Jayapura, Jubi – Tim Mutiara Hitam yang kini turun tahta ke Liga 2 pernah menorehkan prestasi membanggakan bagi seantero tanah air Indonesia masuk babak semi final. Klub legendaris Indonesia ini termasuk klub yang mencetak prestasi, sebagai klub Indonesia pertama yang berhasil menembus semifinal AFC Cup 2014.
Kesempatan untuk menjadi tuan rumah bagi laga Internasional di Kota Jayapura, termasuk perjuangan cukup panjang. Bahkan boleh dibilang penantian lama yang tertunda.
Bayangkan usai Eduard Ivakdalam dan kawan-kawan meraih juara Liga Utama 2005-2006. Pasalnya waktu itu Badan Liga Indonesia (BLI) terlambat mendaftar ke Asian Football Confederation (AFC) sehingga harapan Mutiara Hitam berlaga ke Liga Champion Asia tertunda.
Asisten manajer Persipura waktu itu Iwan Nazaruddin mengaku tidak mampu menahan rasa kecewa. Ia menambahkan ini bukan kesalahan tim Mutiara Hitam tetapi BLI yang terlambat mendaftar kala itu.
Tak apalah, itu merupakan kemenangan yang tertunda, sebab mengurus sepak bola bukan pekerjaan gampang dan cepat. Bukan instan bermodal banyak penonton fanatisme tetapi bagaimana melengkapi dan memugar Stadion Mandala agar sesuai dengan standar minimal AFC.
Selanjutnya Eduard Ivakdalam kembali meraih juara ISL 2009/2010 dan lolos ke babak Liga Champion Asia. Hebatnya kala itu Persipura mewakili Indonesia di LCA sedangkan Persiwa Wamena bermain di AFC. Dua klub asal Papua mewakili Indonesia di ajang Asia, sayangnya kedua tim belum memiliki stadion berlevel Internasional hingga Persipura memilih Stadion Gelora Bung Karno Senayan sedangkan Persiwa bermain di Kanjuruhan Malang.
Dua wakil Papua itu hancur lebur, Persipura gagal total di LCA meski mampu mengalahkan Changchun Yatai FC dari Tiongkok dengan skor 2-0 di Stadion GBK pada, Rabu 28 April 2010.Sementara Persiwa gagal lolos ke babak selanjutnya, begitu pula Persipura di LCA.
Bagi mantan Ketua Umum Persipura, MR Kambu, pengalaman mengikuti kompetisi level Internasional mulai membuka wawasan terutama dana dan sponsor yang sulit diperoleh dan bagaimana mengelola pertandingan level Internasional di Kota Jayapura.
Sedangkan bagi pelatih JF Tiago bermain di level Asia jelas membawa atmosfer baru bagi pemain-pemain Mutiara Hitam kala itu. Pasalnya mereka terbiasa bermain di LIga Indonesia dengan kepemimpinan wasit yang jelas jauh berbeda dengan kompetisi level Asia. Hal ini diakui pula oleh Boaz T Solossa mantan el capitano Persipura dalam buku berjudul “Yosim Samba Sepak Bola dari Timur”. Bermain di level Asia dengan kepemimpinan wasit yang professional membikin para pemain dengan tenang tanpa harus memprotes,kenangnya kala itu.
Tuan rumah AFC
Keinginan Persipura menjadi tuan rumah AFC di Kota Jayapura, baru terwujud pada 2011. Saat itu AFC mengutus Manager Competition Club Manikcham Subramaniam untuk meninjau langsung Stadion Mandala. Dia mengaku pembangunan Stadion Mandala sudah sangat maju tetapi harus memasang tiang giant screen. Usai memeriksa semua kelengkapan Subraniam kembali ke Kuala Lumpur dan memutuskan bahwa Persipura boleh menjadi tuan rumah di Stadion Mandala.
Pertandingan pertama itu, Persipura melawan tim juara asal Thailand Chonburry FC. Barulah pada 13 April 2-11 impian warga Papua berhasil terwujud, Mutiara Hitam kandaskan klub juara Thailand dengan skor 2-0. Tak heran kalau pelatih Pelatih club asal Thailand Chonburi FC, Withaya Lauhakul mengaku tim Peripura Jayapura merupakan tim sepak bola terbaik di Indonesia dengan para pemain-pemain handal.
Sebaliknya saat Persipura bermain ke markas Chonburry FC, Boaz dan kawan-kawan dibantai dengan skor telak 4-1 pada 26 April 2011.
Selanjutnya di Stadion Mandala ada mantan pemain Manchester United Nick Butt rekan seangkatan David Becham dan eks striker Chelsea Mateja Kežman asal Serbia yang perkuat klub asal Hongkong South China.
Persipura saat AFC 2011 hanya mampu lolos ke babak delapan besar, selanjutnya pada 2014 mampu masuk ke babak semi final. Waktu itu Boaz dan kawan-kawan menggasak mantan juara AFC dari Kuwait.
Boaz dam kawan-kawan melaju ke babak perempat final dengan mengalahkan wakil Kuwai, Al Kuwait di babak perempat final. Persipura menang dalam format dua leg dengan agregat 8-4. Selanjutnya gagal masuk final karena dihajar klub asal Kuwait lainnya, Al Qadsia dengan agregat 2-10. Peluang masuk final hilang saat itu.
Peran Panpel
Peran Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) kala itu cukup berperan dalam melaksanakan pertandingan level Asia itu. Apalagi bagaimana mantan Ketua Panitia Fachruddin Pasolo mengimbau para suporter agar jangan melempar botol dan benda lainnya yang bisa mengganggu pertandingan jika ada pelanggaran di lapangan.
Hal itu penting karena tim berjuluk Mutiara Hitam pernah kena denda kepada AFC gara-gara suporter melempar botol dan batu ke dalam Stadion Mandala, sehingga mendapat denda Rp 130 juta.
Panpel juga siap menyambut tim tamu di Bandara Sentani dan menyiapkan akomodasi. Hanya saja tim dari Al Qadsia justru datang dengan juru masak atau koki sendiri, karena harus memenuhi menu khusus bagi pemain. Tim juga datang dengan pesawat carteran khusus dari Kuwait ke Kota Jayapura Papua.
Oleh karena itu, kompetisi di Indonesia khususnya ke Papua selalu dianggap mahal dan tidak menguntungkan secara ekonomis. Bahkan sponsor pun enggan mendukung klub-klub di Papua terkecuali PT Freeport dan Bank Papua. Belum lagi penonton yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan Pulau Jawa, termasuk jam tayang yang terlalu larut malam karena perbedaan waktu.
Kini klub-klub Papua bermain di Liga 2 dan Liga 3 dengan stadion berlevel Internasional seperti Stadion Mandala, markas Persewar dan Stadion Lukas Enembe basis Persipura sedangkan Barnabas Youwe milik klub Persidafon di Liga 3 Indonesia.
Terlepas dari prestasi dan profesionalisme terkadang faktor jumlah penonton dan masalah nonteknis membuat Papua jauh dari pilihan kompetisi, sebab kedekatan dengan sponsor dan ibu kota menjadi pilihan strategis hingga kadang mengabaikan prestasi dari luar tanah Jawa.
Tragedi Kanjuruhan menjadi pelajaran berharga di mana faktor jumlah penonton menjadi penting. Tetapi harus melihat pula keselamatan suporter maupun pecinta sepak bola dari orang tua, anak-anak, perempuan dan laki-laki hingga warga difabel yang sesuai dengan aturan FIFA, AFC, dan PSSI sendiri. (*)