Bandarlampung, Jubi – Hutan tak hanya menjadi wilayah yang diandalkan sebagai tempat hidup oleh beragam satwa, namun juga menjadi tempat bergantung manusia untuk menghidupi diri bahkan mempertahankan napasnya. Ketergantungan itu tak terkecuali terjadi pada masyarakat sekitar hutan di Lampung, yang memanfaatkan melimpah ruahnya ragam hasil hutan bukan kayu yang disediakan oleh alam.
Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat tersebut tidak hanya dilakukan di wilayah-wilayah pelosok, namun juga di wilayah pinggir kota, yang menjadi satu-satunya wilayah hijau nan asri di antara padatnya belantara beton.
Tepat di kaki Gunung Betung yang lokasinya berbatasan langsung dengan Ibu Kota Provinsi Lampung, Bandarlampung, dengan Kabupaten Pesawaran, Lampung. Kawasan hutan rimbun tempat hidup berbagai satwa liar yang masih terjaga keasriannya itu berada dalam kawasan Tahura (Taman Hutan Rakyat) Wan Abdul Rachman (WAR) Register 19 tersimpan beragam kisah, keluh kesah, hingga harapan yang dilantunkan para petani hutan kepada semesta untuk terus memberikan penghidupan.
Dengan ditetapkannya lahan hutan seluas 22.244 hektare itu sebagai kawasan konservasi, pengelolaan hasil yang ada hanya boleh dilakukan dengan konsep perhutanan sosial melalui skema kemitraan konservasi. Pengelolaan ragam hasil hutan oleh para petani itu juga tidak melupakan satu konsep utama dari pemanfaatan yaitu menjaga kelestarian hutan.
Ikhtiar para petani hutan pinggiran kota itu dalam melakukan pengelolaan sembari menjaga kelestarian telah tercermin secara gamblang dengan dilakukannya pengawasan sekitar hutan dari aksi pembalakan, bahkan mereka pun secara sukarela menjaga keberlangsungan hidup para satwa liar dari perburuan liar.
Cerita tersebut diungkapkan oleh salah seorang petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Sukawera, Ersi.
“Di sini total ada 13 gapoktan dengan jumlah anggota sekitar 300 orang. Semua ikut serta menjaga kelestarian hutan karena dari sinilah kita menghidupi keluarga dan ini cara kami membalas budi dengan menjaganya dari kerusakan,” ujar lelaki berkulit sawo matang itu bersemangat .
Upaya melindungi hutan yang berada di pinggir perkotaan, menjadi salah satu langkah penting dalam menjaga keseimbangan alam, terutama untuk membantu menjaga kualitas udara serta air yang digunakan oleh masyarakat perkotaan.
“Kalau pohonnya tetap rimbun, tentu udaranya jadi lebih segar tidak penuh dengan asap kendaraan, lalu air juga bisa jadi lebih bersih, bisa mencegah banjir atau longsor juga. Pokoknya makin terjaga hutan kian bagus kualitas hidup kita. Seharusnya warga di kota juga bisa membantu menjaga kelestarian lingkungan,” katanya.
Selain menjaga hutan dari perambahan hingga perburuan satwa liar, para petani hutan yang rerata merupakan warga ber-KTP Kota Bandarlampung itu juga berupaya menanam pohon yang dilakukan bersama dengan berbagai kelompok pecinta alam beserta instansi di berbagai lokasi di kawasan hutan konservasi itu.
Penanaman pohon dengan jenis beragam layaknya tanaman berbatang keras, seperti mahoni hingga ragam tanaman MPTS (multipurpose tree species) tersebut dilakukan dengan rutin. Beberapa waktu lalu Ikatan Penyuluh Kehutanan pun ikut serta menanam 3.500 batang pohon untuk mendukung program penghijauan di wilayahnya, dengan harapan mampu menjaga hutan dari deforestasi serta mencegah perubahan iklim yang berpengaruh pada kehidupan para petani hutan pinggir kota serta masyarakat luas.
Ikhtiar para petani hutan pinggir kota itu yang menjaga hutan layaknya menjaga seorang teman lama yang siap sedia membantu mereka di saat sulit itu, juga dilakukan dengan adanya kegiatan berbagi hasil hutan dengan satwa liar yang bermukim di dalam hutan.
“Karena kita tidak tinggal di sini sendiri, masih ada yang menggantungkan hidupnya dari hasil hutan juga, seperti beruang dan satwa liar lainnya. Jadi kita saling berbagi saja, kalau ada hasil buah seperti durian yang dimakan oleh mereka, kita biarkan. Malah terkadang sengaja disediakan pisang yang masak di pohon untuk makanan mereka,” kata Ersi.
Upaya menjaga lingkungan terutama hutan yang dilakukan para petani hutan pinggir kota itu menjadi salah satu contoh kepedulian dari lingkup terkecil di sebuah wilayah. Atas adanya pemenuhan hak asasi manusia sebagai makhluk hidup untuk mendapatkan lingkungan yang baik, sehat, dan terjaga.
Hak dalam mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tersebut pun telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Di dalam peraturan formal itu diatur juga kalau hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat menjadi tanggung jawab negara. Dalam hal ini Pemerintah wajib memastikan setiap orang haknya terpenuhi dan dilindungi.
Dalam memastikan terpenuhinya hak masyarakat dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat, negara yang di wakili oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kehutanan Provinsi Lampung berusaha melakukan rehabilitasi hutan guna mendukung adanya penyerapan bersih (net sink) karbon di daerahnya.
“Sekarang yang menjadi target dan arah kita itu adalah meningkatkan penyerapan bersih karbon terutama di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain (forestry and other land use atau FoLU),” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Yanyan Ruchyansyah.
Rehabilitasi hutan dengan memperbaiki lahan yang rusak melalui penanaman pohon akan terus digalakkan dengan tidak menitik beratkan penanaman tanaman keras tapi diarahkan untuk menanam pohon multiguna atau multipurpose tree species, lalu akan secara berkelanjutan dilakukan pembinaan, peningkatan kapasitas petani yang bermukim di pinggir hutan. Caranya, dengan memberikan legalitas melakukan pengelolaan hutan dengan tetap menjaga kelestarian.
Untuk mendorong dan merealisasikan program penurunan emisi sebagai langkah konkret atas kesepakatan di tingkat internasional, Pemerintah terus melakukan sosialisasi FoLU Net Sink 2030 di berbagai wilayah di Indonesia. FoLU Net Sink 2030 sendiri dapat dicapai melalui 11 langkah operasional mitigasi sektor FoLU.
Seperti pengurangan laju deforestasi lahan mineral, pengurangan laju deforestasi lahan gambut, pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, dan pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut.
Selanjutnya, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management), rehabilitasi dengan rotasi, rehabilitasi non-rotasi, restorasi gambut, perbaikan tata air gambut, dan konservasi keanekaragaman hayati.
Tidak lupa, juga terus menjalin kerja sama dengan pihak terkait terutama para petani hutan yang menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian hutan di Sai Bumi Ruwa Jurai. (*)