Nabire, Jubi – “Rigel Vet” adalah fasilitas rawat inap untuk hewan di Nabire. Berdiri sejak 2021. Tidak hanya merawat hewan peliharaan lazim seperti kucing dan anjing. Termasuk berbagai satwa endemik Papua.
Pendiri dan Pengelola di ‘Rigel Vet’ , drh Irvan Arief Palo menceritakan pengalamannya merawat satwa endemik Papua yang juga menjadi korban perburuan, kehilangan tempat tinggal akibat penebangan hutan, ditangkap oleh masyarakat sebagai bahan konsumsi. Namun hewan yang hidup terkadang mereka pelihara di rumah.
Satwa-satwa Endemik Papua yang dia rawat di klinik ‘Rigel Vet’ antara lain, Kanguru Papua, Burung Kakatua, Landak.
Kanguru Papua adalah mamalia berkantung (marsupial) yang termasuk dalam keluarga Macropodidae. Kata “Macropodidae” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “kaki besar” masuk kategori satwa liar.
“Kanguru tidak masuk dalam hewan kesayangan manusia. Tetapi karena terjadi perubahan di habitatnya dan gaya hidup masyarakatnya bergeser sehingga mereka cenderung memelihara hewan- hewan liar ini,”katanya kepada Jubi saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (21/1/2025).
Ada masyarakat yang tinggal di Kalibobo, Distrik Nabire yang membawa Kanguru ke klinik. Satwa itu diinfus karena induknya tidak mau makan akibat depresi. “Akhirnya saya suntik vitamin, infus lalu sembuh dan mereka membawa pulang,” kata lulusan kedokteran hewan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) itu.
Diagnosanya, Kanguru itu mengalami stres. Karena anaknya mati di dalam kantongnya, sehingga dia pukul kepalanya di kandang dan sebagainya.
Palo mengatakan, Kanguru itu dibawa ke klinik dalam kondisi punya anak. Anaknya mengalami depresi tidak mau makan. Akhirnya meninggal. Dia menekankan kata “meninggal” . Bukan mati. Sebab hewan itu dia anggap sebagai pasien atau kliennya.
“Waktu itu induk Kanguru mengalami depresi dan dia pukul kepalanya di kandang, meskipun makanannya mereka bawa. Tetapi karena depresi anak Kanguru itu tidak bisa diselamatkan di kandang, sehingga jam 4 pagi dia meninggal. Induknya juga depresi dengan cara pukul badan karena memang kasih sayang ibu terhadap anaknya,” katanya.
Tangan Kanguru pendek seperti kucing. Perbedaannya, urat kucing sekecil benang dan lurus. Sehingga relatif mudah dipasangi jarum infus. Sedangkan urat Kanguru bercabang. Seperti urat manusia yang rajin fitness. Uratnya bengkok sehingga agak susah dipasangi jarum infus.

Kanguru memiliki kantong di perutnya, Kelahiran prematur, Perkembangan bayi berlanjut di dalam kantong, Kehamilan singkat, Bayi lahir berukuran kecil dan tidak berbulu.
Kanguru akan hamil terus menerus sepanjang hidupnya, karena memiliki dua rahim dan 3 saluran vagina.
“Jadi Kanguru itu bisa menggunakan satu rahim untuk proses, satu rahim mempersiapkan untuk periode selanjutnya. Dia bisa menjeda kehamilan lalu nanti melihat situasi. Jika lingkungan mendukung baru proses kehamilan dilanjutkan. Itu ciri khas hewan Marsupial,”katanya.
Bayi Kanguru lahir dalam kondisi prematur. Hanya memiliki tangan depan, kaki tidak ada. Dia lalu merayap seperti anak tikus masuk ke kantong induknya.
Di dalam kantong induknya, bayi Kanguru menyusui hingga 13 bulan. Hingga bisa keluar dari kantong induknya. Bergabung bersama kawanannya di hutan.
Palo juga pernah merawat Landak endemik Papua atau dikenal dikenal Ekidna moncong panjang (Zaglossus). satwa yang terancam punah itu mengalami radang mulut dan Dermatitis. Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang dapat menyebabkan kemerahan, gatal, dan ruam.
Palo mengatakan, perburuan satwa endemik itu sering terjadi. mereka kadang menangkap hidup hidup satwa itu, lalu mengikat dan mengurungya.
Padahal menurutnya, Kanguru, Landak dan satwa endemik Papua lainnya, sulit untuk dilatih. Mendingan bila tangkap, lepaskan kembali di hutan, supaya mereka berkembang.
“Sayang kalau ditangkap hidup-hidup. Kita tidak tahu cara merawat karena mereka hewan hewan yang hidup di alam bebas tidak bisa dikurung, seperti dipenjara,”katanya.
