Oleh: Siorus Degei
Salah satu gelar teologis Yesus Kristus yang akan direfleksikan adalah Yesus sebagai Putra Tunggal Allah. Kenapa Yesus Kristus digelari sebagai Putra Tunggal Allah? Yesus sebagai Anak Allah merupakan sebuah konsep dalam Injil (Alkitab), yang menunjukkan sisi kemanusiaan Yesus sekaligus sisi keilahian Allah. Konsep ini bukan berarti ‘menduakan Allah” atau menganggap Allah memiliki anak secara harafiah.
Berikut penulis paparkan alasan Yesus disebut Putra Tunggal Allah:
Pertama, jelas bahwa Yesus adalah utusan Allah melalui Santa Perawan Maria dengan misi penyelamatan dunia. Kehendak Allah untuk menyelamatkan manusia membuat Allah rela mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal: “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya” (Yoh. 3:17);
Kedua, Anak Allah Israel disebut Anak Allah atau Anak Sulung Allah (Kejadian 4:22-23; Hosea 11-1). Demikian juga raja Israel keturunan Daud (2 Samuel 7:14; Mazmur 2:7) merupakan gelar untuk Yesus Kristus yang menyatakan bahwa Ia berasal dari Allah dan melakukan kehendak Bapa-Nya, sehingga Ia adalah orang kesayangan Allah;
Ketiga, anak tunggal adalah anak satu-satunya dari sepasang orang tua. Anak tunggal dapat terjadi karena anak tersebut merupakan satu-satunya anak yang dilahirkan oleh ibunya ataupun ibunya mengandung/melahirkan beberapa anak, tetapi hanya satu yang masih hidup. Lawan dari anak tunggal adalah anak kembar.
Baca tulisan sebelumnya:
Memaknai spiritualitas “enago” (1/3)
Memaknai spiritualitas “enago” (2/3)
Dalam kaitannya dengan Yesus, Ia adalah Anak Tunggal Allah, sebab Allah sendiri yang mengutus Yesus ke dunia secara sendirian pula. Tidak ada saudara kembar atau saudara kandung Yesus. Bahkan Yesus sendiri meninggalkan keluarga-Nya guna mewartakan kerajaan Allah.
Bagi Yesus, saudara-Nya laki-laki atau saudari-Nya perempuan adalah mereka yang tekun mendengarkan firman Tuhan dan tekun melaksanakannya;
Keempat, jika fenomena Yesus Kristus sebagai Putra Tunggal Allah pada tiga poin di atas ini kita korelasikan dengan tiga spiritualitas enago di muka tulisan, maka akan sangat korelatif sekali makna teologis kontekstualnya, yakni; 1) Sebagai orang tua dan keluarga besarnya Yesus sangat dikasihi dan dicintai oleh Allah Bapa, Bunda Maria, dan Santo Yosef.
Yesus juga sangat dikasihi dan dicintai oleh para kudus di surga, para murid-Nya di dunia dan orang-orang kecil di zamannya; 2) Sebagai Putra Tunggal-Nya Yesus sangat dikasihi dan dicintai oleh Bapa-Nya di surga dan oleh Bunda Maria di bumi. Ketika Ia lahir di kandang Betlehem, hilang saat berumur 12 tahun di Bait Allah, berdoa dan berpuasa selama 40 hari 40 malam.
Dimanapun Ia pergi, dimanapun Ia berada, kemanapun Ia mewartakan dan mengajarkan iman dan Kerajaan Allah, bahkan ketika Ia di jalan salib, menderita, sengsara, wafat dan bangkit, Yesus senantiasa dalam perlindungan dan penjagaan Allah Bapa dan Bunda Maria; 3) Sensitivitas dan sensibilitas Yesus Kristus kepada umat manusia itu terlihat dari perwujudan ajaran cinta kasih-Nya melalui misteri hidup-Nya dari kandang Betlehem hingga di puncak tengkorak di atas kayu salib.
Ia lahir karena cinta kasih, hidup karena cinta kasih, berjuang karena cinta kasih dan mati pun karena cinta kasih kepada alam semesta yang penuh dengan salah dan dosa ini.
