Jayapura, Jubi – Sejak kerusuhan mematikan yang terjadi di Kaledonia Baru pada 13 Mei lalu, berbagai pernyataan dan bantahan terus dilontarkan oleh berbagai pihak, mulai dari Prancis hingga kelompok pro-kemerdekaan dan anti-kemerdekaan setempat.
Situasi tersebut telah berubah menjadi perang komunikasi dan informasi yang intens, di mana setiap pihak berusaha mendapatkan simpati internasional.
Sementara itu, ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Forum Kepulauan Pasifik (PIF) dimulai di Nuku’alofa, semakin jelas pentingnya dukungan regional dan internasional bagi Kaledonia Baru. Minggu lalu, beberapa kontroversi mencerminkan intensitas perang kata-kata ini.
“Mereka membuat penonton lokal dan internasional bingung dan heran,” demikian pernyataan yang dikutip Jubi dari situs RNZ pada Selasa (27/8/2024).
Polemik meningkat terkait penundaan misi tingkat tinggi PIF ke Kaledonia Baru yang semula dijadwalkan berlangsung pada 20-24 Agustus. Misi ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi terkait pemberontakan yang telah menewaskan sebelas orang (sembilan warga sipil dan dua polisi Prancis) serta menyebabkan kerugian materi mencapai €2,2 miliar. Sekitar delapan ratus bisnis rusak, dua puluh ribu orang kehilangan pekerjaan, dan ekonomi setempat sedang terpuruk.
Namun, PIF mengonfirmasi pada 21 Agustus bahwa misi tersebut ditunda hingga setelah pertemuan tahunan para pemimpin Forum minggu ini di Tonga. Penundaan ini diduga disebabkan oleh perselisihan antara Presiden Kaledonia Baru yang pro-kemerdekaan, Louis Mapou, dan Prancis mengenai protokol kunjungan.
Pihak Prancis berharap misi tersebut mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kekerasan di Kaledonia Baru. Sementara Mapou menarik undangannya karena merasa Prancis ingin mendikte hasil misi tersebut.
Selain itu, terjadi perang kata-kata di dalam kubu pro-kemerdekaan, terutama antara partai radikal Union Calédonienne (UC) dan partai moderat seperti PALIKA. Paul Néaoutyine, pemimpin PALIKA, secara terbuka mengecam kelompok radikal CCAT yang didukung UC atas bentrokan yang menewaskan seorang pemuda Kanak pada 15 Agustus.
Di sisi lain, kelompok pro-Prancis mengakui mereka telah tertinggal dalam komunikasi internasional. Anggota parlemen Kaledonia Baru, Nicolas Metzdorf, mengungkapkan bahwa mereka harus lebih aktif dalam mencari dukungan dari negara-negara demokratis seperti Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Amerika Serikat.
Kontroversi semakin memanas ketika PBB merilis pernyataan yang mengkritik penanganan Prancis terhadap situasi di Kaledonia Baru, yang kemudian dibantah keras oleh pejabat Prancis. Mereka menuduh dokumen PBB mengandung informasi yang tidak akurat dan menyesatkan.
Dalam situasi yang semakin tegang ini, PIF dan komunitas internasional diharapkan dapat memainkan peran penting dalam membantu meredakan ketegangan dan mencari solusi damai untuk masa depan Kaledonia Baru. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!