Jayapura, Jubi – UNAIDS mengatakan isu krusial untuk mengakhiri pandemi AIDS di kawasan Asia-Pasifik adalah perlunya menegakkan hak asasi manusia (HAM).
Hari AIDS Sedunia akan diperingati setiap tahun pada Minggu, 1 Desember, dan badan PBB tersebut menyerukan kepada para pemimpin untuk melindungi hak asasi manusia setiap orang, yang hidup dengan dan berisiko terkena, HIV. Demikian dikutip Jubi.id dari Rnz.co.nz, Jumat (29/11/2024).
Dikatakan bahwa hanya dengan cara itulah, dunia dapat mencapai tujuan mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030.
Di Asia dan Pasifik, terdapat 17 kematian terkait AIDS setiap jam dan infeksi HIV baru setiap dua menit.
Dari tahun 2010 hingga 2023, infeksi di Fiji meningkat 241 persen dan Papua Nugini sebesar 104 persen.
Kementerian Kesehatan dan Layanan Medis Fiji mengatakan pihaknya mencatat 552 kasus HIV baru selama enam bulan pertama tahun ini – peningkatan 33 persen dibandingkan dengan tahun 2023.
Kementerian tersebut memperingatkan bahwa meskipun penularan seksual diketahui menjadi cara utama penularan HIV di negara ini, kasus-kasus penularan penyakit tersebut melalui penggunaan narkoba suntik – yang terkait dengan krisis narkoba keras – juga meningkat.
Menurut PBB, 630.000 orang meninggal karena penyakit terkait AIDS, dan 1,3 juta orang tertular HIV tahun lalu.
Sebuah laporan baru UNAIDS yang dirilis minggu ini, mencatat bahwa meskipun ada kemajuan besar yang telah dicapai dalam respons HIV, pelanggaran hak asasi manusia mengarah pada penolakan atau pembatasan akses ke layanan HIV.
“Ketika ada impunitas terhadap kekerasan berbasis gender, ketika orang dapat ditangkap karena jati diri mereka, ketika kunjungan ke layanan kesehatan berbahaya bagi orang karena komunitas asal mereka – akibatnya orang tidak dapat mengakses layanan HIV yang sangat penting, untuk menyelamatkan hidup mereka, dan mengakhiri pandemi AIDS,” kata direktur eksekutif UNAIDS Winnie Byanyima.
“Untuk melindungi kesehatan setiap orang, kita perlu melindungi hak setiap orang,” katanya.
Kriminalisasi dan stigmatisasi terhadap komunitas terpinggirkan, terus menghalangi akses terhadap layanan HIV yang menyelamatkan nyawa.
Dalam Deklarasi Politik tentang Mengakhiri HIV dan AIDS tahun 2021, negara-negara berkomitmen untuk memastikan, bahwa pada tahun 2025 kurang dari sepuluh persen negara memiliki undang-undang dan kebijakan, yang menghukum dan kurang dari sepuluh persen orang yang hidup dengan HIV (ODHA) dan populasi kunci mengalami stigma dan diskriminasi.
Populasi kunci adalah masyarakat yang berisiko tinggi terhadap HIV, termasuk laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, orang-orang di penjara dan tempat tertutup lainnya, orang yang menggunakan narkoba, pekerja seks dan orang transgender.(*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!