Jayapura, Jubi – Ekspor kayu bulat dari Kepulauan Solomon telah mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh pemanenan sumber daya hutan yang tidak berkelanjutan untuk keperluan ekspor.
Sekretaris Tetap Kementerian Kehutanan dan Penelitian, Richard Raomae, mengungkapkan bahwa negara tersebut sangat bergantung pada sektor kehutanan sebagai sumber pendapatan utama, namun penebangan yang berlebihan telah mempengaruhi hasil hutan.
Raomae menyatakan bahwa penebangan hutan di Kepulauan Solomon telah berlangsung selama beberapa dekade dengan tingkat eksploitasi yang jauh melebihi batas penebangan berkelanjutan
“Tingkat penebangan kayu bulat saat ini sekitar lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat penebangan berkelanjutan di hutan asli,” ujar Raomae, seperti dikutip Jubi.id dari Solomon Star News, Kamis (19/9/2024).
Raomae menegaskan kurangnya regulasi yang tepat dalam Undang-Undang Kehutanan serta pengelolaan yang kurang memadai telah mempercepat penurunan sumber daya hutan. Penurunan volume ekspor kayu bulat selama lima tahun terakhir mencerminkan kondisi hutan yang semakin menipis.
“Dalam tiga tahun terakhir, volume ekspor kayu bulat telah menurun, yang menunjukkan bahwa kami mulai kehabisan stok kayu bulat,” tambahnya.
Selain itu, Raomae menjelaskan penurunan ekspor juga dipengaruhi oleh meningkatnya popularitas skema kredit karbon. Banyak pemilik lahan hutan di Kepulauan Solomon memilih untuk melestarikan hutan mereka demi mendapatkan manfaat dari kredit karbon, yang dianggap lebih menguntungkan daripada mengeksploitasi hutan untuk kayu bulat.
“Kami menerima laporan dari perusahaan kayu asing yang mengontrak lahan hutan bahwa hasil kayu bulat dari konsesi mereka telah menurun, yang menunjukkan bahwa luas hutan memang semakin berkurang,” jelasnya.
Untuk mengatasi krisis ini, Kementerian Kehutanan dan Penelitian berencana memperluas perkebunan hutan di beberapa provinsi, termasuk Perkebunan Kolombagara dan Eagon Pacific Plantations Limited di Provinsi Barat.
“Kami sedang mempertimbangkan solusi berupa pemanenan dari hutan tanaman, bukan dari hutan alam, sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan hutan,” ujar Raomae.
Dia juga menambahkan, kementeriannya sedang mencari cara lain untuk mengkompensasi pendapatan yang hilang dari sektor kehutanan dengan mensubsidi sektor-sektor lain yang berpotensi. (*)