Jayapura, Jubi – Kisah Sereani Bulamaibure adalah kisah perempuan kuat dari Kampung Nuku di Fiji, seorang Mama yang bekerja keras demi meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Setiap pekan, ia pergi ke pasar di Kota Suva, ibu kota Fiji, untuk membiayai pendidikan anak-anaknya.
Sereani Bulamaibure adalah seorang petani gigih dari Kampung Nuku, Wainimala, Naitasiri. Ibu tujuh anak itu masih bertani, dan secara rutin membawa hasil pertaniannya untuk dijual di Pasar Kota Suva.
Mama Bulamaibure menjual yaqona, dalo, dan sayuran di Pasar Kota Suva. Awalnya, perempuan tangguh itu hanya berjualan yaqona, dan usahanya berhasil berkembang. Sejak setahun silam, ia melakukan diversifikasi dengan menjual dalo dan sayuran lainnya untuk mendapatkan uang tambahan. “Berjualan di pasar membantu membiayai kebutuhan sekolah anak saya. [Mereka] ada yang masih SD, SMP dan SMA,” ujarnya.
Mama Bulamaibure beruntung karena memiliki tujuh anak yang rajin membantunya. “Saya memiliki empat anak laki-laki dan tiga perempuan yang semuanya suka membantu di pertanian. Putra tertua saya bekerja, dan tahun lalu dia bertanya apakah dia bisa kembali bertani,” katanya.
“Saya memiliki kebun sayuran di Nuku dan biasanya kami menanam dalo dan yaqona. Sebagian besar waktu saya turun untuk menjual yaqona dan berproduksi dan kembali ke kampung,” kata Mama Bulamaibure seraya mengatakan bahwa yaqona adalah sumber pendapatan utama warga kampung di Wainimala.
Perjuangan Mama Bulamaibure untuk membawa hasil pertaniannya ke Pasar Kota Suva tidaklah mudah. Menurutnya, salah satu masalah utama yang dihadapi penduduk Kampung Nuku adalah mengangkut sayuran, umbi-umbian, dan hasil bumi mereka ke jalan utama. “Kami tidak memiliki jembatan, jadi kami harus menyeberangi sungai dan menunggu kapal pengangkut di seberang,”katanya.
Secara pekan, Mama Bulamaibure menempuh perjalanan menantang itu untuk berjualan di pasar. Di Suva, ia akan menginap selama tiga malam di penginapan yang disediakan pengelola Pasar Kota Suva, yang bertarif 2 dolar Fiji per malam.
“Saya berangkat dari Nuku jam 02.30 pagi, dan biasanya sampai di Suva jam 05.00 pagi. Saya menjual dagangan saya di sana pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu, dan kembali ke Nuku setelah menjual semua yaqona dan sayuran saya,” ujarnya.
Di kampung, ia tak memiliki banyak waktu untuk beristirahat. “Pada hari Selasa, saya mulai menyiapkan tas sayuran, hasil bumi, dan yaqona untuk dijual. Saya dan suami sama-sama petani. Kami menanam dalo dan yaqona, dan [membeli] sayuran dari petani lain,” katanya.
Dengan kegigihannya itu, ia bisa menambah penghasilan keluarganya. “Selama tiga hari berjualan, biasanya saya menghasilkan antara 400 hingga 500 dolar Fiji. Yaqona menghasilkan lebih banyak uang,” ujarnya.
Sebelum Pemerintah Fiji memperkenalkan pendidikan gratis untuk anak usia sekolah di negara Pasifik itu, yaqona menjadi komoditas andalan Mama Bulamaibure. Yaqona banyak membantu kami untuk membayar biaya sekolah anak-anak kami. Saya biasa mengirim 100 dolar Fiji setiap minggu kepada putra saya yang menjadi mahasiswa di Universitas Nasional Fiji di Samabula,” katanya.
Sereani Bulamaibure bangga dengan kerja kerasnya itu. “Di Naitasiri, ada pepatah bahwa perempuan harus sama kuatnya dengan laki-laki. Wanita tidak boleh bergantung kepada suaminya. Mereka juga harus membantu [keluarganya] secara finansial. Kami para perempuan adalah ibu rumah tangga di keluarga kami, jika ada masalah dalam keluarga kami yang pertama diminta untuk mencari solusi,” katanya. (*)