Jayapura, Jubi- Walau di tengah kisruh pemilihan umum atau General Election (GE 22) di Papua Nugini, Perdana Menteri petahana James Marape kembali memimpin selama lima tahun ke depan.
Dia terpilih untuk masa jabatan kedua, Senin (9/8/2022) di Parlemen Papua Nugini. Politikus Pangu Pati kelahiran 24 April 1971 ini menjadi PM Papua Nugini kedelapan pada 30 Mei 2019, saat mosi tidak percaya terhadap PM ketujuh Peter O’Neill dari Partai People’s National Congress (PNC).
Saat pelantikan Marape, mantan PM Papua Nugini Peter O’Neill dan pihak oposisi melakukan walk out . Tetapi pemilihan dan pelantikan tetap berjalan karena Marape dipilih oleh 97 anggota parlemen. Sedangkan mantan PM Peter O’Neill dan oposisi keluar dari gedung parlemen dan tidak mau memilihnya.
Kepada The National, Peter O’Neill katakan tidak memilih Marape karena tidak dapat memilih yang salah.”Saya berjalan keluar dan memberi anggota parlemen kami (PNC) kesempatan untuk memilih,”katanya.
Namun demikian, mantan Perdana Menteri PNG dan politikus senior dan juga Gubernur Irlandia Baru Sir Julius Chan mendukung penuh kepemimpinan Marape sebagai Perdana Menteri lima tahun mendatang, untuk membawa perubahan yang lebih baik bagi Papua Nugini.
Sebaliknya Marape mengatakan, dia mendapat hak istimewa untuk memimpin koalisi pemimpin yang berpikiran sama untuk untuk membentuk pemerintahan. Tak lupa pula PM Marape mengucapkan selamat kepada Job Pomat anggota parlemen dari Provinsi Manus yang terpilih, kembali menjadi Ketua Parlemen Papua Nugini, Senin (9/8/2022).
Selanjutnya PM Marape berjanji akan melakukan reformasi sistem pemilihan dan audit pemilihan umum 2022 (GE 22). Dia diperkirakan membentuk kabinet sementara dari anggota parlemen, dalam pemerintahan koalisinya saat menjalankan kepemimpinan lima tahun ke depan.
“Peninjauan itu akan menjadi dasar kami untuk mereformasi proses pemilu untuk memastikan, satu warga negara mendapat satu suara,”katanya .
“Kita harus mengadopsi cara sistematis untuk memperbaiki daftar umum dan menyebarkan setiap cara yang diperlukan untuk sistem identifikasi yang andal. Kita harus serius membahas sistem identifikasi biometrik, sistem pemungutan suara dan penghitungan suara dalam pemilihan mendatang,”kata Marape.
Dia mengatakan salah satu opsi adalah mengadopsi sistem mesin pemungutan suara elektronik (EVM) India dari negara bagian Karnataka. “Kami menganggap teknologi ini sebagai opsi ke depan, maka kami dapat menggunakan biometric (BRV) untuk pendaftaran dan verifikasi pemilih, dan mesin pemungutan suara elektronik (EVM) untuk pemungutan suara dan pemungutan,”kata Marape.
Dia mengatakan Karnataka dengan jumlah 50,6 juta pemilih mampu menyelesaikan pemungutan suara dengan menggunakan mesin pemungutan suara elektronik (EVM) dalam satu hari.(*)
Discussion about this post