Masih banyak lagi alasan teologis dan biblis yang berbicara banyak tentang tema Yesus sebagai Putra Tunggal Allah. Namun paling kurang beberapa poin di atas bisa mengantarkan kita kepada khazanah pengetahuan dan pemahaman, bahwa letak ketunggalan Yesus sebagai Anak Allah itu tidak terjadi secara fisiologis atau biologis, melainkan itu terjadi secara teologis dan secara spiritual iman.
Bahwa tunggal yang dimaksudkan itu adalah relasi intim, relasi spesial, relasi spiritual Yesus Kristus dengan Allah Bapa, yang termanifestasi layaknya realitas Bapa dengan Putra Tunggal yang kita tahu secara manusiawi, bahwa relasi seorang bapa atau ibu dengan anaknya, terlebih Anak Tunggal ini sangat khusus dan spesial sekali.
Panggilan sebagai enago sejati di “jalan tua” Papua
Paling tidak sudah ada sedikit titik terang terkait arti dan makna enago atau anak tunggal dalam masyarakat pada umumnya, lirik lagu Lucky Dube, dan jati diri Yesus Kristus sebagai “enago sejati”.
Berikut kita akan melihat bagaimana spiritualitas enago ini dimaknai dalam kehidupan dan sejarah perjuangan bangsa Papua. Orang atau pihak yang benar-benar memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kedamaian bagi bangsa Papua yang bernasib sama seperti para enago. Mereka akan sendirian, mereka akan dijauhi oleh kawan dan lawan.
Hal ini senada juga dengan perkataan Plato (427 SM –347 SM) filsuf dan matematikawan Yunani yang dalam pembelaan kepada gurunya Sokrates (470 SM–399 SM) yang meminum racun lantaran dituduh sesaat dan menyesatkan banyak orang di Yunani. Plato mengatakan bahwa manusia yang paling dibenci adalah mereka yang mengutarakan kebenaran.
Rupanya nasib Lucky Dube juga sama dengan Sokrates. Bedanya lagu-lagu reggae ciptaan Lucky dinilai berbahaya oleh para kapital, kolonial dan imperial Barat sebagai pembangkit api semangat revolusi, perlawanan dan perjuangan bangsa Afrika Selatan untuk bebas merdeka.
Hal semacam ini juga pernah terjadi di Papua. grup musik lokal Papua, seperti, Mambesak, Black Brothers, Black Papas dan Black Sweet mendapatkan teror dan intimidasi dari rezim diktator dan otoriter Soeharto. Yesus Kristus sebagai “enago sejati” juga mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh Sokrates, Lucky Dube, Mambesak, Black Brothers, Black Papas dan Black Sweet.
Lantaran mewartakan kerajaan Allah secara gigih dan berani, kaum farisi dan ahli-ahli taurat, yang saat itu disebut kaum sanhedrin bersekongkol dan berkonspirasi bersama penjajah Romawi, dipimpin Pontius Pilatus dan Herodes menjatuhkan hukuman salib kepada Yesus. Padahal kesalahan Yesus tidak menjawab unsur-unsur peradilan salib, bahkan Yesus tidak ada kesalahan sama sekali.
Penulis hendak menegaskan bahwa posisi pejuang sejati yang ideal di Papua adalah posisi enago sebagaimana teladan Yesus, Nelson Mandela, Lucky Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr, Che Guevara, Xanana Gusmao, dan pejuang kemanusiaan dan kemerdekaan lainnya.
Di tingkat perjuangan bangsa Papua sendiri ada tokoh-tokoh pejuang, seperti, Dr. Thomas Wanggai, Arnold C. Ap, Theys Hiyo Eluay, Kelly Kwalik, Musa Mako Tabuni, Pater Neles Tebai, Leoni Tanggahma, Jonah Wenda, Filep Karma, dan lain-lain.
Semoga perjuangan mereka akan bertunas dan bersemi, serta menuai benih-benih pejuang sejati Papua yang tampil sebagai “enago sejati”, single fighter yang independen, patriotis, nasionalis, dan integral. Sehingga Papua Tanah Damai, Papua Baru, Papua penuh kemuliaan dan Papua merdeka, yang dirindukan oleh bangsa Papua itu tidak mustahil terwujud. (*)
Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura