Oleh: Muhammad J. Dzia Ulhaq
Laju pertumbuhan penduduk Papua satu dasawarsa terakhir menunjukkan tren yang semakin tinggi. Hasil sensus penduduk Papua tahun 2020 mencatat ada kenaikan sebesar 4,13% periode 2010-2020 dengan jumlah penduduk sebesar 4.303.707 jiwa, terdapat kenaikan jumlah penduduk sebesar 1,47 juta jiwa (BPS Papua, 2021).
Hal ini tentu berdampak pada semakin luasnya aktivitas pemanfaatan ruang di setiap wilayah di Papua. Jika aktivitas yang tinggi tidak dikendalikan dengan tepat sewaktu-waktu dapat mengancam kelestarian lingkungan dan ruang-ruang adat di kemudian hari.
Sederet perusahaan besar di bidang industri kayu, perkebunan dan pertambangan yang telah mendapatkan izin siap mengeksploitasi wilayah di ruang adat Papua dalam jangka waktu panjang. Tentu aktivitas seperti deforestasi tidak dapat dihindarkan, baik yang terjadi secara legal, maupun ilegal. Aktivitas deforestasi membuat virus/patogen keluar dari habitatnya sehingga terjadi kontak dengan manusia.
Patogen tidak berbahaya selama berada di habitatnya karena telah melalui evolusi bersama di hutan, tetapi sangat berbahaya ketika bertemu manusia kota. HIV, malaria, zika, ebola, dan nipah semuanya berasal dari daerah perbatasan hutan yang digunduli. Konsep keramat hutan secara ilmiah erat dengan bahaya patogen yang tidak dikenal oleh tubuh manusia (Putra 56:10).
Bukan sekadar area hutan saja yang akan mengalami kerusakan, bahari yang kaya akan eksotisme bawah laut menjadi terancam terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem di Papua. Eksplorasi dan limbah yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan di bidang migas dan tambang, penangkapan ikan secara berlebihan menggunakan pukat harimau, bom ikan, dan ilegal fishing mengakibatkan kerusakan dan penurunan populasi biota laut.
Pembangunan infrastruktur jalan dan bangunan yang tidak terkontrol dalam mensuport pariwisata serta sampah dan polusi yang dihasilkan oleh wisatawan memiliki andil dalam kerusakan laut. Dampaknya dalam jangka waktu tertentu wisatawan enggan untuk kembali berkunjung, sementara masyarakat di pesisir yang berprofesi sebagai nelayan perlahan-lahan akan kehilangan mata pencaharian.
Berbagai masalah pelik mulai dihadapi oleh berbagai masyarakat di dunia tak terkecuali masyarakat adat di Papua. Aktivitas berkebun, meramu sagu, dan nelayan merupakan mata pencaharian utama masyarakat adat di Papua.
Jika tempat-tempat sumber ekonomi masyarakat adat Papua tersebut tidak ditata dengan baik tanpa memperhatikan dampak lingkungan, maka akan menjadi permasalahan besar di kemudian hari.
Setiap aktivitas pemanfaatan lahan sedikitnya akan mengubah rona awal lingkungan Papua menjadi rona baru sehingga terjadi perubahan lingkungan yang berkesinambungan. Jika tidak dilakukan penggarapan secara cermat dan bijaksana, maka akan terjadi kemerosotan kualitas lingkungan, merusak dan bahkan memusnahkan kehidupan habitat tertentu dalam ekosistem bersangkutan.
Begitu penting menata sebuah wilayah berdasarkan fungsinya, terlebih aktivitas yang dilakukan pada ruang-ruang di kehidupan sehari-hari. Jika sebuah wilayah ditata berdasarkan pada fungsi aslinya, akan menjamin keberlangsungan usaha masyarakat dan lingkungan akan terjaga kelestariannya serta kerugian yang timbul akibat kerusakan dapat diminimalisir.
Minimnya regulasi yang mengatur pemanfaatan ruang adat akan memberi peluang kepada berbagai pihak yang berpotensi merusak tatanan dan wilayah adat Papua.
Tempat-tempat yang semula dilarang secara adat berpotensi untuk dirusak, sehingga lingkungan akan kehilangan keseimbangan dan manfaatnya. Jika dibiarkan terus-menerus, kekayaan alam yang dimiliki terancam untuk dieksploitasi habis-habisan.
Sebaliknya, jika aktivitas telah diatur berdasarkan peruntukannya, secara tidak langsung kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat di Papua telah berkontribusi besar dalam menjaga lingkungan dan ekosistem yang telah berlangsung lama.
Oleh sebab itu, pentingnya melakukan penataan ruang yang didasari pada pengetahuan lokal atau kearifan lokal masyarakat adat Papua dalam memperlakukan lingkungan. Jika pemanfaatan ini dilakukan dengan baik, sektor maritim dan darat memiliki potensi yang sangat besar dan menjanjikan dalam daya tarik di sektor ekonomi maupun pariwisata dengan mengedepankan kekayaan budaya lokal.
Upaya konservatif dalam menjaga ruang-ruang vital perlu dilakukan secara sinkronik berdasarkan local knowledge yang dimiliki oleh masyarakat adat. Pemanfaatan ruang-ruang seperti tempat keramat, tempat mencari, flora fauna, situs budaya dan sejarah hingga kepemilikan hak ulayat telah terbentuk berdasarkan pengalaman hidup dan kejadian berulang yang telah berlangsung selama puluhan generasi.
Tata ruang adat telah tercermin melalui falsafah hidup orang Papua, hanya saja belum tertuang dalam bentuk regulasi secara tertulis, sehingga sangat perlu dijadikan materi dasar dalam penyusunan rencana jangka panjang dalam dokumen perencanaan Tata Ruang Adat di tingkat Kota/Kabupaten maupun Provinsi.
Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Tahun 2013-2033 dan di sejumlah kabupaten belum sepenuhnya dapat mengakomodasi materi ruang-ruang adat, sehingga perlu ada produk baru yang dapat mengintegrasikan local knowledge menjadi sebuah dokumen tata ruang adat, baik pada jenjang kota/kabupaten, maupun provinsi.
Sebagai wujud keseriusan dalam penataan ruang yang baik, pemetaan tata ruang adat harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Untuk itu pemetaan tata ruang adat perlu dibuat dalam bentuk peraturan daerah pada tingkat regional hingga provinsi sebagai sumber materi utama yang mendasarkan pada UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, bahwa perencanaan tata ruang memperhatikan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan.
Di samping itu juga harus mendasarkan pada dokumen perencanaan yang lain, baik nasional, maupun regional, salah satunya adalah dokumen pembangunan berkelanjutan visi-misi Papua 100 tahun. Sehingga nantinya dengan implementasi penataan ruang adat diharapkan pengelolaan wilayah pesisir dan darat dapat menguntungkan secara ekonomi dan tidak merugikan secara ekologi. (*)
Penulis adalah Pamong Budaya Nilai Budaya Ahli Pertama Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua
Referensi
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. 2021. Hasil Sensus Penduduk 2020. Jayapura: Badan Pusat Statistik.
Perda Provinsi Papua No 23 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Tahun 2013-2033.
Putra, Mahatma. “Diam & Dengarkan”YouTube, diunggah oleh Anatman Pictures, 28 Jun. 2020, . Diakses pada 20 Januari 2021.
UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Discussion about this post