Menangani Burung Endemik Papua
Palo juga pernah menangani penyakit pada burung endemik Papua seperti Kakatua putih (Cacatua galerita) yang punya jambul kuning dan bertubuh besar. Juga Nuri-raja Papua (Aprosmictus erythropterus). Keduanya didera penyakit Menopon yang lazim menyerang unggas atau bangsa aves. Menopon adalah sejenis kutu yang menyebabkan gatal luar biasa.
“Akibat gatal itu, burung Kakatua itu menggigit karena gatal, akhirnya berdarah, lalu bulu-bulunya rontok dan tidak enak dilihat, kita kasih obat akhirnya dia jadi glowing, sehat kembali,”katanya tersenyum.
Ia pernah menangani Kakatua putih yang terkena Menopon milik salah seorang Dandim di Nabire.

“Saya ditelepon anak buahnya pak Dandim waktu itu, kemudian saya suntik Vaksin autogenous. Saya rawat tiga hari. Seminggu kemudian bulu bulunya bertumbuh subur, terlihat indah kembali,” katanya.
Palo mengatakan, apabila ada warga yang punya ternak unggas dan terserang menopon, itu dapat diobati. “Baik ayam, Kakatua atau Cenderawasih, bisa dirawat dan bisa sembuh,” katanya.
Butuh Perda Perlindungan satwa endemik Papua
Salah seorang warga Nabire, Tino Hanebora mengaku prihatin dengan maraknya perburuan satwa endemik Papua.“Jangan biarkan hewan hewan ini terancam punah karena ada penebangan hutan yang kemudian dapat mengancam eksistensi satwa endemik. Hutan maupun laut harus dilindungi,” katanya.
Menurutnya , DPR dan MRP Papua Tengah harusnya membuat semacam peraturan daerah untuk mencegah punahnya satwa endemik Papua.
“Saya harap kita semua berkolaborasi. Berpikir untuk masa depan manusia dan juga semua hewan hewan khas yang ada di Tanah Papua, agar tidak punah dari habitanya agar generasi mendatang bisa melihat Kanguru, Cenderawasih, Kakatua dan sebagainya,”katanya.
Anggota DPR Papua Tengah, Fransiskus Xaverius Magai mengatakan, pihaknya akan mengakomodir Perda perlindungan hewan hewan endemik Papua. Pihaknya juga sudah menerima aspirasi terkait perlindungan satwa endemik Papua.
“Saya rasa penting untuk dilindungi selain Cenderawasih. Sudah saatnya kita melindungi, Kanguru Nuri, Landak Papua dari ancaman kepunahan,” katanya.
Magai mengatakan ke depan, di Papua Tengah banyak perusahaan yang akan beroperasi di habitatnya hewan endemik Papua.
“Saya harapkan aggar anggota DPR PT saling mendukung untuk melihat hal hal ini agar supaya kita manusia selamat dan hewan endemik juga selamat,” katanya.
“Kami minta keterlibatan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi di DPR PT supaya bisa dibuatkan perda sesuai dengan kondisi masyarakat,” katanya.
Salah seorang aktivis lingkungan di Nabire, Musa Boma mengatakan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah (CITES) adalah perjanjian internasional yang melindungi satwa liar dari perdagangan internasional yang tidak terkendali. CITES berlaku sejak 1 Juli 1975.
CITES bertujuan untuk melindungi satwa liar dari perdagangan internasional yang tidak terkendali, Melindungi tumbuhan liar yang terancam punah, melindungi keanekaragaman hayati.
“Pemerintah dapat membuat daftar spesies yang dilarang dan spesies yang mungkin terancam punah. Menjamin perdagangan satwa liar legal, berkelanjutan, dan dapat dilacak,” katanya.
Boma mengatakan, CITES menjadi pertimbangan dalam pembuatan aturan nasional di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Sayangnya implementasi di lapangan tidak sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku di tanah Papua. Kita sering jumpai hewan hewan endemik yang disuplai keluar daerah Papua dan sebagainya,” katanya.
Boma penebangan hutan yang begitu besar dan masif dilakukan oleh perusahaan perusahaan kayu turut mengancam eksistensi tumbuh tubuhan serta hewan khas papua yang ada di hutan Papua.
“Dibabatnya hutan, hewan-hewan endemik khas Papua terancam punah karena kehilangan habitatnya,”katanya.
Boma menjelaskan, kebiasaan berburu secara turun temurun oleh masyarakat Papua, kerap kali membuat satwa endemik turut tertangkap atau terjerat.
“Kalaupun ada hewan yang mereka tangkap saat pasang jerat di hutan, dalam keadaan hidup mereka bawa untuk pelihara atau mungkin kus kus induk terkena jerat dan mereka tangkap anaknya bawa pulang dalam kondisi hidup. Mereka biasa pelihara, tapi tidak bertahan dalam waktu lama,” katanya.(*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!