Jayapura, Jubi – Perdana Menteri Kepulauan Cook, Mark Brown, menegaskan bahwa Selandia Baru tidak perlu terlalu banyak campur tangan dalam kesepakatan antara Kepulauan Cook dan China.
Kesepakatan tersebut, yang diperkirakan akan ditandatangani di Beijing minggu depan, telah menimbulkan kekhawatiran di pihak Selandia Baru, yang meminta tingkat pengawasan lebih besar terhadap isi perjanjian tersebut.
Dalam wawancara dengan RNZ Pacific, Brown menegaskan bahwa hubungan antara Kepulauan Cook dan Selandia Baru bersifat timbal balik.
“Mereka tentu saja tidak berkonsultasi dengan kami ketika menandatangani perjanjian kemitraan komprehensif [dengan China], dan kami tidak mengharapkan mereka berkonsultasi dengan kami,” katanya, sebagaimana dikutip RNZ Pacific dan Jubi.id, Sabtu (8/2/2025).
Brown juga menegaskan bahwa Selandia Baru tidak perlu terlibat langsung dalam perundingan ini. “Selandia Baru tidak perlu duduk di ruangan bersama kami saat kami menjalani perjanjian komprehensif dengan China,” tambahnya.
Ia mengakui bahwa pihaknya telah memberi tahu Selandia Baru mengenai rencana ini, tetapi tingkat konsultasi yang diminta dianggap tidak perlu. “Kami telah memberi tahu mereka tentang masalah ini, tetapi sejauh menyangkut konsultasi dan tingkat detail yang mereka minta, saya kira itu bukan persyaratan,” katanya.
Brown dijadwalkan melakukan kunjungan ke China pada 10 hingga 14 Februari untuk menandatangani “Rencana Aksi Bersama untuk Kemitraan Strategis yang Komprehensif”.
Meskipun Kepulauan Cook memiliki hubungan bebas dengan Selandia Baru—yang berarti negara ini menjalankan urusannya sendiri, tetapi Selandia Baru tetap memiliki kewajiban dalam urusan luar negeri, bencana, dan pertahanan—pemerintah Selandia Baru meminta konsultasi lebih lanjut mengenai isi kesepakatan dengan China.
Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Winston Peters, menyatakan bahwa pemerintahnya belum mendapat informasi detail mengenai isi perjanjian tersebut. “Kenyataannya adalah kami belum diberi tahu apa sifat pengaturan yang mereka inginkan di Beijing,” katanya kepada Morning Report.
Pada 2023, China dan Kepulauan Solomon menandatangani kesepakatan kerja sama kepolisian sebagai bagian dari peningkatan hubungan mereka menjadi “kemitraan strategis yang komprehensif”. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa perjanjian serupa mungkin terjadi antara China dan Kepulauan Cook.
Namun, Brown menegaskan bahwa ia telah berulang kali meyakinkan Selandia Baru bahwa tidak akan ada dampak terhadap hubungan kedua negara dan tidak ada kejutan, terutama dalam aspek keamanan.
“Namun, isi perjanjian ini adalah sesuatu yang sedang dikerjakan oleh tim kami dengan mitra kami di China, dan itu adalah sesuatu yang akan kami umumkan dan berikan setelah ditandatangani,” katanya.
Ia menambahkan bahwa perjanjian ini mirip dengan kesepakatan yang ditandatangani Selandia Baru dengan China pada 2014. Brown menyatakan bahwa perjanjian ini akan mencakup berbagai bidang kerja sama, termasuk penelitian penambangan laut dalam.
Namun, ia menekankan bahwa kebutuhan mendesak Kepulauan Cook adalah mendapatkan bantuan dari China untuk menggantikan kapal antarpulau yang sudah tua dengan kapal baru yang lebih efisien.
Dalam wawancara yang sama, Brown juga menyinggung tentang tekanan dari Selandia Baru terkait usulan paspor Kepulauan Cook.
Ia menyebut bahwa Selandia Baru “pada dasarnya akan menghukum siapa pun warga Kepulauan Cook yang ingin mengajukan paspor Kepulauan Cook” dengan meloloskan undang-undang yang melarang mereka juga memegang paspor Selandia Baru.
“Bagi saya, itu adalah sesuatu yang tidak dapat kami lakukan demi keamanan rakyat Kepulauan Cook. Entah itu dianggap melampaui batas atau tidak, itulah posisi yang diambil Selandia Baru,” katanya.
Sementara itu, juru bicara Winston Peters mengatakan bahwa kedua negara memiliki perbedaan pandangan dalam beberapa isu. Namun, Brown menegaskan bahwa hubungan antara Kepulauan Cook dan Selandia Baru tetap kuat meskipun terdapat ketidaksepakatan.
“Kita bisa sepakat untuk tidak sependapat dalam beberapa hal, dan sebagaimana negara-negara bangsa yang sudah dewasa, mereka memang memiliki titik-titik ketidaksetujuan, tetapi itu tidak berarti bahwa hubungan kita telah rusak,” ujarnya.
Selain itu, hubungan antara kedua negara juga mengalami ketegangan akibat insiden penyitaan kapal berbendera Kepulauan Cook yang membawa minyak Rusia oleh otoritas Finlandia pada Hari Natal. Kapal tersebut diduga merupakan bagian dari armada bayangan Rusia yang terlibat dalam pemotongan kabel listrik bawah laut di Laut Baltik dekat Finlandia.
Juru bicara Winston Peters mengatakan bahwa pendaftaran kapal di Kepulauan Cook menjadi salah satu area perselisihan antara kedua negara. Brown menegaskan bahwa pemerintahnya bekerja sama dengan otoritas maritim Kepulauan Cook dan berkomitmen untuk menyelaraskan dengan sanksi internasional terhadap Rusia.
Ketika ditanya bagaimana Kepulauan Cook dapat selaras dengan sanksi internasional sementara kapal tanker Eagle S tetap terdaftar di negaranya, Brown menyatakan bahwa hal ini masih dalam penyelidikan.
“Kami akan menunggu hasil investigasi tersebut, dan jika memang diperlukan amandemen dan perubahan, yang saya harapkan akan terjadi, terhadap cara kerja pendaftaran kapal, maka kami pasti akan berupaya melakukan amandemen dan perubahan tersebut,” katanya.
Dengan berbagai isu yang berkembang, perundingan yang akan berlangsung di Beijing diharapkan dapat memperjelas hubungan Kepulauan Cook dengan China, serta meredakan kekhawatiran dari pihak Selandia Baru.(*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!