Jayapura, Jubi – Legenda hidup sepak bola Tanah Papua dan Indonesia, Boaz Solossa ternyata mengawali karier sepakbolanya secara sembunyi-sembunyi. Ia mengungkapkan hal itu dalam sebuah siniar atau podcast bersama komika Mamat Alkatiri di Channel Youtube Sport77 Official, Senin (17/4/2023) malam.
Bochi, panggilan akrab Boaz Solossa menceritakan bagaimana ia memulai kariernya di lapangan hijau hingga namanya melegenda sampai sekarang ini.
Bochi bermain sepak bola pertama kalinya bersama klub lokal PS Putra Yohan di Tanah kelahirannya, Sorong, Papua Barat. Sebelumnya, ia bermain bola basket dan pernah membawa sekolahnya juara.
“Kedua orang tua saya dekat dengan olahraga kebetulan ayah dan ibu saya menangani panti asuhan yang di sebelahnya ada halaman yang dijadikan lapangan basket dan di situ kami sering berolahraga. Orang tua saya dulu menangani klub PS Putra Yohan di Sorong. kaka Ortiz (Ortizan Solossa) juga pernah bermain di situ. saya pernah bawa Putra Yohan juara 3 kali berturut-tutut,” kata Bochi dikutip dari percakapannya bersama Mantan Alkatiri di Channel Youtube Sport77 Official.
“Dulu kebetulan saya pernah bermain basket setiap harinya. Saya pernah membawa SMA 1 Sorong juara 1 baru saya ke Jayapura,” sambungnya.
Saat ayahnya meninggal dunia ketika ia masih duduk di bangku SMP kelas 1 tahun 2000 silam, Bochi masih bermain di PS Putra Yohan. Kemudian ia diminta ke Kota Jayapura oleh mendiang Pamannya, Jaap Solossa yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Provinsi Papua untuk melanjutkan sekolah.
“Ayah saya meninggal tahun 2000 saat saya masih sekolah SMP kelas 1. Terus Paman saya waktu itu menjabat sebagai Gubernur. Setelah ayah saya meninggal saya tinggal dengan Ibu saya dan kakak-kakak saya, waktu itu Kaka Ortiz sudah di Makassar, akhirnya Paman saya minta saya harus ke Jayapura dan harus sekolah di sana,” kenangnya.
Bochi menuturkan, ketika itu ia diwanti-wanti harus serius untuk bersekolah. Karena Kakaknya, Ortizan Solossa sudah lebih dulu menjadi pesepakbola dan bermain untuk PSM Makassar.
Suatu waktu, Bochi mendapatkan kabar kalau tim sepak bola PON Papua membuka seleksi pemain. Ia lalu tertarik untuk ikut tapi tanpa sepengetahuan keluarganya.
“Karena kaka Ortiz sudah duluan ke sepak bola jadi paman saya minta saya harus sekolah. Kemudian saya mendapatkan informasi ada seleksi tim PON, dan saya memberanikan diri untuk ikut tanpa sepengetahuan paman saya karena tidak boleh karena saya diminta untuk sekolah. Pendidikan dalam keluarga saya itu sangat diprioritaskan,” tuturnya.
“Akhirnya saya ikut seleksi secara diam-diam. Selama perjalanan awal karier saya untuk menjadi pesepakbola sukses itu saya tidak memberitahukan ke keluarga. Tapi ada beberapa yang tahu saya latihan, mereka berpikir saya hanya latihan biasa bukan seleksi,” tambahnya.
Waktu berjalan, Bochi mengaku kebingungan karena namanya sudah dinyatakan lolos 30 besar pemain yang menjalani seleksi tahap akhir. Ia takut kalau sang paman mengetahui kabar tersebut dan tidak mengizinkan ia untuk bermain sepak bola.
Bahkan saat sang paman yang waktu itu sebagai gubernur dan ketua kontingen Papua menyambangi cabor-cabor berlatih menjelang PON, Bochi sempat lari bersembunyi di rerumputan samping lapangan.
“Waktu saya masuk dalam penampungan TC tim PON, saya semakin bingung lagi untuk mencari alasan. Karena dalam TC semua pemain harus bersama-sama dari tempat penampungan ke tempat latihan. Sedangkan saya di rumah, kalau saya tidak di rumah saya pasti akan dicari dan ditanya keluarga. Mau tidak mau saya sekali-sekali tidur di rumah dan di penampungan. Itu pun juga saya harus kongkalikong dengan beberapa keluarga di rumah untuk rahasiakan itu,” ujarnya.
“Jadi setiap kali latihan, paman saya selalu kontrol seluruh cabang olahraga menjelang PON, terakhirnya sepak bola. Pada saat berlatih, telinga saya selalu waspada, setiap dengar bunyi sirine Patwal yang mendekat, saya langsung lari sembunyi di rumput-rumput di samping lapangan. Saya sudah kasih tahu sebelumnya ke Om Rully Nere (pelatih tim PON ketika itu), jadi saya sembunyi. Pas Paman saya pergi baru saya keluar dan lanjut latihan,” sambungnya.
Rully Nere akhirnya memutuskan untuk meminta izin kepada mendiang Jaap Solossa dan memberitahukan bahwa Bochi masuk dalam tim sepak bola PON Papua. Tapi, izin itu sempat ditolak.
“Om Rully menemui Paman saya dan meminta izin kepada Paman saya. Beliau bilang ke Paman saya Boaz ada ikut di tim sepak bola PON Papua. Paman saya jawab tidak beliau bilang Boaz harus sekolah. Tapi Om Rully pegang kata-kata beliau bahwa tim ini harus dapat medali emas di PON Palembang. Om Rully bilang kalau mau dapat medali emas, Boaz harus masuk dalam tim, kalau tidak bawa dia tidak jamin kita dapat emas, tapi perak dan perunggu,” kenang Bochi.
Akhirnya, sang paman memberikan izin dan menyaksikan langsung Bochi bertanding dalam laga ujicoba bersama tim PON di Lapangan Volta PLTD Waena.
“Paman saya belum pernah lihat saya bermain, begitu pula dengan Kaka Ortiz. Paman saya kemudian datang nonton, saya sempat gugup. Kita bertanding dan baru satu menit saya sudah mencetak gol. Paman saya langsung memberikan izin dan meminta Om Rully untuk tetap mengikutkan saya di tim PON. Saya langsung lega bisa mendapatkan izin,” kata Bochi.
“Tapi Paman saya waktu itu berpesan kepada saya, beliau bilang hari ini kamu bisa ikut PON tapi kamu mau main bola sehebat apapun tetap sekolah itu yang utama,” ucapnya.
Boaz Solossa akhirnya berhasil membawa tim sepak bola Papua meraih medali emas di PON XVI Palembang, Sumatera Selatan tahun 2004 silam. Ketika itu Papua juara bersama Jawa Timur. Nama Boaz langsung melejit, ia menjadi pemain pertama yang belum bermain untuk klub yang memperkuat tim nasional Indonesia di ajang Piala Tiger 2004. (*)