Oleh: Arnold Meaga
Ketika saya membaca berita berjudul “Indonesia Menjadi Juru Damai Konflik Rusia-Ukraina” di media daring, saya menjadi sedih dan heran. Sebagai orang Papua, saya merasa terpukul saat membaca judul berita yang diposting seperti itu.
Konflik antara Rusia dan Ukraina adalah konflik territorial yang telah berlangsung cukup lama. Konflik ini memberikan pengaruh signifikan pada sektor ekonomi global.
Konflik Rusia-Ukraina ini mengakibatkan korban pada rakyat sipil di kedua belah pihak. Kerugian negara tentu akan mempengaruhi perekonomian dua negara itu sendiri. Tentu mengakibatkan kelaparan pada rakyat, memperburuk kesehatan masyarakat, dan pendidikan akan berpengaruh.
Rusia keras kepala karena ada sebagian wilayah dari Ukraina yang diklaim sebagai wilayah kekuasaan Rusia. Ukraina pun mempertahankan wilayahnya dengan dalih masing-masing.
Perang Rusia dan Ukraina masih terjadi. Sejak dimulai 24 Februari lalu, kini pertempuran sudah memasuki hari ke-135. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky tidak mau serahkan tanahnya ke Rusia. Presiden Ukraina konsisten menyerukan bantuan kepada barat.
Sikap Ukraina ini tentu akan menciptakan potensi perang yang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina itu sendiri. Presiden Rusia Vladimir Putin merespons pernyataan ini dengan mengancam perang berkepanjangan.
Rusia menantang negara-negara Barat untuk perang dengan Rusia jika barat hendak bergabung dengan Ukraina. Di satu sisi pemerintah Ukraina tak memikirkan nasib rakyat sipilnya. Kondisi rakyat sipil Ukraina sangat memprihatinkan dari konflik ini.
Rusia gencar melakukan serangan di Ukraina, kemudian pemerintah Ukraina tetap tak mau tunduk atau berinisiatif untuk menghentikan konflik tersebut. Padahal nyawa manusia lebih penting daripada yang lain-lain.
Konflik Rusia dan Ukraina akan berdampak pada Perang Dunia III. Barangkali perkembangan wacana secara global seperti ini.
Perang Dunia III berpotensi meledak oleh karena konflik Rusia dan Ukraina. Ditambah lagi dengan ancaman putin terhadap negara-negara Barat untuk berperang di medan tempur.
Tentu Rusia telah memikirkan konsekuensi logis dari perang yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina ini, yang kemudian akan memberikan pengaruh secara global.
Eksistensi perekonomian negara-negara dunia ketiga terancam hancur akibat perang ini. Namun, negara-negara imperialis akan mengambil keuntungan dari perang Rusia dan Ukraina.
Imperialisme global menguasai negara-negara kecil melalui sektor ekonomi dan kebijakan politik luar negeri. Negara-negara dunia ketiga hanya mengikuti hegemoni arus politik imperialisme yang notabenenya adalah ketergantungan politik global.
Indonesia mau menjadi pahlawan untuk menciptakan perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Jokowi mau bicara atau ikut campur dalam rumah tangga Rusia dan Ukraina untuk mendamaikan kedua negara.
Indonesia menjadi juru damai konflik Rusia dan Ukraina di hadapan masyarakat internasional. Barangkali ini baik, tetapi masih ada masalah rumah tangga Indonesia yang harua Presiden Jokowi selesaikan sendiri. Tidak baik dan tidak bijak bicara masalah rumah tangga orang lain, sedangkan rumah tangga sendiri belum beres dan bertumpuk-tumpuk.
Indonesia mesti melihat kembali rumah tangganya sendiri sebelum bicara banyak soal konflik Rusia-Ukraina. Sok menjadi pahlawan dan hati malaikat di siang bolong adalah sifat hipokrit manusia yang jahat.
Jokowi tak pernah menyadari bahwa rumah tangganya sedang bermasalah. Di Pulau Jawa dan sekitarnya banyak kasus pelanggaran HAM. Misalnya perampasan lahan oleh negara atas nama pembangunan nasional dan kepentingan nasional.
Negara sudah tak memikirkan nasib rakyatnya sendiri. Penindasan negara atas rakyat, arogansi negara atas rakyat meningkat signifikan. Namun, pemerintah tetap apatis.
Indonesia sedang menjajah bangsa Papua sejak tahun 1960-an. Indonesia adalah penjajah kolonial di zaman modern atas bangsa Papua Barat.
Status Indonesia sebagai penjajah sudah diketahui oleh bangsa Papua sendiri dan masyarakat internasional. Aktivitas Indonesia kolonial di atas tanah Papua telah mendatangkan bencana bagi bangsa Papua selama 50-an tahun.
