Jayapura, Jubi – Klub berjuluk Mutiara Hitam baru saja menutup putaran akhir Liga 2 Grup 4 musim 2023/2024 dengan sebuah kekalahan, dengan skor 3-1 melawan tim berjuluk Napi Bongkar di Lapangan Cenderawasih Biak, Minggu (10/12/2023) sore.
Berbeda dengan pertandingan sebelumnya dalam derby Papua, Boaz T Solossa dan kawan-kawan kalah melawan tim berjuluk Mutiara Hitam. Apalagi kemenangan maupun kekalahan Persipura sudah tak berpengaruh lagi karena tim Ian Luis Kabes dan kawan kawan harus berjuang lagi agar tetap bertahan di Liga 2 musim depan.
Gagalnya Tinus Pae dan kawan-kawan jelas membuat banyak pihak kecewa, bahkan saling menuding antara para pendukung dan fans Mutiara Hitam. Kemarahan pertama para fans merasa bahwa manajemen salah memilih pelatih Tony Ho sehingga semakin terpuruk ke dasar klasemen atau terlempar dari peluang masuk ke 12 besar Liga 2. Bahkan yang lebih ekstrem menyebut manajemen terlambat start dan membentuk tim Persipura jelang babak penyisihan Grup 4 Liga 2.
Persewar dan PSBS sudah melakukan persiapan hampir sebulan lebih, sedangkan Persipura baru latihan dua minggu. Pelatih Tony Ho sendiri datang dan mendampingi Ian Luis Kabes dan kawan-kawan empat hari sebelum bertanding melawan Kalteng Putra, Minggu (10/9/2023) siang di Palangkaraya.
Hasilnya memang mengecewakan, Persewar dan PSBS Biak lolos ke babak 12 besar. Ian Luis Kabes dan kawan-kawan harus berjuang agar tetap bertahan di Liga 2, jika gagal terjun bebas ke Liga 3.
Sangat miris, ketika Tinus Pae dan kawan-kawan sudah berlaga sebanyak 5 laga, barulah pihak manajemen Persipura secara resmi menunjuk Abiasai Rollo yang juga Ketua Panpel menjadi manajer Persipura. Ia menggantikan Yan Permenas Mandenas yang kini membawa PSBS Biak juara Grup 4 Liga 2.
Baru menjelang sisa laga dan peluang semakin kecil, manajer Persipura muncul dengan menjanjikan ‘obat batuk’ sebutan dari manajer Abisai Rollo buat pemberian bonus bagi pemain dalam. Obat batuk ini ia janjikan setiap kali pertandingan. Manajer Persipura terus memberikan dukungan dan semangat, meski sokongan dan pemberian obat batuk itu boleh dibilang tindakan yang datangnya terlambat.
Meski manajer Persipura itu berjanji akan tetap memberikan semangat dan dorongan bagi Ramai Rumakeik dan kawan-kawan jelang babak putaran play off agar bisa bertahan di Liga 2, dukungan ini penting meski di tengah keraguan maupun harapan pemain dan mantan legenda Persipura. Pelatih Persewar Eduard Ivakdalam pun meyakini Mutiara Hitam akan bertahan jika gaya mereka bermain ketika mengalahkan Persewar 2-0 di depan pendukung Mutiara Hitam di Stadion Mandala.
Terlambat rekrut pemain
Dua minggu sebelum laga digulir, masih belum ada tanda pembentukan tim Mutiara Hitam. Pelatih SSB Batik dan Cigombong Putra baru mengumpulkan para pemain terutama pemain Cigombong Putra seperti Ramai Rumakeik, Jusack Isir, Marinus Manewar, dan lain-lain.
Tak heran kalau Ferdinando Fairyo bilang klub Persipura dibentuk seperti kesebelasan tiga malam, datang bernyanyi dan pegang gitar sesudah itu pulang. “Mereka menyiapkan klub tanpa menyiapkan materi pemain dan tidak ada latihan fisik, seperti yang dilakukan Eduard Ivakdalam dengan Persewar di Liga 2,”kata Fairyo.
Keterlambatan pembentukan tim berjuluk Mutiara Hitam karena manajer lama terlambat memberikan laporan keuangan dari sponsor sehingga mempengaruhi kesiapan tim. Pasalnya lanjut Ketua Umum Persipura Benhur Tommy Mano pihak manajer lama belum memberikan laporan pertanggungjawaban kepada sponsor jelas sangat berpengaruh.
Padahal jika ditelisik lebih dalam Persipura bukan tim baru yang lahir kemarin sore. Walau demikian klub besar turun ke Liga 2 itu hal biasa dalam sepak bola, kasus terbaru klub besar di Brasil Santos FC yang melahirkan pemain besar seperti Pele maupun Neymar kini terdegradasi keLiga 2 dari klub elite di Brasil.
Klub yang bertahan selama 111 tahun di Liga Seri A Brasil, akhirnya Santos FC harus turun ke Liga B setelah kalah dengan skor 1-2 dari Fortaleza dalam lanjutan Campeonato Brasilero Serie A, Kamis (7/12/2023). Artinya kekalahan dalam sebuah pertandingan merupakan sesuatu yang wajar, tetapi kesalahan terletak di mana sehingga klub besar bernama Santos FC bisa turun ke Liga B Brasil.
