Oleh: Yelipele Ponto*
Gubernur dan Majelis Rakyat Papua atau MRP Provinsi Papua Pegunungan, harus mempertimbangkan salah satu poin draft peraturan daerah khusus atau perdasus. Bunyinya poin tersebut adalah sebagai berikut: “calon Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) atau Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRPP) tidak pernah menjadi caleg (calon legislatif) atau pengurus partai politik dalam 5 tahun terakhir.”
Pertimbangan ini mesti dilakukan mengingat kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia atau SDM masyarakat adat Papua di Provinsi Papua Pegunungan, sangat terbatas.
Selain itu, SDM yang ada saat ini, hampir sebagian besar terlibat sebagai caleg atau pengurus dalam partai politik (parpol). Lebih dari itu, kader partai politik atau parpol lebih siap dan berpengalaman.
Pertimbangan ini sudah pernah diterapkan oleh Gubernur Papua tahun 2019 dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 9 tahun 2019 tentang Tata Cara Pengisian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Melalui Mekanisme Pengangkatan DPR Provinsi Papua.
Jika hal ini tidak dilakukan oleh gubernur dan MRP Provinsi Papua Pegunungan, maka anggota DPRK dan DPR Papua Provinsi Papua Pegunungan, akan diisi oleh orang-orang yang kurang berkompeten.
Menyadari fakta minimnya sumber daya manusia tersebut juga, sebagaimana ditegaskan oleh pemerintah pusat tentang usia CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) 48 tahun dan honorer 50 tahun pada pasal 21 ayat (2) poin (a dan b) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan.
Syarat umum dan khusus yang tercantum dalam formasi CPNS tahun 2024 di provinsi atau kabupaten di Provinsi Papua Pegunungan, tampak normatif–sebagaimana syarat secara nasional tanpa merinci secara detail yang disesuaikan dengan ketersediaan data SDM, serta karakteristik sosial budaya masyarakat adat Provinsi Papua Pegunungan.
Sebagai contoh tentang rekomendasi orang asli Papua atau OAP, yang harus diurus lewat MRP dan diberlakukan secara umum. Seyogyanya rekomendasi itu hanya ditujukan untuk masyarakat adat, yang berasal dari luar wilayah Provinsi Papua Pegunungan.
Begitu juga tentang Kartu Tanda Penduduk (KTP) masyarakat adat asal Provinsi Papua Pegunungan, yang kebetulan ber-KTP di luar wilayah Papua Pegunungan, karena masyarakat adat Provinsi Papua Pegunungan, dengan mudah dikenali secara patrilineal atau garis keturunan ayah.
Lebih jauh dalam konteks di atas, maka seluruh stakeholder pemerintah dan terutama masyarakat sipil (civil society), harus menyadari alasan utama pembentukan Provinsi Papua Pegunungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2022 adalah dalam rangka mendekatkan pelayanan pemerintah pada berbagai sektor dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tentunya subjek utama sebagai agen, sekaligus pelaku dari amanat undang-undang tersebut, dikhususkan kepada masyarakat adat pada delapan kabupaten di Provinsi Papua Pegunungan. Maka dari itu, wajib hukumnya bagi gubernur dan MRP untuk mempertimbangkan dan mengambil kebijakan, sesuai dengan keadaan masyarakat adat di wilayah Provinsi Papua Pegunungan.
Melalui tulisan ini, penulis berharap agar gubernur Papua Pegunungan, Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Pegunungan, dan stakeholder pemerintah, yang secara langsung melakukan tugas-tugas teknis dalam rekrutmen DPRK, DPRPP, dan CPNS 2024, segera mengambil kebijakan untuk mereview syarat umum dan khusus yang ada saat ini. (*)
*Penulis adalah masyarakat Papua Pegunungan
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!