Sejak Papua diintegrasikan ke dalam bingkai NKRI, 1 Mei 1963 hingga saat ini, banyak kasus pelanggaran HAM Papua yang belum pernah diselesaikan oleh negara. Kemudian Papua sekarang telah menjadi basis wilayah operasi militer Indonesia yang tak diketahui oleh dunia internasional. Indonesia konsisten sembunyikan kebusukannya di Papua dari dunia internasional.
Tahun 1960-an Indonesia melancarkan berbagai operasi militer di Papua, demi mencaplok Papua. Pencaplokan Papua ke dalam Indonesia adalah murni kepentingan ekonomi dan politik Indonesia kolonial beserta kroninya negara-negara imperialis global.
Konsistensi Indonesia menyembunyikan kejahatan kemanusiaan terhadap bangsa Papua terbukti dengan caranya melancarkan operasi militer di Papua, membungkam ruang demokrasi bagi rakyat bangsa Papua, membungkam ruang diskusi bagi aktivis dan mahasiswa Papua, mempersempit kebebasan jurnalisme di Papua, dan membantai orang-orang Papua yang berusaha membongkar kejahatan negara di West Papua.
Jika catatan pelanggaran HAM Papua dikumpulkan sejak tahun 1960-an hingga saat ini, maka kasus pelanggaran HAM Papua akan mustahil untuk diselesaikan oleh negara Indonesia kolonial. Sekian banyak kasus HAM Papua yang tak pernah mendapatkan atensi negara sejak tahun 1960-an hingga saat ini, membuktikan bahwa negara tak mampu selesaikan masalah Papua. Negara juga melakukan pembiaran.
Kalau Indonesia memperjuangkan kemanusian untuk Rusia dan Ukraina, maka Indonesia sedang bersikap hipokrit di hadapan dunia internasional. Ini adalah cara dan gaya Indonesia yang memalukan.
Mestinya Indonesia menyelesaikan masalah dalam rumah tangganya, yakni menyelesaikan akar masalah Papua yang sudah lama menjadi luka busuk negara itu sendiri. Orang Papua atau rakyat bangsa Papua sebenarnya menunggu kejujuran Indonesia kolonial bahwa sebenarnya Papua telah menjadi negara bangsa pada 1 Desember 1961. Akan tetapi, dengan kekuatan militerisme Indonesia berhasil mencaplok Papua masuk ke dalam bingkai NKRI.
Sangat tidak bijak jika Indonesia bicara kemanusiaan di luar dari rumahnya sendiri, tetapi kemanusian bangsa Papua diabaikan dan disembunyikan. Segala macam cara dilakukan oleh penjajah Indonesia untuk menutupi keburukannya di West Papua.
Di Papua, konflik bersenjata terus meningkat dari tahun ke tahun. Korban terbanyak berasal dari masyarakat sipil, berbagai profesi, usia, jenis kelamin, agama dan etnis, khususnya orang asli Papua (OAP).
Tidak ada perlindungan dan jaminan keamanan bagi masyarakat sipil dimanapun mereka berada dan beraktivitas. Konflik ini telah mengancam upaya-upaya perdamaian di Papua, Indonesia dan internasional.
Meningkatnya konflik berkaitan erat dengan meningkatnya perdagangan senjata api dan amunisi (PSAA) secara illegal. Setidaknya dalam rentang tahun 2011-2021 (sumber: Laporan Investigasi PSAA ALDP 1 Juli 2022). Operasi militer di Papua, perdagangan senjata api dan amunisi di Papua, dan eksploitasi sumber daya alam Papua membuat Indonesia tak bisa melepaskan Papua untuk menentukan nasib sendiri (HMNS).
Kehadiran investor asing di Papua adalah bagian dari penumpukan kekuatan Indonesia, untuk melanggengkan eksistensi penjajahan atas Papua itu sendiri. Memperbanyak pemekaran daerah otonomi baru (DOB) di Papua adalah bagian dari draft stratak pemerintah Indonesia kolonial dalam mempertahankan Papua dalam konteks “NKRI harga mati”.
Dalam konteks NKRI harga mati banyak orang Papua yang mati dan terancam punah. Genosida, etnosida, dan penguasaan bumi Papua oleh Indonesia.sedang berlangsung. Tantangan untuk bangsa Papua dan generasi bangsa Papua ke depan adalah mengetahui musuh negara kolonial, dan membebaskan bangsa Papua dari ancaman pemusnahan etnis Melanesia Papua. (*)
Penulis adalah pemuda Papua
Discussion about this post