Oleh: Zebedeus G Mote*
Di Tanah Papua yang begitu mulia, kaya, dan luas ini masih terjadi konflik dan deforestasi alam. Jaringan Damai Papua (JDP) sejak pembentukannya selalu bersuara atas kebenaran, baik melalui tulisan, maupun secara lisan, kepada pihak yang bertikai, supaya mereka membahas seluruh persoalan yang ada.
Memang banyak pihak mencurigainya, baik masyarakat OAP (orang asli Papua), maupun non-OAP dan pihak pendukung Papua merdeka Harga mati dan NKRI Harga mati. Dalam urusan kemanusiaan, siapapun korbannya, JDP tetap menyerukan supaya pihak-pihak yang bertikai di Papua berdialog, untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan.
Misi dari JDP jelas. Bahwa tetap menunjukkan tanggung jawab, sekaligus sasaran misi Gereja, yaitu bekerja untuk manusia. Dasarnya adalah misi keselamatan Kristus di dunia, yang ditujukan kepada seluruh manusia.
Manusia menjadi target utama dan satu-satunya misi Kristus. Gereja, sebagai kelanjutan misi penebusan Kristus, sepenuhnya sadar akan hal ini. Melaksanakan misi keselamatan Kristus tidak lain yakni bekerja bagi manusia, bukan JDP berpolitik praktis.
Demi memelihara nyawa umat manusia di Papua, JDP tetap mendorong dialog Jakarta-Papua, supaya membicarakan sebab yang mengakibatkan kekerasan. JDP murni jaringan kemanusiaan, bukan mau mempengaruhi Papua merdeka harga mati atau NKRI harga mati.
Jika ada penolakan dari berbagai pihak, berarti di situ ada unsur penilaian, bahwa JDP berpolitik praktis. Penulis menolak semua penolakan soal dialog, mengapa? JDP meneruskan misi Allah untuk keselamatan manusia.
Perjuangan bagaimana menciptakan Papua tanah damai tidak mudah. Sampai detik ini masih banyak pihak yang menilai, bahwa JDP organisasi politik atau kelompok pro-Indonesia. Ataupun sebaliknya. Sekali lagi, tidak!
Jaringan Damai Papua hadir untuk meneruskan Missio Dei (Misi Allah) di Papua supaya semua orang menikmati hidup yang aman dan damai. Allah menuntut semua orang sejatinya untuk bersatu di dalam kasih dan kerendahan-Nya, bukan saling memusuhi, apa lagi mengorbankan, menginjak hidup satu sama lain.
Melanjutkan karya keselamatan dari Allah adalah tugas pewarta sabda-Nya. Untuk itulah, JDP mengajak dialog, supaya pihak-pihak yang bertikai menyadari perbedaan pendapat dan bicara terbuka, agar keselamatan itu benar-benar terjadi di Papua, bukan konflik.
Semua orang tentu punya kerinduan besar untuk mewujudkan Papua tanah damai. Namun, kerinduan itu terus menjadi luka karena manusia masih melawan misi Allah.
Apakah misi Allah itu?
Misi Allah adalah keselamatan. Sasaran utama misi keselamatan Allah ditunjukkan kepada manusia. Hal ini merupakan prinsip hidup dasar Ajaran Sosial Gereja (ASG). Paus Yohanes Paulus II menulis dalam Centesimus Annus: “pokok pembahasan dan, dalam arti tertentu, prinsip pemandu ensiklik Paus Leo dan seluruh ajaran sosial Gereja adalah pandangan tentang pribadi manusia dan nilai unik pribadi….” (CA art. 11).
Lebih jauh, paus mengatakan, “Satu-satunya tujuan Gereja adalah memelihara dan bertanggung jawab atas pribadi manusia yang telah dipercayakan Kristus kepadanya. Kita tidak berhadapan dengan kemanusiaan yang ‘abstrak’, melainkan dengan pribadi nyata, ‘konkret’, ‘historis’.
Kita berhadapan dengan setiap individu, karena setiap orang adalah bagian dari misteri penebusan, dan melalui misteri ini Kristus menyatukan diri-Nya dengan setiap orang selamanya. Karena itu, Gereja tidak dapat mengabaikan kemanusiaan, dan bahwa pribadi manusia ini adalah langkah utama yang harus ditapaki Gereja dalam melaksanakan misinya. Langkah yang telah dijejaki oleh Kristus sendiri, satu-satunya jalan menuju misteri Inkarnasi dan Penebusan.’ Inilah satu-satunya prinsip yang menginspirasi ajaran sosial Gereja.” (CA art. 53).
