Jayapura, Jubi – Politisi Kaledonia Baru, baik yang pro-kemerdekaan maupun pro-Prancis, mengadakan pertemuan bersama untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. Pertemuan ini berlangsung di bawah naungan Menteri Luar Negeri Prancis, Manuel Valls, yang tengah berkunjung ke wilayah tersebut.
Pertemuan tertutup ini digelar di Kongres Kaledonia Baru pada Senin (24/2/2025) dan menjadi pendahulu bagi negosiasi lanjutan yang dijadwalkan berlangsung akhir pekan ini. RNZ Pasifik melaporkan pertemuan tersebut pada Selasa (25/2/2025) yang dikutip Jubi.
Persiapan Menuju Negosiasi Politik
Valls menjelaskan bahwa diskusi awal ini terutama berfokus pada metode yang akan digunakan dalam perundingan selanjutnya, yang dijadwalkan pada Rabu (26/2/2025), Kamis (27/2/2025), dan Jumat (28/2/2025).
Pada awal Februari, Valls telah bertemu dengan semua partai politik Kaledonia Baru yang diwakili di Kongres di Paris, namun secara terpisah. Ia kemudian sepakat untuk melanjutkan pembicaraan di Nouméa guna membahas peta jalan politik setelah tiga referendum pada 2018, 2020, dan 2021 menolak kemerdekaan dari Prancis.
Berdasarkan Perjanjian Nouméa 1998, setelah tiga kali penolakan kemerdekaan, semua pemangku kepentingan politik harus bertemu guna membahas implikasi dari hasil tersebut. Namun, sejak referendum terakhir pada Desember 2021—yang diboikot sebagian besar masyarakat Kanak—upaya perundingan kerap menemui kegagalan. Salah satu hambatan utama adalah ketidakhadiran partai Union Calédonienne (UC), elemen penting dalam blok pro-kemerdekaan.
Isu Reformasi Konstitusional dan Kerusuhan 2024
Di bawah pemerintahan Prancis sebelumnya, perundingan sempat terhambat oleh rencana reformasi konstitusional yang kontroversial. Reformasi ini berupaya mengubah persyaratan pemilih dalam pemilihan lokal dengan memungkinkan siapa pun yang telah tinggal di Kaledonia Baru selama minimal sepuluh tahun untuk memberikan suara.
Saat ini, daftar pemilih tetap “dibekukan,” yang berarti individu yang lahir setelah 1998 dilarang ikut serta dalam pemilu lokal.
Kebijakan ini awalnya dirancang sebagai langkah sementara, tetapi masih berlaku hingga kini, memicu protes luas dari komunitas Kanak.
Ketegangan memuncak pada 13 Mei 2024, ketika aksi protes berkembang menjadi kerusuhan sipil yang mengakibatkan 14 korban jiwa, ratusan bisnis hancur, penjarahan, serta kebakaran. Total kerugian material diperkirakan mencapai €2,2 miliar.
Tiga Isu Utama dalam Negosiasi
Valls mengungkapkan bahwa dalam pertemuan Senin (24/2/2025), tiga tema utama telah ditetapkan sebagai fokus negosiasi.
Pertama, hubungan Kaledonia Baru dengan Prancis, yang mencakup status politik wilayah tersebut, kemungkinan perubahan dalam hubungan konstitusional, serta proses dekolonisasi dan transfer kekuasaan yang tersisa dari Prancis.
Kedua, prinsip tata kelola politik, termasuk sistem pemerintahan di Kaledonia Baru, mekanisme pembagian kekuasaan, serta kemungkinan penyesuaian undang-undang pemilihan guna mencerminkan keseimbangan politik yang lebih inklusif.
Ketiga, kesepakatan sosial baru, yang berfokus pada upaya melibatkan generasi muda, terutama kelompok yang terpinggirkan, dalam pembangunan sosial dan ekonomi wilayah tersebut. Isu ini muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan dan ketegangan sosial yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
“Tidak ada tabu, semuanya bisa dibicarakan,” ujar Valls, menekankan tekad Prancis untuk mencapai kesepakatan dan menjaga persatuan Kaledonia Baru.
Ia juga menyatakan kesiapannya untuk memperpanjang kunjungannya jika diperlukan demi melanjutkan perundingan dengan semua pihak terkait.
Dinamika Politik Internal
Pertemuan di Nouméa dihadiri oleh seluruh partai politik pro-kemerdekaan dan pro-Prancis. Setelah sesi pleno pertama, Valls juga mengadakan diskusi tertutup dengan masing-masing kelompok guna mengklarifikasi berbagai isu yang masih menggantung.
Pada akhir pekan, Valls terlibat perdebatan dengan pemimpin pro-Prancis Nicolas Metzdorf setelah menyebut masyarakat Kanak sebagai “First Nation” atau masyarakat pertama.
Pernyataan ini memicu perbedaan pandangan di antara kubu politik.
Sementara itu, Front Pembebasan Nasional Sosialis Kanak (FLNKS) dijadwalkan mengadakan pertemuan pada Selasa (25/2/2025) untuk memilih biro politik baru dan menentukan sikap terhadap perundingan dengan Prancis.
Dua elemen utama FLNKS, yaitu Union Calédonienne (UC) dan Partai Persatuan Progresif di Melanesia (UPM), telah mengusulkan proses kemerdekaan cepat dengan “Perjanjian Kanaky” yang ditargetkan pada September 2025, diikuti masa transisi lima tahun.
Namun, Partai Pembebasan Kanak (PALIKA) dan UPM cenderung lebih moderat, membuka kemungkinan kemerdekaan dalam hubungan khusus dengan Prancis, mirip dengan model hubungan Kepulauan Cook dan Selandia Baru.
“Bagi kami, inti dari negosiasi ini adalah merumuskan ulang hubungan antara Kaledonia Baru dan Prancis. Waktu yang tersedia sangat berharga, dan kita harus memanfaatkannya sebaik mungkin,” ujar Jean-Pierre Djaïwé, pemimpin UNI-PALIKA, usai pertemuan Senin (24/2/2025).
Pemimpin UC, Emmanuel Tjibaou, menilai bahwa pendekatan Prancis kali ini lebih terbuka dibandingkan pemerintahan sebelumnya di Paris.
Upaya Mencapai Konsensus
Di pihak pro-Prancis, partai Les Loyalistes dan Rassemblement-LR tetap mendukung status quo, yakni mempertahankan Kaledonia Baru sebagai bagian dari Prancis. Mereka juga mengusulkan otonomi yang lebih luas bagi tiga provinsi di wilayah tersebut.
Tokoh Rassemblement, Virginie Ruffenach, menyerukan agar semua pihak menghindari pernyataan yang dapat memperburuk situasi.
“Saat ini, masyarakat menginginkan perdamaian. Kita berada dalam fase mencari konsensus, dan kita harus membangun kembali negeri ini,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!