Riset CIVICUS Monitor: ruang sipil di Indonesia di peringkat “terhalang”

Sipil
iIlustrasi Civicus Monitor. Ist

 

Jayapura, Jubi – Ruang sipil di Indonesia berada di peringkat ‘terhalang’, menurut laporan yang mengemukakan peningkatan pembatasan kebebasan sipil di Asia. CIVICUS Monitor, sebuah kolaborasi riset global yang mengamati dan mengukur kebebasan dasar di 197 negara dan kawasan, melaporkan mayoritas negara-negara di Asia dinilai mengekang kebebasan sipil. Negara  Afghanistan, Myanmar dan Hong Kong menurun dari “tertekan” menjadi “tertutup”.

Laporan mengenai kebebasan sipil yang bertajuk “People Power Under Attack 2022” menunjukan bahwa dari 26 negara di Asia, 7 di antaranya Cina, Laos, Korea Utara, Vietnam, dan kini Afganistan, Myanmar, dan Hong Kong dikategorikan sebagai “tertutup”. Delapan negara dikategorikan sebagai ‘tertekan’ dan 7 di kategori ‘terhalang’.

Ruang sipil di Jepang, Mongolia dan Korea Selatan termasuk dalam kategori ‘menyempit’, sementara Taiwan merupakan satu-satunya negara di Asia yang dikategorikan ‘terbuka’. Dengan demikian, hal ini menunjukan bahwa kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai dan berasosiasi tidak dihormati di hampir seluruh negara di kawasan. Tahun 2022 menjadi tahun dengan jumlah penduduk terbanyak yang hidup di negara dengan kondisi ruang sipil tertutup yang terdokumentasikan oleh CIVICUS Monitor.

“Dua puluh delapan persen dari populasi dunia atau sekitar 2 milyar orang mengalami tingkat pengekangan yang ekstrim. Di Indonesia, di mana ruang sipil dinilai ‘terhalang’, CIVICUS Monitor mendokumentasikan bahwa pada tahun 2022 para pembela HAM telah ditangkap, dikriminalisasi dan diancam, terutama mereka yang berbicara tentang pelanggaran di wilayah Papua,” isi siaran pers CIVICUS Monitor yang diterima awak media Jubi, Kamis (16/3/2023).

“Mereka yang mengorganisir atau terlibat dalam protes juga telah ditangkap dan diperlakukan dengan buruk dan beberapa menghadapi kekuatan yang berlebihan atau mematikan dari pasukan keamanan. Ada serangan lanjutan terhadap kebebasan pers serta represi digital. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah dipersenjatai untuk membungkam perbedaan pendapat secara daring.”

Hasil riset CIVICUS Monitor juga menyatakan, pada Maret 2022, dua pembela hak asasi manusia, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar mengalami ancaman kriminalisasi karena pencemaran nama baik setelah angkat bicara tentang pelanggaran hak asasi manusia yang terkait dengan kejahatan korporasi di Papua, yang diduga melibatkan pejabat pemerintah.

Rentetan pengekangan ruang sipil

Tujuh mahasiswa Papua dihukum dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara pada Agustus 2022 karena mengibarkan bendera Bintang Kejora yang dilarang, simbol kemerdekaan Papua, pada Desember 2021.

Pembela hak asasi manusia Papua Victor Yeimo, seorang aktivis pro kemerdekaan dan juru bicara internasional dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB), terus mengalami proses peradilan karena dugaan makar berdasarkan Pasal 106 dan 110 KUHP atas keterlibatannya secara damai dalam protes anti-rasisme pada tahun 2019.

Jurnalis, aktivis, dan kritikus juga menghadapi serangan digital. Ketua kelompok kebebasan pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim, menjadi sasaran peretasan dan disinformasi pada Februari 2022. Pihak tak dikenal secara bersamaan meretas akun WhatsApp, Instagram, dan Facebook serta nomor ponsel pribadi Sasmito.

Pada Juli 2022, sejumlah anggota organisasi masyarakat sipil serta masyarakat umum mengadakan diskusi Twitter Space bertajuk #BlokirKominfo untuk menanggapi pemblokiran sejumlah situs. Selama dan setelah diskusi Twitter Space, setidaknya 10 orang menjadi sasaran upaya peretasan dan intimidasi melalui WhatsApp, yang termasuk ancaman terhadap pribadi dan keluarga mereka. Pada September 2022, outlet media independen Konde.co terkena serangan digital setelah menerbitkan artikel tentang pelecehan seksual di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Indonesia.

Pada Februari 2022, puluhan petani dan aktivis ditangkap karena memprotes proyek pertambangan di Provinsi Jawa Barat.
Setidaknya 64 orang ditangkap,13 di antaranya anak-anak. Pada Maret 2022, 90 mahasiswa Papua ditangkap dalam aksi protes dekat kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta Pusat. Demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Papua itu untuk menolak pemekaran provinsi baru di Papua.

Juga di bulan Maret 2022, dua orang terbunuh dan beberapa lainnya terluka akibat tembakan ke arah ratusan pengunjuk rasa di Kabupaten Yahukimo yang menentang langkah pemerintah untuk membentuk provinsi baru di Papua. Pada Mei 2002, ribuan orang berkumpul di beberapa lokasi dekat ibukota provinsi Jayapura untuk memprotes rencana pemekaran wilayah Papua menjadi enam provinsi.

Pihak berwenang menggunakan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa di Waena, di pinggiran Jayapura. Salah satu pengunjuk rasa ditembak menggunakan peluru karet yang diduga ditembakkan oleh seorang polisi. Tujuh orang juga ditangkap diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mengimbau masyarakat untuk ikut aksi unjuk rasa pada 10 Mei 2022 di media sosial.

Pada Juni 2022, unjuk rasa damai di Papua kembali dihadang dengan penggunaan kekuatan dan senjata yang berlebihan dari polisi Indonesia. Sedikitnya 44 pengunjuk rasa ditangkap dan sedikitnya 25 orang terluka setelah polisi membubarkan paksa mereka di empat kota. Pada November 2022, beberapa mahasiswa terluka ketika aparat keamanan membubarkan paksa protes terhadap KTT G20 di Abepura, Papua.

Di bulan yang sama, setidaknya 15 pengunjuk rasa damai di Manokwari, Papua, ditangkap secara sewenang-wenang oleh aparat keamanan. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka dan didakwa makar. Indonesia mengesahkan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) baru pada Desember 2022, yang berisi ketentuan yang sangat melanggar hukum dan standar hak asasi manusia internasional.

Di antara yang banyak dikhawatirkan adalah ketentuan yang melarang penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, lembaga negara, ideologi nasional Indonesia yang dikenal sebagai Pancasila, dan bendera negara. Undang-undang tersebut berisi lusinan pasal lain tentang pencemaran nama baik online dan offline, sehingga memungkinkan siapa saja untuk melaporkan orang lain atas pencemaran nama baik. Undang-undang juga melarang demonstrasi publik tanpa izin yang dianggap mengganggu ketertiban umum. (*)

Comments Box
Exit mobile version