Jayapura, Jubi – Langkah Gubernur Papua Lukas Enembe memberikan izin kepada tim Persipura Jayapura untuk bermarkas di Stadion Lukas Enembe patut diapresiasi dan diacungi jempol. Persipura kini bermarkas di stadion megah yang ada di Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, itu.
Makna markas bagi sebuah klub sepak bola memang sangat penting. Mendiang Hengky Heipon, “El Capitano” Persipura pada era 1968 – 1978, pernah bilang, stadion itu rumah bagi setiap klub. Dengan bermarkas di Stadion Lukas Enembe, Persipura kembali ke rumah yang ada di tanah kelahirannya.
Ketua Umum Persipura pertama, Pendeta Mesak Koibur merintis klub Persipura bersama sahabatnya Barnabas Youwe, dengan membentuk tim “Persatuan Sepakbola Sukarnapura” pada 26 Mei 1965. Nama yang panjang itu disingkat menjadi “Persipura”.
Padahal, pada 1969, kota yang sebelumnya dinamai Sukarnopura sudah bersalin nama menjadi Kabupaten Jayapura. Belakangan lagi, pada 1993, Kabupaten Jayapura dimekarkan menjadi 2 wilayah, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura. Namun tim kebanggaan masyarakat Papua itu tetap dikenal sebagai Persipura, sampai hari ini.
Pendeta Mesak Koibur yang juga mantan Ketua Sinode GKI itu mengatakan pada masa awal Persipura mengikuti kompetisi PSSI ke Ambon dan Makassar. Saat itu, para pemain klub yang kini berjuluk Mutiara Hitam itu harus pergi dengan kapal laut. Gara-gara itu, klub Persipura saat itu dijuluki “Klub Kontiki”, karena pergi ke mana-mana naik kapal laut.
Nyatanya, Persipura mampu berprestasi, dan hingga Bupati Jayapura saat itu, almarhum Anwar Ilmar yang belakangan menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, menyumbang bola dan kostum untuk pemain Persipura. “Pak Anwar Ilmar berikan bantuan bola, karena prestasi Persipura juara waktu itu,”kata Pdt Mesak Koibur saat ditemui Jubi di kediamannya, beberapa waktu lalu.
Saat menjadi Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVII/Cenderawasih periode 1970 – 1973, almarhum Brigjen Acub mengambil alih semua urusan Persipura Jayapura. Acub Zainal pula yang memugar Stadion Mandala.
Ketika Acub Zainal menjadi Gubernur Irian Jaya periode 1973 – 1975, dukungan bagi Persipura Jayapura semakin besar. Dengan bantuan Acub Zainal, Persipura melanglang buana hingga ke Vientam Selatan, juga berlaga dalam Kings Cup di Bangkok, Thailand.
Acub juga menggagas kompetisi sepak bola antar Sekolah Dasar di sembilan kabupaten yang ada saat itu. Selain itu, Acub Zainal merintis turnamen antar kabupaten di Provinsi Irian Jaya, yang memperebutkan Piala Acub Zainal. Saat itu, tim Kabupaten Merauke membuat kejutan, karena mengalahkan Persipura di partai final Piala Acub Zainal dengan skor 3 – 2.
Acub Zainal memang berjasa bagi perkembangan sepak bola di Papua, khususnya bagi perkembangan Persipura Jayapura. Banyak pemain Persipura menjadi saksi bagaimana Acub Zainal selalu mendorong kemajuan sepak bola, bahkan kerap memberikan spirit saat Persipura bertanding di dalam Liga Perserikatan waktu itu.
Acub Zainal pula yang mendatangkan pelatih asing pertama Persipura, yaitu seorang pelatih sepak bola asal Singapura, Choi Song On. Choi Song On kemudian membawa Hengky Heipon ikut bermain di Liga Singapura.
Choi Song On juga membentuk tim Irian Jaya, yang beranggotakan para pemain sepak bola dari tiga kabupaten. Para pemain tim Irian Jaya kemudian memperkuat Persipura Jayapura saat harus bertanding melawan klub Hitachi asal Jepang.
Pertadingan melawan Hitachi itu menjadi sejarah penting Persipura Jayapura, karena untuk pertama kalinya para pemain Persipura mengenakan kostum “merah-hitam”, kostum kebanggaan para pemain Persipura hari ini. Sebelumnya, para pemain bisa memakai kostum tim yang berwarna cokelat-kuning, seperti warga bulu burung cenderawasih. Sebesar itulah peranan Acub Zainal bagi Persipura, tim sepak bola yang hingga kini menjadi kebanggaan masyarakat Papua.
Kini Gubernur Papua Lukas Enembe mencetak sejarah baru, karena mengizinkan Persipura bermarkas di Stadion Lukas Enembe. Stadion megah itu dibangun Pemerintah Provinsi Papua sebagai arena Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua.
Persipura boleh saja tengah turun kasta dan tersuruk di Liga 2, namum tim Mutiara Hitam tetap menjadi tim kebanggaan masyarakat Papua. Di dalam Liga 2, ada dua tim asal Papua lainnya—Persewar Waropen dan tim napi bongkar PSBS Biak.
Akan tetapi, seluruh harapan masyarakat Papua tercurah bagi Persipura Jayapura agar segera bangkit, dan kembali merebut gelar juara Liga 1. Enembe mengetahui hal itu, dan memberi dukungan bagi Persipura untuk memainkan laga kandang Liga 2 di stadion sepak bola terbaik yang ada di Tanah Papua.
Bagi banyak masyarakat Papua, Persipura memang kebanggaan bersama mereka. Mantan pemain Persipura Jayapura, Yohanes Auri menyebut bahwa bermain untuk tim Mutiara Hitam adalah impian bagi setiap pesepak bola Papua, termasuk dirinya yang mengawali karir dengan bermain untuk tim. Perseman Manokwari.
Auri menceritakan, bagaimana Edi Sabenan dari Persimer Merauke maupun Marten Jopari dari Perseman bersemangat untuk bermain bersama Persipura.“Waktu itu, semua pemain terbaik dari setiap klub di daerah sudah pasti bergabung dengan Persipura,” kata Auri.
Tak heran kalau gelandang Persipura pada era 1970-an, Benny Yensenem menyebut Persipura sebagai etalase para pemain sepak bola muda dari seluruh Tanah Papua. “Ada dari Sorong, Biak, Merauke, Manokwari, dan Wamena. Semua ada di Persipura,”kata Yensenem mengenang kejayaan kala itu.
Kini Mutiara Hitam sudah memiliki pelatih baru, Ricky Nelson, yang akan mengampu Persipura untuk kembali ke Liga 1. Namun perjuangan Mutiara Hitam untuk kembali ke Liga 1 tidak akan mudah.
Octo Maniani, mantan pemain Persiba Balikpapan pernah merasakan pahit getirnya turun kasta, saat klub asal Borneo ini berjibaku di babak delapan besar Liga 2. “Perjuangan menuju Liga 1 berat dan keras,” kata Maniani.
Belum lagi, Persipura juga harus menjalani “derby Papua” menghadapi Persewar dan PSBS Biak. Pelatih Persipura, Ricky Nelson menyebut “derby Papua” itu pastilah ramai penonton, karena “derby Papua” selalu menarik.
Semoga berat dan kerasnya kompetisi Liga 2 tak menghalangi Persipura Jayapura untuk kembali “naik kelas” ke Liga 1. Semoga, bermarkas di stadion bertaraf internasional seperti Stadion Lukas Enembe benar-benar memompa semangat para pemain untuk kembali ke “kolam lama” mereka, Liga 1. (*)
Discussion about this post