Opini  

Kargoisme dan harapan akan masa depan OAP (⅓)

kargoisme
Salah seorang pedagang asli Papua saat melayani pelanggan di Pasar Mama Papua. - Jubi/Dok

*Oleh: Bernardus Bofitwos Baru, OSA

Konsep dan gerakan kargoisme 

Istilah kargo pertama kali diperkenalkan oleh Peter Lawrence, yaitu kultus-kultus kargo (Cargo cults). Kultus kargo mengacu kepada kepercayaan orang pribumi, bahwa barang-barang baru yang dibawa dari Eropa berupa pakaian, makanan, minuman, dan lain-lain dengan kapal dan pesawat adalah pemenuhan janji leluhur, yang dikisahkan dari generasi ke generasi secara turun-temurun melalui mitos (P. Lawrence:1964). Orang Papua khususnya dan Melanesia umumnya percaya bahwa barang-barang baru yang dibawa oleh orang Eropa berasal dari dunia sana atau dunia awal mula (Strelan: 1989).

Gerakan kargoisme atau kultus kargo disebut juga sebagai gerakan “mesianik”. Pemahaman mesianik menurut Freerk Ch. Kamma merujuk kepada figur pemimpin, khususnya perannya sebagai nabi, yang mengajar dan mempersiapkan segala hal kepada masyarakatnya untuk menyambut kedatangan leluhur dari dunia sana, yang akan membawa pembaharuan hidup secara radikal (F. Kamma: 1972).

Penelitian para ahli antropologi dan sosiologi, baik dari luar negeri, maupun dalam negeri, memperlihatkan bahwa mayoritas suku-suku di Papua mempunyai sistem kepercayaannya sendiri. Namun, ada beberapa ciri dan objek kepercayaan yang memiliki kesamaan. Misalnya, sistem kepercayaan kepada mitos dan roh leluhur, serta perspektif tentang masa depan setelah kematian.

Pada umumnya semua suku mempunyai mitos yang mengisahkan tentang penciptaan asal-muasal dunia dan manusia (marga) dan perayaan-perayaan atau ritus-ritus penghormatan kepada roh leluhur. Kepercayaan masyarakat suku-suku ini mengalami pergeseran ketika terjadi perjumpaan dengan misionaris Eropa yang menyebarkan Injil, sekaligus membawa barang-barang baru (mewah) ke Papua. Pola ini dikenal dengan sebutan tiga “G” atau Gospel, Gold, dan Glory (Injil, emas, dan kejayaan).

Kultus kargo lahir sebagai suatu gerakan keagamaan. Gerakan ini terjadi karena adanya perjumpaan para misionaris Eropa dengan masyarakat lokal sebagaimana ditegaskan di atas (bdk. A. Heriyanto: Mei 2005). Perjumpaan ini melahirkan benturan sistem kepercayaan (system believe) tradisional dengan sistem kepercayaan modern-Kristen. Dari benturan ini melahirkan suatu gerakan baru.

Gerakan kargoisme ini semakin subur karena sistem kepercayaan suku dan ajaran Injil (Kristen) tidak dapat bertemu di satu titik yang sama secara konseptual.

Karena tidak adanya locus (tempat) perjumpaan secara konseptual tersebut, maka lahirlah suatu sistem kepercayaan baru yang disebut kargoisme.

Karena itu dikatakan bahwa gerakan kargoisme adalah upaya dari tokoh-tokoh masyarakat suku, untuk memadukan unsur-unsur kepercayaan suku dengan unsur-unsur kepercayaan Kristen, khususnya pandangan Kristen tentang akhir zaman (konsep apokaliptik).

Upaya para pemimpin gerakan kargo mengkombinasikan (mengawinkan) pemikiran mitos dengan pemikiran apokaliptik kekristenan tidak secara tepat dan benar, sehingga semakin mendorong berkembangnya gerakan kargoisme di seluruh wilayah Melanesia umumnya dan Papua khususnya. Misalnya Gerakan Zakeus Package di Paniai (Dr. B. Giay), Koreri di Biak (F. Kamma), Yesus Turot di Sorong, dan lain-lain.

OAP
Ilustrasi, orang asli Papua – Jubi/Dok

Cara berpikir kargoisme 

Melalui berbagai sumber, baik buku, jurnal, media cetak, elektronik, dan media sosial (medsos), maupun secara lisan termuat ungkapan ini, “mengapa Papua belum merdeka juga? Atau mengapa orang Papua belum meraih kemerdekaannya?”

Contoh, ada sebuah ungkapan hati yang disampaikan oleh seseorang, yang dituangkan melalui tulisannya di WA grup.

“Ini sekedar pikiran emosional saja, terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi terus-menerus di Papua ini sepertinya PBB tidak tahu informasi sama sekali atau pura-pura tidak tahu ataukah sudah tahu tetapi tidak percaya terhadap media dan orang yang menyampaikan berita atau bagaimana? Untuk itu maka saya usulkan jika bisa kita menugaskan orang yang dipercaya dan yang terlepas dari kepentingan politik dan kekuasaan adalah dari pihak Gereja terutama para pastor yang punya bahasa Inggris bagus ditugaskan untuk membawa berita aktual tentang situasi Papua untuk meyakinkan PBB terus-menerus. Saya sangat bingung PBB sepertinya takut kedaulatan sebuah negara itu lebih tinggi dan luhur nilainya daripada nilai manusia sehingga PBB takut mengambil langkah penyelamatan? Sayang seribu sayang kerjanya PBB selama ini”.

Pertanyaan tersebut di atas adalah sebuah ekspresi yang mewakili cara berpikir dan mentalitas orang asli Papua (OAP) pada umumnya. Ketika dianalisis dengan baik, pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa cara berpikir dan mentalitas kargoisme masih kuat memperdayai–menguasai kebanyakan OAP.

Apa yang dimaksud dengan konsep berpikir kargoisme? Menurut seorang teolog kargoisme, Gottfried Oosterwal, konsep berpikir kargoisme adalah cara berpikir yang berlandaskan realitas krisis hidup yang sedang dihadapi oleh seseorang atau sekelompok orang, dan menggantungkan harapannya kepada pihak luar atau pihak lain yang datang membantu mengatasi krisis hidup tersebut (G. Oosterwal: 1973).

Krisis yang sedang melanda seseorang atau sekelompok orang tersebut dipandangnya sebagai krisis yang berat–sulit diatasinya sendiri, sehingga membutuhkan pertolongan dari pihak lain atau pihak luar. Ketidakmampuan mengatasi krisis tersebut membuat dia atau mereka mengharapkan pihak lain atau pihak luar yang datang membantu mereka. Ketidakmampuan atau ketakberdayaan tersebut membuat mereka sangat menggantungkan harapannya kepada bantuan pihak lain tersebut.

Namun, ketika bantuan dari pihak luar tersebut tidak datang-datang juga, maka mereka dengan mudah menyerah dan frustrasi, serta bertindak emosional dan irasional.

Selain itu, terlahir pula sikap oportunis–sikap mendua hati–yang terlihat pada mudahnya menerima tawaran materi dan kekuasaan, serta dengan mudah mengorbankan sesuatu yang bernilai tinggi atau mulia (nilai kebudayaan, iman, martabat diri sebagai manusia, nilai kekeluargaan, dan lain-lain), demi sesuatu yang tidak bernilai tinggi.

OAP
Orang asli Papua di wilayah perbatasan RI – PNG di Kabupaten Keerom, Papua. – Jubi/Dok

Aspek negatif dan positif kargoisme

Aspek negatif dari cara berpikir kargoisme mencakup beberapa hal. Di antaranya, harapan berlebihan kepada pihak yang akan membebaskan beban beratnya, hingga akhirnya berubah menjadi suatu harapan yang pasif, pasrah dan mengarah kepada perasaan putus asa. Sikap pasif adalah sikap tidak proaktif dan inisiatif mencari solusi atas krisis yang dihadapinya.

Sikap pasif melahirkan alternatif pelarian dari krisis kepada perbuatan-perbuatan destruktif atau merusak, baik merusak diri sendiri, maupun orang lain, seperti, mabuk-mabukan, obat-obatan terlarang (narkoba, kokain, dan lain-lain), dan kriminalitas (pencurian, perampokan, penodongan, jambret, dan lain-lain). Juga terlahir mentalitas malas dan perasaan mudah tersinggung dan sensitif terhadap kritik.

Aspek negatif lain dari cara berpikir kargoisme, yaitu ketika pihak luar atau pihak lain yang diharapkan itu tidak secepatnya membantu meringankan beban atau krisisnya, maka dengan mudah mereka menyalahkan dan menuduh pihak lain tersebut. Aspek negatif lainnya adalah bahwa yang mengalami krisis tersebut tidak memaksimalkan kemampuannya untuk menemukan solusi. Ada kecenderungan melemparkan beban tersebut kepada pihak lain.

Ada pula aspek negatif dari cara berpikir kargoisme, yaitu pihak yang dilanda krisis lazimnya tidak kritis dan labil mentalnya, sehingga dengan mudah terpengaruh bujukan dan godaan pihak tertentu, dan mudah dimanfaatkan. Akal sehat atau rasionalisasi diabaikan. Ada kecenderungan percaya kepada “nubuat-nubuat palsu dan khayalan” irasional dan tidak logis. Dengan mudah menciptakan berbagai bentuk “narasi” yang dilegitimasi secara spiritual dan mengandalkan kekuatan magis atau mistisme. Bersambung. (*)

*Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura, Jayapura-Papua 

Comments Box

Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari News Room Jubi. Mari bergabung di Grup Telegram “News Room Jubi” dengan cara klik link https://t.me/jubipapua , lalu join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
banner 400x130
banner 728x250