Jayapura, Jubi- Otoritas Sumber Daya Mineral (MRA) Papua Nugini mengatakan tidak ada proyek emas-tembaga besar lainnya setelah kawasan di Wafi-Golpu dan Sungai Frieda akan dikembangkan. Mengingat ke depan cadangan mineral akan terus menipis dan habis.
Hal ini dikatakan Direktur pelaksana MRA Jerry Garry sebagaimana dikutip Jubi dari The National
Dia mengatakan tantangan bagi industri sekarang adalah menipisnya cadangan.
“Kami telah mewarisi beberapa undang-undang yang setua pemerintahan sendiri,” kata Garry pada konferensi Geoscience, Exploration and Extraction di Port Moresby , Rabu (23/11/2022)
“Dari sisi regulasi, kami sebagian besar mengandalkan undang-undang yang ada, tetapi banyak perbaikan yang perlu dilakukan. Seiring waktu, itu adalah sesuatu yang perlu kita semua perjuangkan untuk meningkatkan cara kita berbisnis.”tambahnya.
Dia mengatakan industri ekstraktif menyumbang lebih dari 80 persen pendapatan negara.
Dia mengatakan satu-satunya tambang penghasil tembaga di Ok Tedi bisa ditutup pada 2032. “Jika kita mendapatkan Wafi-Golpu dan Sungai Frieda dari tanah, kita akan menikmati prospek produksi yang sehat sekitar 500.000 ton per tahun hingga maksimum 650.000 atau 700.000 ton per tahun, yang akan menempatkan PNG di 6 besar atau 10 negara produsen tembaga teratas di tahun-tahun mendatang. Itu prospek yang bagus untuk tembaga,” .
“Dalam emas, kita akan mencapai 2 juta ons per tahun memasuki 2053. Jadi dari segi outlook-nya terlihat bagus. Tantangan yang kami miliki adalah menipisnya cadangan utama yang kami miliki.”katanya.
“Ketika Wafi-Golpu dan Sungai Freida jadi tambang, cadangan akan habis tanpa cadangan utama lagi. Tantangan bagi kami sekarang adalah menemukan Porgera berikutnya, atau Ok Tedi berikutnya, atau Lihir berikutnya,” kata Garry.
Konferensi ini mempertemukan akademisi, ilmuwan, peneliti, dan geoscientist, untuk berbagi pengalaman dan hasil penelitian mereka dalam eksplorasi geologi dan ekstraksi mineral.
Papua Nugini juga tak mau kalah dengan wilayah Papua Barat di Indonesia dengan potensi emas Freeport dan gas alam di Bintuni. Aktivitas penambangan di Papua Nugini jelas lebih dahulu sejak 1878. Waktu itu demam emas di Bulolo dan booming pada 1925 (The New Guinea Handbokk, 1943).
Sebelum kemerdekaan Papua Nugini, aktivitas tambang di Bougainville sudah dibuka pada 1972
Penambangan terkini di Papua Nugini adalah deep sea mining di Teluk Bismarck yang mendapat kecaman dari aktivis lingkungan di sana, terutama LSM PANG di Fiji di bawah koordinator Mauren Penjaueli, seorang perempuan Fiji.
Selain itu ada tambang terbuka atau open pit mining di Misima Kepulauan Lousane (1989), Porgera, dan Ok Tedi Mining di Pegunungan Bintang dekat Oksibil dan Kiwirok Papua Barat (1981), Central Higland (1990), dan tambang Lihir di Kepulauan Bismarck (1994) masih dalam tahapan eksplorasi dan sudah menunjukkan adanya mineralisasi yang kaya seperti Fired Mt Kare dan Lakikamu di Central Higlands.
Mengutip Post Courier edisi Desember 2012 pernah melaporkan bahwa sektor sumber daya ekspor emas PNG pada 2011 berjumlah K2.43 miliar yang mewakili 36 persen dari total ekspor dan tembaga menuai K2.78 miliar.
Sementara ekspor minyak mentah K2.43 miiiar (catatan jubi.id satu mata uang Kina (K) setara dengan Rp 5000,- ).
Selain itu ada pula investasi nikel di Ramu di Basamuk, Provinsi Madang merupakan kerja sama dengan investor dari Tiongkok dengan niliai 1,6 miliar dollar. Tambang ini dirancang untuk menghasilkan lebih dari 33.000 ton nikel dan 2300 ton kobalt sehingga menempatkan PNG sebagai penghasil tambang nikel terbesar ke lima di dunia sedangkan emas PNG menempati urutan ketiga terbesar di dunia.(*)