kualifikasi S1. Pemerintah harus membenahi kompetesi kemudian melakukan workshop. Itu harus dianggarkan.
“Perlu dilakukan juga distribusi guru harus diprioritaskan, lalu distribusinya harus dimulai kemudian direvitalisasi jadi itu solusi yang harus dilakukan untuk guru-guru dan sekolah yang ada saat ini,” katanya. ( *)