Jayapura, Jubi – Pada 2019, sekelompok mahasiswa di Universitas South Pacific yang frustrasi dengan lambatnya tindakan pemerintah dunia dalam menangani krisis iklim, memiliki sebuah ide: mereka akan membawa pemerintah dunia ke pengadilan.
Mereka mengatur pertemuan dengan seorang menteri pemerintah di Vanuatu dan meyakinkan untuk membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional (ICJ), pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sana, mereka akan meminta pendapat hukum untuk mengklarifikasi kewajiban negara berdasarkan hukum internasional.
Enam tahun setelah ide itu lahir di sebuah ruang kelas di Port Vila, pengadilan akan menyampaikan putusannya pada Rabu (23/7/2025) atau Kamis pagi waktu Selandia Baru, di Kota Den Haag, Belanda. Demikian dilansir jubi.id dari laman RNZ Pasifik, Rabu (23/7/2025).

Jika berhasil — dan mereka yang terlibat diam-diam yakin hal itu akan terjadi — putusan ini dapat menimbulkan konsekuensi besar bagi hukum internasional, cara sengketa perubahan iklim diadili, dan memberi negara-negara kecil di Pasifik pengaruh yang lebih besar dalam perdebatan seputar kerugian dan kerusakan.
Yang paling penting, menurut para penggugat, hal ini dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi negara-negara yang telah menyebabkan perubahan iklim, serta menentukan apa yang harus mereka bayar kepada masyarakat yang terdampak.
“Enam tahun kampanye yang panjang telah membawa kita ke momen ini,” ujar Vishal Prasad, Presiden Pacific Island Students Fighting Climate Change, organisasi yang dibentuk oleh para mahasiswa tersebut.

“Sudah terlalu lama respons internasional tidak memberikan hasil yang memadai. Kami mengharapkan deklarasi yang jelas dan berwibawa.”
“Ketidakpedulian terhadap perubahan iklim bukan hanya kegagalan kebijakan, tetapi juga pelanggaran hukum internasional.”
Lebih dari 100 negara — termasuk Selandia Baru, Australia, dan seluruh negara di Pasifik — telah memberikan kesaksian di hadapan pengadilan, bersama masyarakat sipil dan organisasi antarpemerintah.
Kini, pada hari Rabu (Kamis NZT), mereka akan berkumpul di istana bata yang terletak di taman indah di kota yang dikelilingi kanal, untuk mendengar apakah para hakim pengadilan tertinggi dunia setuju.
Apa Masalahnya?
ICJ mengadili perselisihan antarnegara dan memberikan pendapat penasihat tentang isu-isu besar dalam hukum internasional.
Dalam kasus ini, Vanuatu meminta Majelis Umum PBB untuk meminta ICJ mempertimbangkan: apa kewajiban hukum internasional bagi negara-negara dalam menangani perubahan iklim, dan apa konsekuensi bagi negara yang merusak iklim melalui tindakan atau kelalaian.
Dalam musyawarahnya, pengadilan telah mendengar pendapat lebih dari 100 negara dan organisasi internasional — partisipasi tertinggi sepanjang sejarah ICJ — yang berharap memengaruhi putusan.
Termasuk di antaranya negara-negara kepulauan dataran rendah dan atol di Pasifik, yang menyatakan bahwa mereka menanggung beban terberat dari krisis yang nyaris tak mereka ciptakan.
Negara-negara ini sudah lama frustrasi dengan mekanisme yang ada seperti Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP), dan berharap bahwa keputusan pengadilan akan menjadi tolok ukur untuk mengevaluasi tindakan negara lain.
“Saya memilih kata-kata saya dengan hati-hati ketika mengatakan bahwa ini mungkin merupakan kasus paling penting dalam sejarah umat manusia,” kata Menteri Perubahan Iklim Vanuatu, Ralph Regenvanu, dalam pernyataannya di pengadilan tahun lalu.
“Jangan biarkan generasi mendatang menoleh ke belakang dan bertanya-tanya mengapa penyebab kehancuran mereka dibiarkan.”

Namun, negara-negara adidaya dan penghasil emisi besar, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, berargumen dalam kesaksian mereka bahwa perjanjian iklim PBB yang ada — seperti Perjanjian Paris — sudah cukup untuk mengatasi krisis iklim.
“Kami berharap putusan penting ini, yang didasarkan pada hukum internasional yang mengikat, akan mencerminkan titik kritis hukum yang muncul selama proses persidangan,” ujar Joie Chowdhury, pengacara senior di Center for International Environmental Law (CIEL), yang terlibat dalam kasus ini.
Di antaranya: apakah kewajiban negara terkait iklim bersumber dari berbagai hukum di luar Perjanjian Paris; apakah ada hak atas ganti rugi atas kerusakan iklim; serta bagaimana hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian mendefinisikan kewajiban iklim negara.
Apa Artinya Ini?
Putusan ICJ bersifat tidak mengikat, dan banyak putusan hukum internasional yang telah dilanggar oleh negara-negara di seluruh dunia.
Namun, jika ICJ berpihak pada Vanuatu, pendapatnya tetap dapat menimbulkan konsekuensi besar. Ini akan memperkuat upaya hukum untuk mengaitkan hak asasi manusia dan perubahan iklim dalam proses hukum internasional maupun domestik, serta membuka jalan bagi litigasi iklim — di mana individu, kelompok, masyarakat adat, dan negara dapat menuntut pemerintah atau perusahaan atas kerusakan iklim.
Pendapat ICJ ini juga akan menjadi preseden yang kuat bagi legislator dan hakim, serta memperkuat posisi negara-negara kecil dalam negosiasi perubahan iklim mendatang, termasuk dalam forum COP.
“Hal ini akan memberdayakan negara dan komunitas yang rentan untuk menuntut akuntabilitas, memperkuat argumen hukum, negosiasi, dan litigasi, serta mendorong kebijakan yang memprioritaskan pencegahan dan pemulihan daripada penundaan dan penolakan,” ujar Prasad.
Intinya, para penggugat meminta ICJ menyatakan apakah pemerintah memiliki “kewajiban hukum” untuk melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim, dan apakah kegagalan memenuhi kewajiban tersebut dapat menimbulkan “konsekuensi hukum”.
Putusan dari 15 hakim Mahkamah Internasional akan dibacakan di Istana Perdamaian pada Rabu (23/7/2025) pukul 15.00 waktu setempat.
“[Pendapat penasihat] ini bukan sekadar tonggak hukum, melainkan momen penting dalam gerakan keadilan iklim global, dan mercusuar harapan bagi generasi sekarang dan mendatang,” ujar Perdana Menteri Vanuatu, Jotham Napat, dalam pernyataan menjelang keputusan Rabu (23/7/2025).
“Saya berharap akan adanya opini yang kuat dari ICJ. Opini ini dapat mengarahkan dunia ke jalur yang bermakna menuju akuntabilitas dan tindakan,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!