Kemandirian klub dari amatir ke profesional
Mantan Ketua Persipura MR Kambu setelah memimpin Persipura juara Divisi Utama 2005/2006 kepada pers di Jayapura kala itu mengatakan, sejak berlaga di Indonesia Super League (ISL) musim 2008/2009 tim berjuluk Mutiara Hitam sudah tidak bergantung lagi kepada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terutama berasal dari Kota Jayapura.
“Kita tidak boleh lagi mengandalkan APBD Kota Jayapura,” kata MR Kambu Wali Kota Jayapura selama 10 tahun alias dua periode kala itu.
Peraturan Mendagri Nomor 59 Tahun 2007 mengenai Perubahan Permendagri No.13/Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kebijakan ini ibarat momok bagi klub sepak bola di Indonesia. Pasalnya aturan itu tak akan lagi memanjakan klub sepak bola dalam pembagian dana APBD.
Mantan Mendagri Mardianto menegaskan klub sepak bola bukan organisasi atau instansi yang berhak atas dana hibah dari APBD. Praktis sejak ISL 2008/2009 sampai sekarang tim berjuluk Mutiara Hitam sudah tidak boleh memakai dana APBD Kota Jayapura.
Sebelumnya 2005/2006 masih tergantung dari APBD Kota dengan jumlah dana berkisar antara Rp 15 Miliar (hal 69 Yosim Samba Sepakbola dari Timur). Waktu itu Persipura juga mendapat sponsor dari PT Bososwa Makassar dan juga Bank Papua.
Sejak berkompetisi di Liga Super Indonesia (2008 sampai sekarang) manajemen Persipura mulai membentuk PT Persipura Papua yang didirikan pada 2008. Ini merupakan persyaratan bagi klub Liga 1 kala itu untuk mengikuti LSI 2008/2009 di mana Persipura langsung menjadi juara ISL 2008/2009.
Selanjutnya pada musim Liga 1 musim 2021-2022 tim berjuluk Mutiara Hitam ini mengalami krisis terutama pemecetatan kedua senior mereka Boaz T Solossa dan Tinus Pae. Hal ini diperburuk lagi dengan pengurangan poin ketika menolak bertanding melawan Madura United. Meski banyak pihak menilai termasuk Rucardo Salampessy dalam film dokumenter Jubi TV berjudul ‘Mutiara Hitam Jenderal Lapangan’ mengatakan bahwa pihak lain termasuk lembaga sepak bola di Indonesia merugikan tim Persipura.
Pendapat itu ditepis Ferdinando Fairyo mantan kapten Persipura era 1990-an, Persipura terdegradasi karena kesalahan manajemen yang menolak bertanding melawan Madura United. “Seandainya waktu itu mereka bertandingan melawan Madura United sudah pasti aman-aman saja,” kata mantan pelatih Persipura U 18.
Ferdinando Fairyo juga menyebut soal pembinaan pemain muda dan kompetisi yang teratur di klub-klub Persipura di Kota Jayapura sehingga stok pemain tetap tersedia. Di samping itu lanjut Fairyo pembinaan atlet muda sepak bola dengan memakai APBD Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Jayapura sah-sah saja sebab demi mengembangkan pesepak bola muda. Kepala Dispora Kota waktu itu La Siya melakukan pembinaan pemain-pemain muda sejak Persipura U18.
“Titus Bonay, Imanuel Wanggai, Stevie Bonsapia dan David Laly serta Octo Maniani adalah pemain jebolan Persipura U18 di bawah binaan Dispora Kota Jayapura,” kata Fairyo.
Selanjutnya ketika almarhum La Siya menjadi Ketua KONI Kota Jayapura ia terus menggalakkan pembinaan pemain-pemain muda sebagai stok dan bank data pemain-pemain muda di Persipura U18. Pembinaan terus berlanjut sampai angkatan Terens Puhiri hingga akhirnya berhenti sampai sekarang.
Bagaimana keberadaan Persipura sekarang?
Para mantan dan legenda hanya berpesan tim Mutiara Hitam sudah tidak mungkin lolos ke babak 12 besar, tetapi mereka harus berjuang agar jangan sampai terdegradasi dari Liga 2 ke Liga 3. Bagi mantan gelandang Persipura dan pemain timnas Indonesia Rully Nere jika sampai Persipura turun ke Liga 3 maka perjuangan untuk kembali ke Liga 1 akan semakin sulit terwujud.
Hal senada juga diingatkan rekan seangkatan Rully Nere di Persipura Mettu Dwaramury berharap agar Persipura tetap berjuang agar bertahan di Liga 2, sambil menyiapkan tim untuk kembali ke Liga 1 musim depan.
Ferdinando Fairyo hanya bilang biasanya ketika orang bilang harus benahi tim dan persiapan matang, pihak manajemen hanya bilang jangan bicara, harus juga bisa mencari sponsor untuk Persipura. Sejak 2008 Persipura sudah berbadan hukum bernama PT Persipura Papua, tentunya punya kewajiban mencari sponsor, membina pemain muda dan memiliki stadion latihan sendiri.
“Stadion ibarat rumah bagi setiap klub untuk membina dan melahirkan pemain muda,” kata Kapten Persipura era 1968-1978 mendiang Hangky Heipon. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!