Jayapura, Jubi – Ketua majelis tinggi dan rendah Parlemen Prancis tiba di Kaledonia Baru, pada Minggu (10/11/2024) malam, untuk kunjungan tiga hari penting yang bertujuan untuk “dialog dan konsentrasi”, mengenai status masa depan politik dan kelembagaan wilayah Prancis di Pasifik.
Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Prancis bahwa kedua Presiden Majelis, Yaël Braun-Piver (Majelis Nasional, majelis tinggi) dan Gérard Larcher (Senat, majelis rendah) melakukan kunjungan bersama. Demikian dikutip Jubi dari rnz.co.nz, Selasa (12/11/2024).
Peristiwa ini terjadi hampir enam bulan setelah kerusuhan berdarah dan mematikan melanda Kaledonia Baru, yang mengakibatkan 13 orang meninggal dunia, ratusan orang terluka, pembakaran dan penjarahan terhadap ratusan tempat usaha, dan kerugian yang diperkirakan mencapai €2,2 miliar.
Kerusuhan tersebut menyusul protes dan demonstrasi awal terhadap rencana Prancis, untuk mendorong amandemen konstitusional yang akan mengubah persyaratan kelayakan, untuk memberikan suara pada pemilihan provinsi setempa. Hal ini memungkinkan warga negara yang lahir di Kaledonia Baru sebelum tahun 1998, dan mereka yang telah tinggal di sana selama sepuluh tahun tanpa gangguan, dapat memberikan suara mereka.
Perubahan yang kontroversial dan sangat sensitif ini dianggap sebagai upaya untuk mengurangi dampak politik pemilih penduduk asli Kanak. Tetapi Perdana Menteri Prancis yang baru, Michel Barnier, mengonfirmasi pada September bahwa amandemen konstitusi telah dibatalkan.
Saat ini juga dipastikan bahwa pemilihan umum provinsi Kaledonia Baru, yang awalnya dijadwalkan diadakan pada Mei 2024, ditunda hingga paling lambat pertengahan Desember 2024, dan akhirnya akan dilaksanakan paling lambat 30 November 2025, setelah mendapat dukungan dari Kongres Kaledonia Baru, Senat Prancis, dan Majelis Nasional Prancis.
Hal ini memberikan lebih banyak waktu bagi pemangku kepentingan politik, untuk terlibat dalam pembicaraan mengenai status masa depan politik jangka panjang Kaledonia Baru vis-à-vis Prancis.
Dalam pidato perdananya pada September, Barnier juga mengumumkan kunjungan gabungan kepala parlemen.
Sejak Mei, Prancis telah menyuntikkan sekitar €400 juta ke Kaledonia Baru, terutama untuk menjaga agar ekonomi yang hampir runtuh dan layanan publik tetap bertahan.
Jumlah ini merupakan tambahan dari dana sebesar €1,5 miliar, yang dialokasikan untuk Kaledonia Baru setiap tahunnya, dalam situasi “normal”.
Hukum telah ditegakkan kembali di sebagian besar wilayah Kaledonia Baru, termasuk wilayah Nouméa Raya, tempat sebagian besar kerusakan terjadi. Namun, ketegangan masih terjadi, terutama di dekat ibu kota Nouméa.
Selama beberapa minggu terakhir, Kaledonia Baru juga menjadi pusat perhatian dari François-Noël Buffet yang baru diangkat, yang melakukan perjalanan ke sana untuk menegaskan kembali komitmen Prancis.
Kemudian pada Oktober, misi pencari fakta Forum Kepulauan Pasifik (PIF) juga berkunjung untuk mendapatkan laporan langsung mengenai situasi tersebut, dengan tujuan untuk melaporkannya pada pertemuan puncak para pemimpin PIF berikutnya di Kepulauan Solomon pada 2025.
Selama kunjungan tiga hari mereka, Larcher dan Braun-Pivet juga bermaksud bertemu para pemangku kepentingan di bidang politik, serikat pekerja, wali kota, ekonomi, dan masyarakat sipil. Mereka juga akan dijamu dan menyampaikan pidato pada sesi khusus di Kongres Kaledonia Baru.
Untuk membantu, dengan kerendahan hati, dalam wawancara dengan surat kabar nasional Prancis Le Monde, Larcher dan Braun-Pivet, keduanya digambarkan sebagai tokoh yang sangat berpengetahuan tentang isu-isu Kaledonia Baru, mengatakan mereka melakukan perjalanan ke Kaledonia Baru “untuk membantu, dengan kerendahan hati”.
Braun-Pivet mengatakan Prancis harus berdiri di sisi Kaledonia Baru “agar dapat menciptakan masa depannya”.
“Jika kami berhasil menemukan status baru dengan semua pemain Kaledonia Baru, saya sangat yakin bahwa Parlemen [Prancis] akan mendukungnya,” katanya kepada Le Monde.
Larcher mengatakan respons politik juga harus mempertimbangkan situasi ekonomi.
Ia mengatakan bahwa pada tahap ini, di Kaledonia Baru, ada dua “mimpi” yakni Kaledonia Baru Prancis dan Kaledonia Baru yang merdeka.
