Jayapura, Jubi – Perdana Menteri Vanuatu yang baru, Alatoi Ishmael Kalsakau, baru saja melantik dan mengambil sumpah para anggota kabinetnya. PM Kalsakau juga memilih dan melantik mantan pemimpin oposisi, Ralph Regenvanu, dari Vanuatu Graon mo jastis Pati atau Land and Justice Party, dengan torehan empat kursi di parlemen. Partai ini pula mendukung PM Kalsakau yang memenangkan tujuh kursi di parlemen. Total sebanyak 30 anggota parlemen mendukung PM baru Vanuatu untuk memimpin ke depan.
Ralph Regenvanu mendapat posisi sebagai Menteri Perencanaan dan Adaptasi Perubahan Iklim dalam kabinet pimpinan PM Kalsakau. Tugas berat menanti Menteri Ralph Regenvanu yang bersama dengan negara-negara pulau kecil memperjuangkan keadilan iklim.
Apalagi Presiden Vanuatu telah mengimbau pemimpin di dunia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim di Mesir, Desember nanti di Cairo. Untuk memilih dan mendukung resolusi keadilan iklim dan Vanuatu yang akan mengajukan di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) segera.
“UNGA akan diminta untuk memberikan suara pada resolusi mencari pengadilan tertinggi dunia, Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memberikan pendapat penasihat tentang kewajiban perubahan iklim di bawah hukum internasional dalam beberapa minggu.”sebagaimana dilansir https://www.dailypost.vu/news/president-seeks-support-for-icj-resolution-at-climate-summit.
Presiden Vanuatu, Nikenike Vurobaravu, mengatakan kepada lebih dari 100 pemimpin di KTT bahwa waktunya telah tiba bagi ICJ untuk mempertimbangkan perubahan iklim. Dia mengatakan kaum muda menuntut keadilan iklim dan hak asasi mereka yang mendasar dari generasi muda harus dilindungi.
Sementara itu, Menteri Perencanaan dan Adaptasi perubahan iklim, Ralph John Regenvanu, dalam akun pribadi twitter-nya berjanji akan melanjutkan semua program perjuangan iklim dan tentunya hak asasi manusia.
Ralph John Regenvanu pada 2018 saat kepemimpinan Perdana Menteri Charlot Salwi Tabimasmas pernah menjadi Menteri Luar Negeri Vanuatu. Dia waktu itu meminta Selandia Baru untuk berada di sisi yang benar dari sejarah ketika datang ke Papua Barat.
Regenvanu waktu itu mengatakan kepada Asia Pacific Report bahwa rakyat West Papua tidak pernah memiliki kesempatan untuk menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, yang merupakan hak yang tidak dapat dicabut di bawah hukum internasional dan mereka harus diberi kesempatan itu.
Menteri berusia 52 tahun itu memiliki latar belakang dalam pengelolaan warisan budaya dengan fokus pada perlindungan warisan budaya takbenda dan sistem kepemilikan tanah adat.
Ia juga pernah menjabat sebagai Direktur Museum Nasional Vanuatu dari 1995 hingga 2006 dan saat ini adalah anggota Dewan pendiri Museum Kepulauan Pasifik Asosiasi (PIMA).
Pada 2013, sebagai antropolog yang menjadi Menteri Tanah dan Sumber Daya Alam, telah memprakarsai perombakan besar-besaran terhadap undang-undang pertanahan Vanuatu. Perubahan undang undang pertahanan bertujuan untuk mengabadikan yurisdiksi hukum adat untuk menentukan hak atas tanah adat dan ‘persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan’ dari pemilik tradisional untuk transaksi di tanah adat mereka. (*)