Jayapura, Jubi – Direktur Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) Leonardus Tumuka mengatakan, sampai saat ini masih ada warga asli di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, yang menganggap penyakit yang diderita seseorang karena “dibikin” alias disantet.
Oleh sebab itu, Tumuka meminta agar masyarakat diberikan pemahaman tentang pentingnya perlindungan kesehatan.
“Jadi, perlindungan kesehatan itu harusnya menjadi informasi yang benar-benar dikonsumsi oleh masyarakat tiap kampung, untuk bisa memastikan makan sehat, minum juga bersih apapun situasinya,” kata Tumuka dalam rapat koordinasi (rakor) YPMAK bersama mitra pelaksana program Kampung Sehat baru-baru ini.
“Tolong juga sampaikan kepada para orang tua cara mendidik anak yang sehat dan bagaimana menjaga lingkungan yang bersih dan tetap sehat,” lanjutnya.
Doktor lulusan Universitas Filipina di Los Banos itu mengatakan kepada para mitra Kampung Sehat mitra YPMAK di Mimika bahwa selain proses pemeriksaan kesehatan rutin kepada warga, perlu pula menanamkan kepada masyarakat pentingnya perlindungan kesehatan. Pasalnya banyak masyarakat asli sampai saat ini masih ada yang belum paham tentang pentingnya perlindungan kesehatan.
Dia mengatakan, hingga kini masih ada kesulitan dalam memberikan pengertian dan pemahaman tentang pentingnya berobat ketika sakit. Karena menurut dia sampai sekarang ini masih banyak masyarakat yang berpikir menderita sakit karena disantet.
“Sampaikan kepada masyarakat kalau sakit harus berobat dan tidak ada hubungannya dengan siapa yang bikin-bikin. Jangan bikin kesimpulan yang macam-macam. Bapak/ibu tolong jadi duta informasi kesehatan kita selain memberikan pelayanan kesehatan,” katanya.

Ia menambahkan kepengurusan YPMAK yang baru berharap bisa menerapkan pola dan cara yang baru, terutama mendorong tim dan mitra-mitra YPMAK menjadi duta-duta kesehatan di kampung-kampung mewakili YPMAK, Pemda dan PTFI.
Adapun mitra Kampung Sehat YPMAK di Kabupaten Mimika Papua Tengah meliputi lima yayasan, antara lain, Yayasan Papua Lestari, Yayasan Ekologi Papua, Yayasan Rumsram, Yayasan CARE Peduli dan Yayasan Siklus Sehat Papua.
Sementara itu antropolog dan dosen jurusan antropolog FISIP Universitas Cenderawasih (Uncen) Dr. Andro Loekito, MA yang dihubungi Jubi.id melalui telepon seluler, Rabu (22/1/2025) mengamimi pernyataan Dr Leonardus Tumuka.
Andro mengatakan, memang sampai sekarang kepercayaan masyarakat di Papua mengakui bahwa penyakit yang diderita seseorang karena ada pihak lain yang iri, sehingga mereka bikin agar (korban) sakit.
“Ini merupakan kepercayaan yang telah tertanam dan inti dari kebudayaan adalah kepercayaan dalam masyarakat,” katanya seraya menambahkan, sampai sekarang warga juga masih yakin tentang adanya suanggi terbang misalnya.
Dia mengatakan hal ini juga diakui pula oleh begawan antropolog Indonesia seperti Prof. Dr. Koentjaraningrat maupun Prof Dr Geertz, Clifford pakar sosiologi dan antropologi dari Amerika Serikat.
“Bahkan mahasiswa saya juga ada yang masih percaya dan katakan dia sakit karena ada yang iri sama dia dan bikin sampai dia sakit. Hal ini sulit dihilangkan karena sudah menjadi bagian dalam inti sebuah kebudayaan yaitu kepercayaan. Berbeda kalau teknologi dan pengetahuan lainya,” katanya seraya menambahkan, sejak kecil dan turun temurun cerita tentang suanggi selalu ada dalam kehidupan warga di tanah Papua. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!