Jakarta, Jubi – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dan Kedubes Jepang di Jakarta menandatangani proyek pinjaman pengembangan terpadu pelabuhan perikanan dan pasar ikan internasional Indonesia.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/12/2024), Kepala Bagian Ekonomi Kedubes Jepang Ueda Hajime menyampaikan bahwa proyek pinjaman pengembangan terpadu pelabuhan perikanan itu memiliki nilai 15,545 miliar yen (Rp1,6 triliun).
Proyek pinjaman ditandatangani Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI Abdul Kadir Jailani dan Dubes Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi.
Proyek pengembangan terpadu pelabuhan itu, kata Ueda, bertujuan untuk meningkatkan jumlah tangkapan yang akan dibawa ke pelabuhan perikanan setempat dan meningkatkan kualitas produksi laut.
“Sehingga dapat berkontribusi pada pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan di daerah setempat,” ujarnya.
Ueda menyebutkan kerja sama pengembangan sektor terpadu pelabuhan perikanan tersebut sejalan dengan salah satu prioritas utama pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto, yaitu swasembada pangan.
Menurut Ueda, Jepang akan melakukan uji kelayakan di delapan pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia.
Pelabuhan-pelabuhan itu berada di Banda Aceh (Aceh), Bagansiapiapi (Riau); Natuna (Kepulauan Riau), DKI Jakarta, Pekalongan (Jawa Tengah), Likupang (Sulawesi Utara), Biak (Papua), dan Merauke (Papua Selatan).
Pinjaman proyek senilai 15,545 miliar yen (Rp1,6 triliun) itu dilaksanakan dengan suku bunga tetap 1,8 persen (0,2 persen per tahun untuk porsi jasa konsultasi) dan masa pengembalian 30 tahun termasuk grace period 10 tahun.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan Japan International Cooperation Agency (JICA) Sachiko Takeda mengatakan proyek pengembangan pelabuhan perikanan itu dilaksanakan pada Desember 2024 hingga Februari 2032.
Sebelumnya, Kemlu RI dan Kedubes Jepang pada Selasa (24/12/2024) menandatangani pertukaran nota untuk dua proyek pinjaman dengan total 38,693 miliar yen (Rp3,9 triliun).
Proyek pinjaman itu adalah pinjaman sektor pengurangan risiko bencana gunung berapi sejumlah 23,148 miliar yen (Rp2,38 triliun) dan pinjaman sektor pengembangan terpadu pelabuhan perikanan dan pasar ikan internasional sejumlah 15,545 miliar yen (Rp1,6 triliun).
Saat ditanya mengapa bunga pinjaman proyek pengembangan pelabuhan perikanan lebih tinggi dibandingkan proyek pengurangan risiko bencana gunung berapi, Takeda menilai bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sudah memasuki era pendapatan menengah ke atas.
Pinjaman proyek sektor pengurangan risiko gunung berapi dilaksanakan dengan suku bunga tetap 1,6 persen dan masa pengembalian selama 30 tahun dengan grace period 10 tahun.
Karena alasan itulah, lanjut Takeda, suku bunga pinjaman dari Jepang untuk proyek pengembangan pelabuhan perikanan itu sedikit lebih tinggi. Ia mengatakan suku bunga itu tetap lebih rendah jika dibandingkan dengan yang lain.
Takeda berharap pinjaman tersebut dapat membantu mengembangkan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik pada masa yang akan datang. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!