“Dan untuk melihat bagaimana kedua mimpi itu dapat bersatu menjadi sebuah ‘mimpi bersama’ … sebuah respons kelembagaan yang inovatif dan berkelanjutan harus diciptakan,” kata Presiden Senat menjelaskan lebih lanjut.
Diperlukan “metode baru”
Larcher mengatakan “metode baru” diperlukan dalam pembicaraan dengan para pemangku kepentingan politik lokal sehingga pendekatan baru dapat diidentifikasi menuju “Otonomi yang sangat maju, tanpa memutuskan hubungan dengan Republik Prancis”.
Tantangannya tinggi, menyusul tiga referendum yang diadakan di Kaledonia Baru selama lima tahun terakhir.
Ketiga konsultasi tersebut menghasilkan suara mayoritas yang mendukung agar Kaledonia Baru tetap menjadi bagian dari Prancis. Namun, hasil referendum terakhir, akhir tahun 2021, terjadi setelah boikot besar-besaran di pihak pro-kemerdekaan.
Referendum tersebut merupakan bagian dari proses yang dijelaskan oleh Kesepakatan Nouméa 1998. Perjanjian itu juga menggambarkan, sebagai langkah berikutnya, pembicaraan inklusif untuk mencapai kesepakatan yang secara efektif akan menulis bab berikutnya dalam sejarah Kaledonia Baru.
Sejak 2002, meskipun ada upaya untuk mengadakan pembicaraan komprehensif, belum mungkin untuk mempertemukan semua pihak di meja yang sama.
Kesepakatan apa pun yang mungkin dihasilkan dari pembicaraan itu secara de facto akan berfungsi sebagai cetak biru untuk teks yang akan menggantikan Kesepakatan Nouméa.
Kaum moderat dan radikal: Keretakan dalam FLNKS
Situasinya semakin diperparah dengan perbedaan mencolok antara kubu pro-Prancis dan kubu pro-kemerdekaan.
Di kubu pro-kemerdekaan, dalam naungan FLNKS (Front Pembebasan Nasional Sosialis Kanak) yang telah berusia empat puluh tahun, yang muncul sebagai kelompok partai yang lebih radikal, terutama Union Calédonienne (UC), pandangan yang dominan adalah mendukung kemerdekaan yang cepat.
Sekutu UC dalam FLNKS adalah RDO (Rassemblement Démocratique Océanien). Pada 2023, beberapa bulan sebelum kerusuhan, UC mendirikan apa yang disebutnya CCAT (Sel Koordinasi Aksi Lapangan) yang kemudian membuka jalan untuk mengorganisasi pawai dan protes yang kemudian berubah menjadi kerusuhan Mei 2023.
Namun dalam FLNKS, partai pro-kemerdekaan yang lebih moderat seperti PALIKA (Partai Pembebasan Kanak) dan UPM (Persatuan Progresif Melanesia) saat itu menjauhkan diri dari pendekatan UC.
Pada pertemuan FLNKS terakhir, akhir Agustus, UPM dan PALIKA tidak hadir. UC kemudian memberikan keanggotaan FLNKS kepada beberapa partai dan serikat pekerja lain, serta CCAT.
Keputusan juga diambil untuk menunjuk Kepala CCAT Christian Téin (yang saat ini menjalani hukuman penjara praperadilan di daratan Prancis) sebagai Presiden FLNKS.
UPM dan PALIKA kemudian mengatakan mereka “tidak mengenali diri mereka sendiri” dalam format FLNKS baru ini dan karena itu tidak merasa berkomitmen terhadap arah baru yang diambil oleh organisasi tersebut.
Media lokal melaporkan minggu lalu, bahwa PALIKA dan UPM tidak lagi mengambil bagian dalam pertemuan FLNKS sejak 1 Oktober 2024.
Kedaulatan bersama atau asosiasi kemerdekaan
Kedua partai pro-kemerdekaan moderat telah selama bertahun-tahun secara terbuka menyatakan bahwa meskipun mengakses kedaulatan penuh tetap menjadi elemen kunci, mereka mendukung “kedaulatan bersama” dengan Prancis, yang terkadang juga disebut “asosiasi kemerdekaan”.
“Dan sebelum ini, mereka tetap berkomitmen untuk mengambil bagian dalam meja bundar mana pun, “kata juru bicara PALIKA Jean-Pierre Djaïwé pada akhir pekan.
“Kami akan terus berunding dengan kelompok anti-kemerdekaan,” kata Presiden UPM Victor Tutugoro kepada media lokal di akhir pekan.
Baik UPM maupun PALIKA tengah menggelar Kongres masing-masing di akhir pekan. Mereka harus mengumumkan secara resmi apa yang akan menjadi posisi baru mereka terkait hubungan mereka dengan FLNKS “baru”, tetap menjadi anggota atau berpisah sama sekali.
Dalam pembicaraan baru-baru ini dengan Menteri Luar Negeri Prancis Buffett, format yang mereka sukai tampaknya adalah mengibarkan bendera kaukus mereka di Kongres Kaledonia Baru, UNI (Union Nationale pour l’Indépendance) dan bukan lagi bendera FLNKS.
“Tampaknya sulit untuk memulai lagi dengan struktur yang menyerukan penghancuran,” kata Tutugoro, merujuk pada FLNKS baru yang didominasi UC. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!