Sesuai dengan eksistensi diri, setiap orang berhak meneruskan karya keselamatan dari-Nya untuk semua orang di muka bumi. Segenap umat manusia dituntut untuk hidup dalam persaudaraan dan saling menolong, demi menjaga perdamaian antarsesama di dunia dan khususnya Papua. Ketika manusia lebih memilih urus harta dunia, dia mudah menstigma sesama atau organisasi tertentu, untuk menjelekkannya di ruang publik. Namun, dalam penuh kesadaran manusia tersebut bukan bagian dari keluarga Allah.
Jaringan Damai Papua adalah gerakan kenabian. Gerakan dari Allah bukan dari bumi. Demi keselamatan umat manusia. JDP itu mengenal dan mendengarkan harapan umat Kristiani dan umat agama lain secara menyeluruh.
Mengingat tugas sebagai nabi tidak dapat menyampaikan firman Allah sesuka hati, tetapi dikehendaki oleh Allah dan berbicara sejauh Allah menghendakinya untuk membebaskan konflik (Jakarta-Papua) yang berkepanjangan, demi keselamatan jiwa umat manusia yang terluka sepanjang waktu.
Jaringan Damai Papua tidak untuk berpolitik praktis
Tujuan JDP adalah senantiasa memediasi aktor (Jakarta-Papua) konflik untuk berdialog. Jika pihak yang bertikai menginjak nilai keadilan dan moral manusia, maka JDP akan tetap menyerukan suara kenabian, demi mewujudkan keselamatan manusia dan alam Papua. Untuk semua orang yang selama ini menilai JDP hadir untuk berpolitik, sekali lagi jangan salah menilai.
Akhir-akhir ini banyak pihak yang menilai, sekaligus menolak dialog. Tahun-tahun awal sejak JDP berdiri, banyak orang yang menolaknya. Usai pendiri JDP (Pater Neles Tebai) meninggal, pihak-pihak yang menolak datang menghormati dia sebagai pejuang damai bagi manusia Papua.
Akhir 2022 banyak pihak juga yang menolak dialog, baik orang Papua maupun pihak Jakarta. Penulis berpikir, entah dialog itu difasilitasi oleh komnas HAM RI, atau pihak ketiga yang netral, hendaknya diterima dengan hati yang dingin.
Duduk bicara dulu. Jika dalam pembicaraan tidak ada jalan keluar, ya, kita bisa minta dialog lagi ke Jakarta dan difasilitasi oleh pihak atau negara-negara internasional yang independen. Bukan baru diwacanakan langsung menolak. Persis di situ penulis menilai pihak mereka yang kontra dengan JDP, dan tentu berpandangan bahwa JDP berpolitik praktis.
Penulis menanggapi semua penolakan atas dialog itu. Kata tentang dialog meluas ke seluruh tanah Papua, Indonesia dan dunia ketika JDP berdiri. Tujuannya jelas, hanya untuk keselamatan nyawa manusia OAP dan non-OAP di Papua. Ingat, JDP meneruskan misi Allah, bukan misi dunia (untuk politik praktis).
Jaringan Damai Papua kerja untuk keselamatan manusia. JDP juga bukan suatu gerakan atau aliran tertentu, yang mau mempengaruhi NKRI harga mati dan Papua merdeka harga mati.
Akan tetapi, JDP murni meneruskan misi Allah di tengah umat yang tertindas. Allah memberikan mandat kepada petugas kemanusiaan, untuk bertanggung jawab atas nyawa manusia. Dan itu adalah ajaran sosial Gereja.
Dalam kehidupan harian, tidak boleh ada kekerasan yang mengorbankan martabat manusia lainnya. Dan untuk itulah JDP bersuara tentang dialog Jakarta-Papua. Jika ada penolakan soal dialog, mereka mesti merenung baik-baik, karena JDP tidak berpolitik praktis. Tetapi itu merupakan sebuah panggilan kemanusiaan.
Seluruh pandangan, ajaran, dan sikap Gereja tentang manusia dan kehidupan, didasari oleh prinsip martabat manusia ini, yaitu bahwa manusia adalah citra Allah, karena itu memiliki hak dan martabat sederajat, serta harus menjadi tujuan. Maka memelihara nyawa manusia dari konflik dan kekerasan di tanah Papua menjadi fokus utama dalam proses menciptakan Papua tanah damai yang abadi. (*)
* Penulis adalah relawan Jaringan Damai Papua