Jayapura, Jubi – Seorang pendidik lama dan tetua masyarakat Kepulauan Solomon di Wellington, berharap untuk terus mewariskan pengetahuannya tentang bahasa tersebut kepada generasi berikutnya.
Minggu ini, Kementerian Masyarakat Pasifik Selandia Baru mengakhiri rangkaian Pekan Bahasa Pasifiknya dengan Pekan Bahasa Pijin Kepulauan Solomon.
Sekretaris Komunitas Kepulauan Solomon Wellington, Glorious Marie Oxenham, yang akrab disapa Bibi Glo, mengatakan kepada RNZ Pacific bahwa banyak anak penduduk Kepulauan Solomon yang lahir di Aotearoa, atau yang bermigrasi ke sini pada usia sangat muda tidak berbicara bahasa tersebut.
“Anak-anak mungkin mendengar orang tua mereka berbicara bahasa Pidgin [tetapi] mereka tidak berbicara bahasa itu,” kata Oxenham, yang merupakan penerima Medali Layanan Ratu.
Sebagai bentuk pengakuan atas hal ini, Komunitas Wellington Kepulauan Solomon tahun ini memulai kelas bahasa Pidgin untuk oketa pikinini dan Oxenham mengatakan anak-anak “sangat bersemangat” untuk belajar.
“Orang-orang harus terus mengajarkan anak-anak mereka bahasa tempat asal mereka,” katanya, seraya menambahkan bahwa anak termuda yang diajarinya Pidgin di Wellington kini berusia empat tahun.
“Dia sekarang sering berbicara dengan orang tuanya. Dia suka menyanyikan lagu Pidgin. Kepulauan Slomon adalah negara Melanesia dan memiliki 74 bahasa lokal, 70 di antaranya adalah bahasa yang masih hidup, dan empat di antaranya telah punah, menurut Kantor Perdagangan, Investasi, dan Kebudayaan Kepulauan Solomon.”
Oxenham, yang telah tinggal di Selandia Baru selama lebih dari empat dekade, mengatakan bahwa meskipun Pidgin adalah bahasa umum – atau lingua franca – di Kepulauan Solomon, “masyarakatnya berbicara tiga atau empat bahasa mereka sendiri”.
“Di Kepulauan Solomon, Pidgin berbasis bahasa Inggris. Bahasa ini merupakan campuran kata-kata bahasa Inggris dan dialek lokal yang mirip dengan Bislama (bahasa nasional Vanuatu), dan Tok Pisin di Papua Nugini,” jelasnya.
“Salah satu hal yang harus disadari orang adalah bahwa bahasa di negara kita sendiri masih banyak digunakan oleh masyarakat kita sendiri,” katanya.
Ia menunjukkan bahwa di Kepulauan Solomon, terdapat banyak perkawinan campur antarprovinsi dengan berbagai bahasa, yang menunjukkan adanya hubungan antarbudaya, di mana beberapa orang dapat berbicara dalam tiga hingga empat bahasa yang berbeda.
“Orang-orang di kampung halaman mulai menyadari bahwa mereka harus mengajarkan anak-anak mereka bahasa keluarga asal mereka dan bukan sekadar berbicara bahasa Pidgin,” katanya.
Oxenham akan menyelenggarakan demonstrasi menenun pada Sabtu (30/11/2024) ini yang didukung oleh seniman Kepulauan Solomon Selwyn Palmer Teho di Museum Pataka di Porirua. Di sana, sejumlah artefak Solomon yang ia dan seniman lain dari komunitas tersebut sediakan untuk museum dan membantu mendirikannya juga akan dipamerkan.
“Saya suka menenun dan saya berharap dapat menenun semua pengetahuan saya dalam budaya saya, melalui bahasa dan lokakarya untuk diwariskan ke generasi berikutnya,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!