Opini  

Memaknai spiritualitas “enago” (1/3)

enago
Danau Tigi, sebuah danau di Kabupaten Deiyai, wilayah adat Meepago. – Jubi/IlmuGeografi.com

Oleh: Siorus Degei

“Enago” adalah sebutan khas dalam kebudayaan suku Mee di Papua untuk anak tunggal dan orang yang tidak punya saudara perempuan atau laki-laki. Enago juga biasa dialamatkan kepada para janda atau duda dan yatim-piatu.

Secara etimologis enago berasal dari bahasa Mee yang terdiri dari dua kata, yaitu ena dan ago. Ena berarti satu/tunggal, baik atau bagus. Sementara ago berarti hari. Ago ini juga merujuk pada waktu, angka atau jumlah. Jadi, secara sederhana enago berarti suatu entitas yang tunggal dan utuh.

Dalam konteks penulisan ini arti atau makna enago adalah enago sebagai single fighter atau petarung sejati yang sendirian. Jika kita kontekskan lagi ke dalam dinamika, hegemoni dan dialektika perjuangan, pergerakan dan perlawanan bangsa Papua menuju alam kedamaian, maka arti atau makna enago yang kita pakai adalah enago sebagai sosok pejuang yang sejati, berdikari, independen, dan integral.

Dengan menggunakan penghayatan enago dalam kebudayaan suku Mee di atas, maka penulis hendak memakai spiritualitas enago dalam meneropong sosok pejuang kemanusiaan yang ideal di Papua, berdasarkan referensi dan refleksi atas beberapa tokoh perjuangan, seperti, Yesus Kristus dan beberapa pejuang sejati di Papua.

Memahami spiritualitas “enago

Kita sudah secara sederhana memahami definisi kata enago secara leksikal. Berikut kita akan memahami kata enago dalam kebudayaan suku Mee ini secara filosofis, mendalam dan menakar kualitas-kualitas apa yang menjadi spiritualitas dari para enago sebagai sumbangsih pengetahuan bagi khalayak ramai di Papua pada umumnya, dan dalam perjuangan bangsa Papua pada khususnya.

Pertama, seperti pengertiannya enago adalah anak tunggal. Kita semua sudah tahu bahwa sebagai anak tunggal tentu seseorang itu akan mendapatkan kasih sayang yang istimewa dari kedua orang tua dan keluarga besarnya.

Akan ada banyak kekayaan atau warisan yang akan diwarisi oleh seorang anak tunggal, sebab persis tidak ada saudara-saudaranya, yang bisa mengurangi porsi kekayaan warisan keluarga tersebut. Jadi, salah satu keidentikan seorang anak tunggal atau enago dalam suatu keluarga adalah adanya kasih sayang yang besar dari keluarga kepadanya;

Kedua, masih pada poin yang pertama bahwa sebagai enago seseorang akan sangat dengan wanti-wanti dan penuh kehati-hatian dijaga oleh kedua orang tua dan keluarga besarnya.

Kenapa demikian? Tentu karena hanya dia harta berharga milik keluarga dan kedua orang tuanya. Apalagi jika anak tunggal tersebut lahir dan hadir dalam keluarga, yang secara ekonomi dan stratifikasi sosial masuk dalam kategori masyarakat kelas menengah ke atas, tentu anak tersebut akan dimanjakan dengan super ketat dan disiplin.

Jadi, keidentikan kedua dari seorang enago adalah adanya security system dan safety yang super ketat. Ia tidak bisa bergaul atau bermain sembarangan, tidak boleh makan-minum sembarangan, tidak boleh keluar malam dan pulang malam, tidak boleh sendirian walaupun pada hakikatnya ia sendirian;

Ketiga, memiliki sensitivitas dan sensibilitas yang mumpuni. Seorang enago juga karena tahu bahwa ia sendirian, maka ada semacam dorongan emosi untuk mencintai, menghormati, dan menghargai sesama yang lain.

Ia akan sangat iri dengan sesamanya yang memiliki saudara lebih dari satu. Untuk seorang janda atau duda mereka akan sangat iri dengan keluarga yang mempunyai banyak anak.

Perlu dicatat bahwa unsur iri dalam diri seorang enago di sini bukan iri dalam pengertian yang negatif, melainkan rasa iri dalam pengertian yang sangat positif.

Di mana akan ada rasa empati, simpati, dan solidaritas yang pesat dalam diri seorang enago, untuk lebih mencintai diferensitas dan homonimitas lingkungannya.

Jadi, keidentikan seorang enago yang ketiga adalah adanya sensibilitas dan sensitivitas emosional yang pesat, kepada sesama yang lainnya.

Kemungkinan ini tertular dari banyak emosi cinta kasih yang ia peroleh dari orang tua dan keluarga besarnya.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa spiritualitas seorang enago itu seorang yang berharga di mata keluarga. Sehingga mereka dikenal dengan istilah “anak tunggal” atau “anak emas”.

Mereka juga (para enago) mempunyai hati universalisme dan sikap pluralisme yang kuasa, sebab mereka sangat sadar bahwa mereka sendirian dan membutuhkan banyak orang di sampingnya, bahkan kadang-kadang mereka bisa saja mengorbankan hal-hal dan hak-hak yang berharga dalam diri dan hidupnya hanya untuk kepentingan banyak orang.

Kurang lebih demikian potret singkat perihal spiritualitas para enago. Berikut sebuah lagu bergenre reggae ciptaan musisi Lucky Dube berjudul “You Stand Alone”.

Penulis menyebut lagu ini sebagai “wahyu reggae” bagi para “enago sejati” di jalan tua perjuangan kebenaran dan kebebasan. Sebab lagu-lagu Lucky Dube ini sangat menginspirasi perjuangan bangsa-bangsa terjajah, termasuk bangsa Papua. Banyak pejuang kemanusiaan Papua yang mengidolakan Lucky Dube dan musik-musik reggaenya yang kudus bak malaikat pelindung. Bersambung. (*)

Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Abepura

Comments Box
Exit mobile version