Oleh: Erick Setyani*
Di zaman yang semakin maju ini banyak muncul kata-kata gaul atau kekinian yang biasa digunakan dalam keseharian seseorang, salah satunya kata cuan. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) cuan artinya untung, sedangkan pejuang cuan artinya orang yang bekerja, berjuang, dan berusaha untuk mendapatkan uang. Kata ini dulunya hanya digunakan oleh kalangan orang tertentu. Tapi sekarang kata tersebut sudah banyak digunakan oleh masyarakat umum.
Dalam tulisan ini saya mencoba untuk menyuarakan kendala tentang persoalan cuan atau pendapatan di Kampung Maidey, yang biasa juga disebut dengan SP 3 atau Legari 3. Sekitar tahun 1997 salah satu lokasi di kampung tersebut diklaim sebagai pasar, tempat berjualan semua warga di Kampung Maidey.
Namun, seiring berjalannya waktu (memasuki tahun 2000) wilayah yang diklaim menjadi pasar itu semakin sepi. Hingga saat ini tak ada lagi seorang pun yang berjualan di lokasi tersebut.
Berbeda dengan SP 3, kampung baru yang memiliki media atau tempat berjualan di pinggir jalan besar, dengan wilayah yang cukup strategis. Jadi, dengan mudah orang yang berlalu-lalang melihat mama-mama Papua yang berjualan.
Mereka berjualan dengan menyusun hasil panennya di lantai sambil menunggu pembeli. Lokasi Kampung Maidey tidak termasuk dalam kategori jauh dari kampung yang lain (terpencil), tetapi sampai saat ini belum mendapatkan perbaikan media untuk berjualan bagi warga kampung lama.
Kegelisahan tentang media tempat berjualan di SP 3 Kampung Lama semakin dalam dirasa karena sudah sampai 2023 kini belum ada pergerakan untuk memperbaiki atau merenovasi lokasi itu, agar menjadi pusat tempat berjualan bagi masyarakat SP 3 Kampung Lama.
Selain itu, semakin nyata dirasa sebab letak Kampung Maidey berada di kota Nabire, yang kita ketahui sebagai ibu kota Provinsi Papua Tengah. Provinsi Papua Tengah adalah sebuah provinsi di Indonesia yang telah dimekarkan dari Provinsi Papua pada 2022
Mengapa saya katakan di awal bahwa saya menyuarakan kendala tentang persoalan pendapatan? Karena salah satu bentuk atau upaya agar ekonomi di daerah tersebut memiliki kemajuan, maka hal yang perlu diperhatikan adalah media atau tempat jualannya.
Mayoritas orang asli Papua atau OAP yang tinggal di Papua Tengah memiliki mata pencaharian utama bertani dan beternak. Namun ketika masa panen belum tiba, mereka akan beralih pada pencaharian sampingan dengan menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan yang dapat diolah.
Fakta yang saya lihat ketika berada di Kampung Maidey ialah ketika beberapa warga OAP di kampung itu menjual hasil tangkapan, buruan atau hasil panennya dengan cara berjalan mengelilingi kampung. Mereka mengelilingi kampung walaupun dengan sengitnya cahaya matahari, jalur demi jalur diarungi hingga mendapatkan pembeli. Hasil tangkapan yang sering mereka dagangkan adalah bia kali legari dan ikan. Saat berjualan mereka berteriak: Biak! Biak! Ikan! Ikan!
Sambil berjalan keliling desa dagangan mereka baru akan laku. Setiap satu kantong plastik mereka memberikan harga Rp10.000 – Rp 15.000.
Bagi mereka yang memiliki kendaraan bermotor, mereka memanfaatkannya sebagai alternatif berjualan keliling. Karena selain menghemat tenaga mereka juga bisa menempuh jarak yang lebih jauh lagi meskipun tetap mengeluarkan biaya untuk bahan bakar. Ada pula sebagian dari mereka yang kemudian secara langsung menjual hasil tangkapannya di pasar pagi, pasar kampung sebelah atau biasa dikenal dengan sebutan SP 2 atau Kampung Jaya, Legari Jaya.
Untuk mengoptimalkan pendapatan juga mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah setempat, perlu ada upaya dan langkah maju yang dilakukan oleh pemimpin desa sebagai bentuk perbaikan kerangka pengembangan ekonomi, karena tentu sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup warga desanya. Tempat berjualan yang layak dapat memberikan jangkauan yang lebih luas. Juga dapat mempermudah meningkatkan penghasilan untuk mereka yang ingin berdagang tanpa harus mengeluarkan tenaga lebih dengan jualan keliling.
Melalui pemekaran di wilayah Provinsi Papua dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat Papua. Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah. Diharapkan regulasi ini dapat menjadi acuan bagi para pemimpin lokal, untuk menanggulangi permasalahan warga, meningkatkan pelayanan publik, kesejahteraan masyarakat serta mengangkat harkat dan martabat OAP.
Diharapkan pula regulasi bisnis yang berpihak pada UMK, terutama kepada pelaku OAP dapat mempermudah mereka dalam proses keberlangsungan usahanya, melindungi hak-hak mereka dan dapat meningkatkan praktik bisnis yang baik dan adil. (*)
*Penulis adalah mahasiswa program studi Akuntansi Universitas Cenderawasih Jayapura-Papua
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!