Jayapura, Jubi – Pakta keamanan yang baru ditandatangani Kepulauan Solomon dan China pada 30 Maret 2022 lalu membuat Amerika Serikat dan Australia berang. Amerika Serikat bahkan mengirim delegasi khususnya untuk menekan Perdana Menteri Sogavare membatalkan pakta keamanan Solomon dan China.
Delegasi yang terdiri dari pejabat tinggi urusan keamanan Amerika Serikat tiba di Honiara, ibu kota Kepulauan Solomon pada Sabtu (23/4/2022). Dikutip dari laman Solomon Star pada Sabtu, delegasi AS yang mendatangi Honiara itu dipimpin Koordinator Dewan Keamanan Nasional AS untuk Indo-Pasifik, Kurt Campbell dan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik, Daniel Kritenbrink.
Tidak seperti orang biasa yang diharuskan menjalani isolasi sebagai protokol COVID-19, delegasi itu langsung dibawa ke Kantor Perdana Menteri di pusat kota Honiara. Di sana, mereka bertemu dengan Sogavare. Mantan Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Danny Philip juga ikut bergabung dengan Sogavare menemui delegasi AS.
Jurnalis Alfed Sasako dari redaksi Solomon Star melaporkan bahwa kunjungan pejabat tingkat atas AS itu adalah yang pertama dalam hampir 80 tahun. Sejak Perang Dunia II, Washington DC tidak berupaya serius merawat hubungan diplomatik yang hangat dengan Kepulauan Solomon.
Mantan Perdaya Menteri Solomon, Danny Phillip menyebut AS telah menjauhkan diri dari Kepulauan Solomon selama beberapa tahun terakhir. Pasca Perang Dunia II, pasukan sekutu meninggalkan berton-ton amunisi, limbah bahan kimia berbahaya, dan berbagai peralatan perang di Solomon.
“Orang-orang kami telah terbunuh setiap tahun oleh bahan peledang dan bahan berbahaya lainnya. Risiko itu masih berlanjut di sebagian besar Kepulauan Solomon, hingga hari ini,” kata Phillip.
Australia juga khawatir
Philip menyebut Kepulauan Solomon adalah negara yang penuh gejolak, dengan budaya yang berbeda dan kepercayaan dan nilai-nilai tradisional yang membuat pemerintahan menjadi rumit dan sulit. “Kami telah mencoba mengatur diri sendiri secara politik dan ekonomi sejak kemerdekaan, melakukannya dengan banyak tantangan dan kesulitan. Saat kami mengatur diri kami sendiri, kami menemukan banyak masalah dan tantangan yang tidak terduga,”katanya.
“Kami berjuang untuk membuat tanah suku kami, nilai-nilai budaya dan sistem kami, menjadi lebih relevan dengan kebutuhan lebih dari pembangunan ekonomi. Ini sering terjadi ketika mitra pengembangan kami meninggalkan masalah untuk kami tangani sendiri,” kata Phillip.
Phillip menekankan bahwa Solomon membutuhkan pembentukan aparat dan sistem keamanan internal yang kuat dan efektif untuk menjamin dan menjamin pembangunan ekonomi sebagai aset nasional adalah penting. “Ini saja yang menjadi dasar perluasan ruang lingkup pengaturan keamanan antara Kepulauan Solomon dan China,” katanya.
Kepulauan Solomon, sebuah negara kepulauan berpenduduk sekitar 700.000 orang di Pasifik barat Daya telah lama dilupakan AS. Pada bulan September 2019, Kepulauan Solomon dan Republik Rakyat Tiongkok resmi menjalin hubungan diplomatik.
Namun, kejutan lebih besar terjadi pada 30 Maret 2022, ketika Kepulauan Solomon dan China mengikatkan diri dalam kesepakatan pakta pertahanan bersama. Langkah Solomon itu menimbulkan kekhawatiran di Washington DC dan Canberra.
Australia juga telah menggandakan kunjungannya ke Honiara dalam dua pekan terakhir. Menteri Pembangunan Internasional dan Pasifik Australia, Zed Seselja melakukan kunjungan “langka” ke Kepulauan Solomon pada Selasa (20/4/2022), di tengah kampanye pemilihan.
Kunjungan Menteri Seselja itu menyusul perjalanan dua kepala intelijen Australia ke Honiara. Misinya sama, mencoba membuat Kepulauan Solomon keluar dari pakta keamanan dengan China.
Orang dalam pemerintahan Kepulauan Solomon menyebut, pertemuan para pejabat Australia dengan Seselja pada minggu lalu tidak berjalan terlalu baik. “Kebencian itu cukup jelas,” kata seseorang setelah pertemuan itu.
Terlihat jelas, AS dan Australia berupaya berupaya mengimbangi pengaruh China terhadap. Mereka mengeksploitasi ketidaktahuan penduduk lokal dengan harapan memenangkan hati. Kantor Berita Reuters dan The Sunday melaporkan bahwa para pejabat AS percaya jika upaya mereka menggagalkan pakta keamanan Solomon dan China, hal itu akan menimbulkan “kehilangan muka yang serius bagi Xi Jinping”. Hal itu akan memberikan amunisi kepada musuh-musuh domestiknya, dan dapat menyebabkan Sogavare yang lemah secara politik. (*)
Discussion about this post