Jayapura, Jubi – Ikatan Pelajar Mahasiswa Mimika, Papua Tengah atau IPMAMI yang di kota studi se-Jawa Bali menyatakan menolak pembentukan Aliansi Pemuda Kei Mimika atau APKM.
Alasan mahasiwa Mimika di Pulau Jawa dan Bali itu menolak kehadiran APKM, sebab dianggap mengganggu tatanan sosial dan merendahkan kewibawaan hak adat setempat.
Mereka pun mendesak Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Mimika, mencabut izin pembentukan organisasi itu.
“Sebagai masyarakat adat, kami desak Pemda [Mimika] membatalkan izin itu, karena keberadaan APKM yang disebut sebagai mitra strategis pemerintah daerah, justru memicu reaksi keras bagi kami IPMAMI se-Indonesia. Keputusan itu hanya langkah sepihak dan tidak menghormati posisi masyarakat adat,” kata Ketua IPMAMI se-Jawa Bali, Anderson Natkime kepada Jubi melalui aplikasi pesan singkatnya, Minggu (20/7/2025).
Ia mengatakan, larangan pembentukan organisasi masyarakat atau suku tertentu yang berpotensi mengembangkan paham separatis, memiliki landasan hukum yang jelas.
Yakni, dalam Pasal 59 ayat (3) huruf a dan c UU Ormas tentang larangan membentuk ormas yang mengembangkan paham separatis atau yang dapat menimbulkan konflik horizontal.
Menurut Matkime, IPMAMI se-Jawa Bali telah menyampaikan pernyataan sikap mereka dengan tegas. Mendesak Bupati Mimika, Johanes Rettob dan Wakil Bupati Mimika, Imanuel Kemong segera mencabut izin APKM dan membubarkannya.
Pemkab Mimika juga dituntut segera mendorong lembaga adat Lembaga Masyarakat Amungme (Lemas) dan Lembaga Masyarakat Kamoro (Lemasko), turun tangan mengendalikan kemungkinan munculnya potensi konflik sosial akibat kehadiran organisasi itu.
“Kami minta pemerintah daerah supaya mematuhi Dasar Hukum dalam regulasi UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) serta UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang mengakui hak hukum masyarakat adat dalam menjaga ketertiban dan warisan sosial budayanya,” ucapnya.
Selain itu, IPMAMI menyerukan kepada seluruh mahasiswa Mimika, bersatu mempertahankan hak-hak adat dan mencegah segala bentuk manipulasi kekuasaan atas nama pembangunan, sesuai landasan hukum dalam UUD 1945 Pasal 28 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
“Setop segala bentuk organisasi yang mengatasnamakan suku atau daerah lain yang dapat memicu konflik identitas,” ujarnya.
Sementara itu, Mantan Ketua IPMAMI Surabaya, Pinus Omabak menegaskan Pemkab Mimika dan Kepolisian Resor Mimika mesti memverifikasi ulang legalitas dan aktivitas APKM, termasuk asal mula pendirian organisasi, pengesahan Kesbangpol, dan pola perekrutan anggota, apakah sesuai landasan hukum dalam Permendagri Nomor. 57 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Pengelolaan Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan.
Menurutnya, Pemerintah berhak menelusuri ulang semua ormas yang terdaftar, karena untuk mengingatkan semua pihak bahwa tindakan yang mengatasnamakan kelompok etnis atau wilayah tertentu di luar domisili aslinya, tanpa konsensus masyarakat lokal, dapat dikategorikan sebagai bentuk pemaksaan kehendak kolektif yang bertentangan dengan prinsip pluralisme dan kearifan lokal.
“Kami tegaskan lagi, bahwa Mimika bukan tempat untuk Etnis Suku KEI, kami imbau dgn tegas segera Lengserkan dan bubarkan dinasti KEI dari timika dan Pemda segera lengserkan, hapuskan, dan bubarkan organisasi KEI di kab kami,” Tegas Omabak. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!