Jayapura, Jubi- Bagai disambar petir, hari ini bangsa Papua kehilangan sosok perempuan yang peduli dengan perjuangan dan hak hak masyarakat Papua Barat, Leonie Tanggahma. Aktivis kemanusiaan dari Papua Barat yang lahir di Den Haag Belanda itu baru saja menghembuskan nafas terakhir pada Jumat (7/10/2022) karena serangan jantung. Hal ini membuat banyak warga Papua dan aktivis di tanah Papua merasa kehilangan.
Pdt Dora Balubun dari KPKC GKI di Tanah Papua yang dihubungi Jubi, membenarkan Leonie Tanggahma telah pergi menghadap Sang Pencipta.
“Iya Leoni kemarin meninggal di Belanda,”kata Pdt Dora Balubun menjawab jubi Sabtu (8/10/2022) malam.
Hal senada juga ditulis Javiera Rosa dalam akun facebook pribadinya. aktivis perempuan Papua itu menyatakan kesedihan akan kepergian Leonie Tanggahma, perempuan kuat dari Fakfak . “Satu hal yang penting yang saya banyak belajar dari kaka adalah bagaimana menjadi pemimpin yang kuat dalam prinsip kebenaran dan nilai-nilai feminis dalam sebuah pekerjaan yang didominasi kaum laki-laki dan sangat patirrkis dan seksis,”tulis Rosa mengenang prinsip kuat dan tegar dari Leonie.
Leonie dikenal karena kemampuannya menguasai bahasa asing, terutama Perancis sehingga banyak mempunyai relasi dan hubungan dengan komunitas sipil di Afrika maupun di Pasifik warga Kanaki di Kaledonia Baru. Ia juga sempat menulis artikel berjudul Mengenai Petisi Orang Papua Barat yang Kontroversial di Suara oaoya edisi 10 September 2018. Bahkan tampil sebagai pembicara dalam komunitas di Pasifik dalam Podcast YoungSolwara Pacific.
Perempuan tangguh asal Fakfak ini pernah pula menjabat sebagai anggota dan pelobi dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Leonie Tanggahma, merupakan putri kedua dari pasangan mendiang Benny Tanggahma dan Sofie Komber. Leonie memiliki kakak perempuan bernama Mbiko. Keduanya mereka lahir di Belanda.
Ayahnya menempuh pendidikan guru di Fakfak dan melanjutkan pendidikan di Belanda sejak 1962. Namun Ben Tanggahma tidak kembali ke Papua Barat dan menetap di sana dan bekerja di Kantor Post di Den Haag Belanda.
Pada 1963, tante Sofie Komber berangkat dari Fakfak melalui kota Biak menuju Belanda untuk bertemu dengan tunangannya Ben Tanggahma. Mereka lalu menikah. Mbiko dan Leoni menempuh pendidikan di Belanda hingga ke perguruan tinggi di Universitas Leiden. Mbiko masuk ke pendidikan hukum sedangkan Leoni tadinya kuliah di Sekolah Tinggi Teknik di Delf tetapi akhirnya berhenti. Leonie memilih melanjutkan pendidikan dengan kuliah di Sastra Indonesia di Univeritas Leiden Belanda.
Ayahnya Ben Tanggahma, semula menjadi karyawan kantor Pos akhirnya berhenti dan ikut dalam perjuangan Papua Barat bersama tokoh-tokoh politik waktu itu, di antaranya Markus Kaisiepo dan Womsiwor. Ben Tanggahma pernah menjadi kepala perwakilan Organisasi Papua Barat (OPM) di Senegal hingga beberapa tahun sampai kantor tersebut ditutup.
Tak heran kalau politik perjuangan Papua Merdeka diturunkan dari sang ayah ayah kepada anak perempuannya . Selama di Senegal, keluarga Tanggahma selalu berkomunikasi dengan bahasa Perancis ketimbang bahasa Belanda atau bahasa Indonesia. Oleh karena itu tak heran kalau Leonie Tanggahma sangat mahir dalam bahasa Perancis, Belanda, Inggris, Indonesia, Jerman dan Spanyol. Apalagi pendidikan di Belanda mewajibkan para pelajar di sana wajib menguasai bahasa asing. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!