Jayapura, Jubi – Buku My Land, My Life: Dispossession at the Frontier of Desire, karya Associate Professor Siobhan McDonnell dari Universitas Nasional Australia, memberikan kontribusi signifikan bagi sejarah tanah di Vanuatu, khususnya di pulau Efate, tempat ibu kota Port Vila berada.
Dengan fokus pada penjualan tanah spekulatif dalam skala besar, McDonnell mendalami sejarah penyewaan dan pembagian tanah di wilayah barat laut Efate dari tahun 2000 hingga 2014. Buku ini menelusuri proses penyewaan, penjualan tanah, serta mengumpulkan narasi pribadi pemilik tanah adat terkait keputusan yang diambil dan dampaknya terhadap masyarakat setempat. Demikian dilaporkan Jubi.id yang mengutip RNZ pada Selasa (22/10/2024).
McDonnell menguraikan bagaimana “para penguasa modernitas”—selalu pria, catatnya—memfasilitasi pembagian dan penjualan tanah dalam jumlah besar dengan berkolaborasi dengan Menteri Pertanahan dan investor swasta. Mereka memenuhi permintaan internasional akan “sepotong surga” sembari secara bersamaan mencabut akses keluarga dan komunitas lokal terhadap tanah adat mereka.
Buku yang diterbitkan oleh University of Hawaii Press ini mempertanyakan bagaimana sistem penguasaan tanah adat dan hukum negara dapat berinteraksi lebih baik untuk mendorong pembangunan tanpa mengorbankan hak adat masyarakat terhadap tanah mereka. McDonnell menyoroti bagaimana sistem pluralistik dalam penguasaan tanah adat dapat diakomodasi, serta tantangan yang muncul dalam proses transaksi antara pemilik adat, investor, dan pemerintah.
Salah satu aspek penting yang dibahas dalam buku ini adalah Undang-Undang Pengelolaan Tanah Adat (CLMA) yang kontroversial namun perintis, disahkan pada tahun 2013 di bawah kepemimpinan Menteri Pertanahan Ralph Regenvanu.
Undang-undang ini dihasilkan setelah lebih dari satu dekade konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Dewan Kepala Nasional Malvatumauri, Pusat Kebudayaan Vanuatu, pemuda, perempuan, dan sektor swasta. Pengesahan undang-undang ini menghapus kewenangan menteri untuk mengesampingkan hak penguasaan tanah adat, memberikan kendali lebih besar kepada masyarakat lokal atas tanah mereka.
Dalam peluncuran buku tersebut di ANU Crawford School of Public Policy pada 10 Oktober 2024, Ralph Regenvanu, yang kini menjabat sebagai Utusan Khusus Vanuatu untuk Perubahan Iklim, mencatat bahwa meskipun spekulasi tanah telah berkurang sejak penerapan undang-undang baru, “masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk memperkuat proses administrasi tanah agar sesuai dengan maksud undang-undang.”
Memang, pada akhir tahun 2023, Kantor Pengelolaan Tanah Adat Nasional Vanuatu berada dalam sorotan publik menyusul tuduhan korupsi dan manipulasi sistem pengelolaan tanah adat. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan dalam mengelola tanah masih belum sepenuhnya terselesaikan, terutama di tengah pengawasan yang lebih ketat terkait implementasi undang-undang tersebut.
Ke depan, tantangan dalam pengelolaan tanah di Vanuatu akan semakin erat kaitannya dengan perubahan iklim. Ketegangan antara kerangka hukum modern yang sering kali internasional dengan sistem pengelolaan tanah adat akan menjadi sorotan, terutama terkait adaptasi perubahan iklim, perencanaan relokasi, dan inisiatif kredit karbon pemerintah.
Pengelolaan kredit karbon ini memerlukan akses ke lahan adat, yang mencakup sekitar 97% dari keseluruhan lahan di Vanuatu. Oleh karena itu, keterlibatan kelompok pemilik tanah adat sangat penting dalam setiap transaksi lahan yang melibatkan inisiatif tersebut.
Meski demikian, tantangan tetap ada, terutama dalam memastikan bahwa manfaat dari skema kredit karbon didistribusikan secara adil, serta menjaga keseimbangan kekuasaan antara pemerintah dan kelompok adat. Tanpa perhatian yang tepat pada isu-isu ini, risiko munculnya konflik tanah dan marginalisasi pemilik tanah adat semakin besar, yang pada akhirnya dapat mengurangi potensi manfaat dari inisiatif kredit karbon tersebut.
Buku My Land, My Life menawarkan pelajaran berharga mengenai pentingnya menghormati hak adat dalam transaksi tanah. Meskipun cerita yang diungkapkan dalam buku ini berpusat pada pulau Efate, McDonnell juga menegaskan bahwa pola perilaku serupa dapat ditemukan di pulau-pulau lain di Vanuatu.
Dengan mempertimbangkan rezim kredit karbon yang baru, pengelolaan lahan adat yang tepat dan transparan semakin menjadi urgensi di masa depan untuk melindungi hak adat serta mendukung investasi dan pembangunan yang berkelanjutan. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!